6/24/11

Semangat Salaf Dalam Menuntut Ilmu (Bag. 2)


Semangat Salaf Dalam Menuntut Ilmu (Bag. 2)

Oleh: Asy Syaikh Abdurrahman Al Adeni -hafizhahullah-

Dan sebagaimana diketahui pula bahwa agama Allah Ta’ala ini sampai kepada kita dengan begitu mudah dan gampang seakan-akan kita berhadapan dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan taufiq, pertolongan dan keutamaan Allah Ta’ala. Yaitu dengan Allah Ta’ala menyediakan bagi kita sebab-sebab dengan adanya perjuangan yang besar yang dilakukan oleh ulama salaf ini. Para pendahulu kita yang shalih dari kalangan shahabat dan tabi’in serta yang datang setelah mereka dari kalangan imam pembawa petunjuk dan penghilang kegelapan telah melakukan perjuangan dan pengorbanan.

Para shahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam wa radhiyallahu ‘anhum- sangat besar semangatnya untuk meraih ilmu yang bermanfaat ini, dalam keadaan mereka itu sangat fakir dan tidak berkecukupan. Diantara mereka ada yang jika tersibukkan dia tetap berusaha mencari pengganti untuk hadir ke hadapan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana hal ini dilakukan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- bersama tetangganya seorang anshar. ‘Umar hadir di suatu hari lalu kembali dan menyampaikan kepada tentangganya apa yang dia dengar, dan sang anshary hadir di suatu hari lalu kembali dan menyampaikan kepada ‘Umar apa yang dia dengar berupa wahyu, hikmah dan sunnah. Dan ini adalah satu dari sekian banyak contoh (dari kalangan para shahabat).

(Diantaranya) apa yang terukir dari perawi umat islam dan penghafalnya shahabat yaitu Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-. Dia telah meriwayatkan bagi umat ini jumlah yang besar dan kumpulan yang banyak dari hadits-hadits Rasulillah – shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Yang mana jumlah yang besar dari hadits ini telah membuat murka musuh-musuh islam dari kalangan orang zindiq, atheis, zionis dan pengekor mereka. Maka mereka mencela kejujurannya dan mereka menciptakan keraguan terhadapa riwayat-riwayat ini sembari mengatakan “kenapa dia bersendiri dengan jumlah yang besar ini dari para shahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang lain. Dan mereka tidak tahu bahwa perbendaharaan yang besar ini yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- untuk umat ini terjadi setelah adanya taufiq dari Allah Ta’ala sebagai buah dari kesungguhan, kegigihannya, pengorbanannya dan kesabarannya menahan lapar, kesabarannya menahan sakit yang dilakukan oleh Abu Hurairah. Kemudian dia –dengan keutamaan dari Allah Ta’ala- mampu meriwayatkan jumlah yang besar ini untuk umat ini. Dalam Ash-Shahih disebutkan dari hadits Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata;
يَقُولُونَ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ يُكْثِرُ الْحَدِيثَ وَاللَّهُ الْمَوْعِدُ وَيَقُولُونَ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ لَا يُحَدِّثُونَ مِثْلَ أَحَادِيثِهِ وَإِنَّ إِخْوَتِي مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَتِي مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمْ عَمَلُ أَمْوَالِهِمْ وَكُنْتُ امْرَأً مِسْكِينًا أَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مِلْءِ بَطْنِي فَأَحْضُرُ حِينَ يَغِيبُونَ وَأَعِي حِينَ يَنْسَوْنَ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا لَنْ يَبْسُطَ أَحَدٌ مِنْكُمْ ثَوْبَهُ حَتَّى أَقْضِيَ مَقَالَتِي هَذِهِ ثُمَّ يَجْمَعَهُ إِلَى صَدْرِهِ فَيَنْسَى مِنْ مَقَالَتِي شَيْئًا أَبَدًا فَبَسَطْتُ نَمِرَةً لَيْسَ عَلَيَّ ثَوْبٌ غَيْرُهَا حَتَّى قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقَالَتَهُ ثُمَّ جَمَعْتُهَا إِلَى صَدْرِي فَوَالَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِّ مَا نَسِيتُ مِنْ مَقَالَتِهِ تِلْكَ إِلَى يَوْمِي هَذَا وَاللَّهِ لَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُكُمْ شَيْئًا أَبَدًا

