9/16/07

KAIDAH FIQHIYYAH bag - 5

KAIDAH KESEBELAS

والأصل في عاداتنا الإباحة حتى يجيء صارف الإباحة
Wal aslu fi 'aadaatinal ibaahati hatta yajii u sooriful ibahah
Artinya : dan hukum asal dalam kebiasaan ( adat istiadat ) adalah boleh saja sampai ada dalil yang memalingkan dari hukum asal.
هذه القاعدة من القواعد المندرجة تحت قاعدة "اليقين لا يزال بالشك". والمراد بالعادات: ما لا