“Mereka berkata: “Sesungguhnya Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadits, dan di sisi Allah ada janji.” Mereka berkata: “Kenapa muhajirun dan anshar tidak menyampaikan hadits seperti hadits-haditsnya.” Sesungguhnya para saudaraku yang muhajirin tersibukkan dengan kesepakatan dagang di pasar-pasar, dan saudaraku yang anshar tersibukkan dengan pekerjaan harta (pertanian, peternakan) mereka. Dan adalaah orang yang miskin, aku terus mendamingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan tenang dengan kondisi perutku, maka aku hadir di saat orang-orang pada absen, aku menghafal di saat mereka terlupa. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada suatu hari: “Tidak seorangpun dari kalian yang menghamparkan pakaiannya sampai aku menyelesaikan ucapanku ini kemudian dia melipatnya ke dadanya terlupa akan ucapanku selamanya meski sedikit.” Maka aku menghamparkan pakaianku yang bergari dan tidak ada yang melekat padaku kecuali itu sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan sabdanya, kemudian aku melipatnya ke dadaku. Maka demi Dzat yang mengutus beliau dengan al-haq tidaklah aku lupa akan sabda beliau itu sampai hari ini. Demi Allah kalau bukan karena dua ayat dalam kitabullah tidaklah akau menyampaikan hadits kepada kalian meski sedikit selamanya.”
إِنّ الّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيّنَاتِ وَالْهُدَىَ مِن بَعْدِ مَا بَيّنّاهُ لِلنّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـَئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاّعِنُونَ إِلاّ الّذِينَ تَابُواْ وَأَصْلَحُواْ وَبَيّنُواْ فَأُوْلَـئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التّوّابُ الرّحِيمُ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan dari keterangan dan petunjuk setelah Kami terangkan kepada manusia dalam Al-Kitab mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, dan mereka dilaknat oleh para pelaknat. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan menjelaskan, maka mereka itulah yang Aku terima taubat mereka dan adalah Aku Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang.” (Al-Baqarah: 159-160)

Kesungguhan, kegigihan, semangat dan pengorbanan dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, semangat menuntut ilmu itu –wahai saudaraku di jalan Allah Ta’ala-, akan mengantarkan kita kepada hasil yang besar yang kita harapkan.

Dalam Ash-Shahih diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah dia berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ قَالَ ابْسُطْ رِدَاءَكَ فَبَسَطْتُهُ قَالَ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendengar dari engkau hadits yang banyak namun aku melupakannya”. Beliau bersabda: “Hamparkan selendangmu!” Maka aku menghamparkannya. Lalu beliau menciduk dengan kedua tangan beliau kemudian bersabda: “Genggamlah!” Maka aku menggenggamnya maka tidaklah aku lupa sesuatu setelahnya.”

Semangat yang kita butuhkan mengisyaratkan pada penuntut ilmu agar kita memilki kemauan, semangat untuk meraih ilmu yang bermanfaat, selalu dan terus-menerus maka akan datang hasilnya.

Abu Hurairah tidak sebatas hanya memiliki keterusan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keterusan bersama guru itu bisa jadi terjadi selama puluhan atau ratusan kali, namun jika bisa terkumpul antara keterusan bersama guru, kesabaran dan semangat seorang penuntut ilmu akan meraih kebaikan yang banyak bi idznillah.

Dan Abu Hurairah berkumpul padanya dua pekara keterusan dan bersabar bersama guru dan semangat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi saksi akan semangatnya mencari ilmu. Dalam Ash-Shahih dari hadits Abu Hurairah berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling bahagia dengan syafa’at engkau pada hari kiamat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku telah menyangka wahai Abu Hurairah, tiada seorangpun yang bertanya akan hadits ini sebelum engkau, karena apa yang aku lihat akan semaangatmu mendapatkan hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat orang yang berkata: “Tiada ilah yang benar kecuali Allah” secar ikhlas dari kalbunya atau dari dirinya.”

Demikian terjadi pada banyak shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wa radhiyallahu ‘anhum. Bersungguh-sungguh, semangat dan berkorban.

Berikut terjemah Al-Qur’an dan tinta dari tinta-tinta umat ini yaitu Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akannya:
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ، وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

“Ya Allah dalamkanlah pemahamannya dalam agama ini dan ajarkan padanya tafsir.”

Yaitu dengan Allah Ta’ala menambahkan kepadanya ilmu dan hikmah, dan dia tidaklah hanya bersandar kepada do’a nabawy ini lalu duduk di rumahnya. Bahkan dia semangat dan bersungguh-sungguh dan begadang (demi ilmu) sampai dia menjadi ulama besar islam, mendalam dalam fiqih, tafsir, aqidah, bahasa dan ilmu nasab, serta tentang hari-hari arab dan selan itu.

Dari mana Ibnu ‘Abbas mendapatkan ilmu yang luas ini? Terwujud padanya do’a nabawiyah, Allah mengabulkan do’a nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Ibnu ‘Abbas juga Allah menolongnya untuk mengejar ilmu dan semangat meraihnya, memanfaatkan waktu dan kesempatan sedang dia berada di zaman yang penuh menuntut ilmu yaitu zaman pembesar shahabat. Ada Abu Bakar orang terbaik umat ini setelah nabinya, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu Mas’ud, Ubay, Mu’adz dan mereka-mereka para ulama besar.

Dan hal itu tidak memalingkan Ibnu ‘Abbas dari menuntut ilmu sebagaimana terkadang terjadi pada sebagian kita. Ketike melihat adanya ulama besar dan bahwa Allah Ta’ala telah memberikan manfaat dengan mereka pada umat, negara dan masyarakat, lalu dia minder dan meremehkan dirinya -dan pantas baginya untuk meremehkan dirinya- namun peremehan dirinya ini bukn pada tempatnya. Dia meremehkan dirinya kemudian menyebabkan dirinya tidak berusaha meraih ilmu dan berkata: Alhamdulillah.

Wahai saudaraku, ulama boleh jadi sekarang hidup, namun bisa jadi besok meninggal, dan harus ada orang yang menggantikan mereka pada umat ini dalam ilmunya. Jika penghamba dunia semangat untuk mengadakan orang yang mengganti posisi mereka dalam semua bidang, dalam ketentaraan, penerbangan, kedokteran, dan teknologi sampai tingkatan sihir sekalipun diperhatikan, sebagaimana dalam hadits yang shahih dalam kisah anak dengan penyihir dan raja.

Lalu bagaimana dengan ilmu syari’at, jika tidak ada perhatian dari umat, maka ia akan hilang dan habis tidak akan tersisa lagi silsilah sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu ‘Abbas di dalam hadits yang masyhur di sisi kalian tidaklah bersandar dan menyerah, namun dia melihat dengan pandangan yang jauh ke depan. Ad-Darimy meriwayatkan, dan Ahmad dalam Al-Fadha’il, dan Ibnu Sa’d dan selain mereka dari hadits Ibnu ‘Abbas dia berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat aku berkata kepada seorang pemuda anshar: “Marilah wahai fulan, kita menuntut ilmu. Sesungguhnya para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup”. Dia menjawab: “Sungguh aneh engkau wahai Ibnu ‘Abbas, engkau lihat manusia butuh kepadamu sementara di antara mereka ada shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu ‘Abbas berkata: “Maka aku tinggalkan dia dan aku mengejar menuntut ilmu, jika ada hadits yang sampai kepadaku dari seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia telah mendegarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku datangi dia dan aku duduk di depan pintu rumahnya lalu angin menrepa wajahku. Lalu shahabat tersebut berkata kepadaku: “Wahai anak paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang membuatmu datang kemari? Apa kebutuhanmu?” Aku katakan: “Suatu hadits sampai kepadaku yang engkau riwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka dia berkata: “Tidakkah engkau utus seseorang kepadaku?” Maka aku katakan: “Aku yang lebih pantas untuk mendatangimu.” Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata: “Maka orang anshar tadi masih dlam kondisinya sehingga manusia berkumpul kepadaku, makaa dia berkata: “Pemuda ini lebih berakal dari pada aku.”

Kenapa demikian? Karena para pembesar dari shahabat (yang anshary tadi beralasan dengan keberadaan mereka), mereka itu meninggal.
{ إِنّكَ مَيّتٌ وَإِنّهُمْ مّيّتُونَ }

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mengalami kematian dan mereka juga akan mati.” (Az-Zumar: 30)

Kematian mesti datang kepada setiap jiwa, berapapun umur seseorang, mesti dia akan sampai pada kematian. Kesungguhan ini pada diri Ibnu ‘Abbas pada dirinya bersama para muridnya. Demikian pula yang kita contoh dari ulama dan masyayikh kita, mereka bersungguh-sungguh pada diri mereka dan mereka semangat untuk mendorong murid-murid mereka. Demikian pula Ahlus sunnah di setiap tempat berada dalam koridor nasehat ini untuk diri mereka, saudara mereka dan murid mereka.
(Bersambung ke bagian 3)

Sumber:

http://thalibmakbar.wordpress.com/2010/06/10/semangat-salaf-ilmu-02/

Semangat Salaf Dalam Thalabul Ilmi (Bag I)


Semangat Salaf Dalam Thalabul Ilmi (Bag I)



Oleh: Asy Syaikh Abdurrahman Al Adeni – hafizhahullah-

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران – الآية: 102

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا }سورة: النساء – الآية: 1.

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا} سورة: الأحزاب- الآية: 70, 71.

أما بعد ، فان اصدق الحديث كتاب الله تعالى ، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم ، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار

Wahai saudaraku di jalan Allah Ta’ala,

Pertama kita hendaknya memuji Allah ‘Azza wa Jalla yang telah memudahkan kita untuk berkunjung kepada saudara kami –hafizhahumullah- dari para masyayikh, penuntut ilmu dan ikhwah secara umum di ma’had yang penuh barakah ini. Dan kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar menjadikan kita dan ikhwah semuanya termasuk orang saling mengunjungi saudaranya karena Allah Ta’ala, berhubungan karenaNya dan saling mencintai karenaNya Ta’ala. Maka ini merupaka nikmat yang sangat besar dan agung yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada umat islam dan kepada ahlus sunnah, bahwa tidaklah mereka saling berhubungan dan saling mencintai kecuali karena Allah Ta’ala. Dan Nabi Shallallahu ‘alihi wa salam bersabda sebagaimana diriwayatkan An-Nasa’i dan Abu Ya’la dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-;

إن من عباد الله عباداً يغبطهم الأنبياء والشهداء ، ليسوا بأنبياء ولا شهداء ، قالوا صفهم لنا يا رسول الله لعلنا نحبهم ، قال: هم قوم تحابوا من غير أرحام ولا انساب ، وجوههم من نور على منابر من نور لا يخافون يوم يخاف الناس ولا يحزنون يوم يحزن الناس ، ثم تلى النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم قول الله عز وجل: { أَلآ إِنّ أَوْلِيَآءَ اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ الّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتّقُونَ }سورة: يونس – الآية :62 , 63

“Sesungguhnya dari hamba Allah ada hamba-hamba yang ingin keadaan mereka seperti para nabi dan syuhada’, dan mereka bukan para nabi dan syuhada’. Mereka berkata: “Sebutkan cirri-cirinya kepada kami wahai Rasulullah”. Beliau berkata: “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai bukan karena hubungan rahim bukan pula nasab, wajah-wajah mereka dari cahaya di atas mimbar-mimbar dari cahaya, mereka tidak takut pada hari yang manusia merasa takut, mereka tidak sedih pada hari yang manusia merasa sedih”. Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka bersedih, mereka adalah orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa.”

Kemudian kita juga berterima kasih kepada Fadhilah Asy-Syaikh Abu Nashr Muhammad Al-Imam –hafizhahullah ta’ala- semoga Allah Ta’ala memberikan barakah pada beliau, pada ilmunya, perjuangannya, keluarganya dan anak-anaknya. Dan kita memohon kepada Allah –tabaraka wa ta’ala- agar menjadikan kita dan sekalian ikhwah kita termasuk penolong al-haq dan penyeru kepada petunjuk. Dan kita berterima kasih kepada beliau akan kunjungan beliau saudara beliau dan anak didik beliau. Maka kita memohon kepada Allah Ta’ala agar membalas beliau dengan sebaik-baik balasan.

Wahai sekalian ikhwah fillah,

Pada kesempatan ini kami mengingatkan diri-diri kami dan segenap ikhwah dengan besarnya nikmat Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita, yang mana Allah telah menunjuki kita kepada agamaNya dan memberikat kita taufiq kepada sunnah Rasulillah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka ini merupakan seutama-utama nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada kepada hamba-hambaNya yang muslim, yaitu menunjuki mereka agamaNya dan menjadikan mereka termasuk pengikut RasulNya Muhammad Shallalllahu ‘alaihi wa salam. Allah Ta’ala menutup nikmat ini dari sekian banyak orang dan dari jutaan manusia, mereka tidak mendapatkan taufiq untuk merengkuhnya dan tidak menunjuki mereka untuk meniti jalannya, kemudia Allah Ta’ala memilihmu dan mengutamakanmu sehingga engkau menjadi hambaNya yang shalih. Dan Allah Ta’ala mengingatkan kita dalam kitabNya Al-Karim dengan kebaikan dan keutamaan ini, Allah Ta’ala berfirman;
{ وَاذْكُرُوَاْ إِذْ أَنتُمْ قَلِيلٌ مّسْتَضْعَفُونَ فِي الأرْضِ تَخَافُونَ أَن يَتَخَطّفَكُمُ النّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيّدَكُم بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مّنَ الطّيّبَاتِ لَعَلّكُمْ تَشْكُرُونَ}

“Dan ingatlah disaat kalian berjumlah sedikit lagi lemah di muka bumi, kalian takut akan disambar oleh manusia lalu Allah melindungi kalian dan mengkokohkan kalian dengan pertolonganNya dan Allah merizkikan kepada kalian perkara-perkara yang baik agar kalian bersyukur.” Al-Anfal: 26

Qatadah -rahimahullah- berkata: “Dahulu masyarakat Arab ini merupakan masyarakat yang paling hina, paling sulit kehidupannya, paling lapar perutnya, paling telanjang kulitnya dan paling jelaas kesesatannya, siapa yang hidup dari mereka hidup dalam kekerasan, siapa yang mati dari mereka dihempaskan dalam neraka sampai Allah mendatangkan islam, maka Allah Ta’ala mengokohkan mereka dengannya di semua negeri, meluaskan rizki bagi mereka dengannya, dan Allah Ta’ala menjadikan mereka penguasa di atas sekalian manusia”.

Kita harus memuji Allah Ta’ala atas semua itu, umat ini tidak memiliki nilai dan harga di tengah-tengah umat yang lain. Maka ketika Allah Ta’ala menginginkan untuk meninggikan kalimatnya dan mengangkat kepalanya Allah Ta’ala mengutus kepadanya rasul yang membawa petunjuk yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam.
{لَقَدْ مَنّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مّنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكّيهِمْ وَيُعَلّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مّبِينٍ }

“Sungguh Allah telah menganugerahkan kepada kaum mukminin ketika Allah mengutus pada mereka seorang rasul dari diri mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Meskipun mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Ali-’Imran: 164

“Kesesatan yang nyata” berupa kesesatan kesyirikan, khurafat dan kebid’ahan. Maka Allah Ta’ala menyelamatkan mereka dengan nabiNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam. Allah Ta’ala menyatukan mereka dengannya setelah terjadi perpecahan memuliakan mereka dengannya setelah kehinaan, mengkayakan mereka setelah kemiskinan dan menunjuki mereka dengannya setelah tersungkur dalam kesesatan, kekufuran dan penyimpangan.

Maka ini adalah nikmat yang besar yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada kita. Tidaklah berlangsung kecuali beberapa saat dan sedikit tahun tiba-tiba dibukakan bagi umat ini negeri-negeri di bagian timur dan barat. Jadilah ia sebaik-baik umat dan umat terkuat dan termulia yang sebelumnya mereka hanyalah penggembala onta, sapid an domba. Tidaklah ia kecuali saat yang sebentar jadilah mereka seperti yang kalian dengar. Apa sebabnya?

Sebabnya adalah agama ini (islam), agama yang agung ini, agama yang penuh keutamaan dan kebaikan. Agama yang di saat salaf shalih berpegang teguh dengannya Allah Ta’ala memuliakan mereka dan mengangkat derajat dan kemuliannya. Demikian pula umat yang sekarang jika mereka kembali kepada agama mereka dan berpegang teguh dengan kitab Rabbnya dan sunnah nabinya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam niscaya akan terwujud bagi mereka apa yang Rabb mereka janjikan dalam kitabNya dan lisan nabiNya. Allah Ta’ala mengabarkan dalam kitabNya bahwa masa depan adalah bagi agama ini dan kesudahan yang baik adalah bagi hambaNya yang bertakwa sebagaimana Allah Ta’ala firmankan;
{هُوَ الّذِيَ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىَ وَدِينِ الْحَقّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدّينِ كُلّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ }

“Dialah yang mengutus rasulNya dengan petunjuk dan agama yang benar agar Dia menampakan agama ini atas sekalian agama, meskipun orang-orang musyrik itu tidak suka.” At-Taubah: 33

Demikian juga Allah Ta’ala berfirman;
{ وَعَدَ اللّهُ الّذِينَ آمَنُواْ مِنْكُمْ وَعَمِلُواْ الصّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكّنَنّ لَهُمْ دِينَهُمُ الّذِي ارْتَضَىَ لَهُمْ وَلَيُبَدّلَنّهُمْ مّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَـَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ}

“Allah telah menjajikan bagi orang-orang yang beriman dari kalian dan beramal shalih bahwa Allah akan benar-benar menguasakan mereka di muka bumi sebagaimana Allah telah menguasakan umat sebelum mereka, dan Allah akan benar-benar mengkokohkan agama mereka yang Dia telah ridhai bagi mereka, dan Allah benar-benar akan menggantikan bagi mereka ketakukan menjadi rasa aman, (jika) mereka beribadah kepadaku dan tidak menyekutukan aku dengan sesuatupun. Dan siapa yang kufur setelah itu maka mereka itulah orang yang fasiq.” An-Nur: 55

Dan Allah Ta’ala berfirman;
{وَلَيَنصُرَنّ اللّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنّ اللّهَ لَقَوِيّ عَزِيزٌ }

“Dan Allah benar-benar akan menolong orang yang menolongNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” Al-Haj: 40

Dan Allah Ta’ala berfirman;
{يَأَيّهَا الّذِينَ آمَنُوَاْ إِن تَنصُرُواْ اللّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبّتْ أَقْدَامَكُمْ}

“Wahai oang-orang yang beriman, jika kalian menolong Allah maka Allah akan menolong kalian dan mengkokohkan kaki-kai kalian.” Muhammad: 7

Demikian pula janji yang ada dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda;
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا

“Sesungguhnya Allah mengumpulkan bagiku bumi ini maka aku bias melihat bagian timur dan baratnya, dan sesungguhnya umatku akan sampai kekuasaannya pada apa yang dikumpulkan bagiku darinya.”

Kalau begitu, agama ini akan sampai kepada setiap tempat, memasuki setiap rumah sebagaimana dalam hadits Tamim Ad-Dary yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam;
لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الأَمْرُ مَا بَلَغَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَلا يَتْرُكُ اللَّهُ بَيْتَ مَدَرٍ وَلا وَبَرٍ إِلا أَدْخَلَهُ اللَّهُ هَذَا الدِّينَ بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ عِزًّا يُعِزُّ اللَّهُ بِهِ الإِسْلَامَ وَذُلا يُذِلُّ اللَّهُ بِهِ الْكُفْرَ

“Benar-benar perkara ini akan sampai pada apa yang malam dan siang sampai padanya. Dan Allah tidak akan meninggalkan rumah perkotaan dan tidak pula pedesaan kecuali Allah memasukkan padanya agama ini dengan membawa kemuliaan bagi orang mulia dan membawa kehinaan bagi orang yang hina. Kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan islam dan kehinaan yang dengannya Allah menghinakan kekufuran.”

Allah Ta’ala tidaklah meninggalkan sebuah rumahpun, sama saja dari tanah liat, atau dari batu, atau dari kayu, atau dari bulu onta kecuali Allah Ta’ala memasukkan padanya agama ini. Akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa janji ini tidak akan terwujud kecuali jika umat ini kembali kepada agamanya, pemimpinnya, rakyatnya, masyarakatnya, keluarganya dan individunya. Allah Ta’ala tidaklah menghadiahkan pertolongan ini kecuali pada orang yang berhak menerimanya. Dan orang yang berhak atsanya adalah orang yang istiqamah di atas agamaNya dan syari’atNya, dan mereka berpegang teguh dengan kitabNya dan sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa salam dalam seluruh perkara kehidupannya. Dalam perkara keyakinan, ibadah, mu’amalah, adab, akhlak, cara hidup, jalan hidup, dakawah dan juga dalam perkara pendidikan. Mereka itulah orang yang dicalonkan dan pantas mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala.

Dan ini sebagaimana juga diketahui, tidak mungkin terwujud kecuali jika ditemukan pada umat ini ukuran yang cukup dari kalangan ulama yang rabbany, ulama yang dalam ilmunya pemilik pandangan yang lurus, pemilik sifat wara’, zuhud dan pengalaman, yang mampu membedakan antara kemaslahatan dan kerusakan, membedakan antara manfaat dan madharat. Jika ada orang seperti mereka itu yang membimbing umat berdasarkan al-kitab dan as-sunnah dan mengembalikan umat kepada agama yang agung ini dan bias membawa umat untuk berpegang teguh dengan sunnah nabi pilihan Shallallahu ‘alaihi wa salam, maka diharapkan setelah itu akan terwujud pada mereka pertolongan Allah Ta’ala yang Allah ta’ala janjikan bagi mereka dalam kitabNya dan lisan RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa salam.

Dan ini sebagaimana diketahui juga menuntut dari umat ini adanya perhatian dan semangat, penyempatan dan pengorbanan dalam meraih ilmu yang bermanfaat ini, juga dalam menyebarkan ilmu yang bermanfaat ini ke tengah-tengah masyarakat kaum muslimin. Memenuhi kesempatan manusia dan pikira mereka. Yang mana dengannyaa umat akan membedakan mana petunjuk dan mana kesesatan, membedakan antara kesyirikan dan tauhid, antara sunnah dan bid’ah, antara manfaat dan madharat, antara penyimpangan dan petunjuk. Maka harus ada kadar ulama yang seperti ini, dan ini tidaklah akan terwujud kecuali dengan adanya perjuangan, pengorbanan dan penerimaan secara menyeluruh dari generasi umat ini akan ilmu yang bermanfaat ini yang mana ia adalah warisan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
(bersambung ke bagian 2 -insya ALLAH-)

Sumber:

http://thalibmakbar.wordpress.com/2010/05/20/semangat-salaf-menuntut-ilmu/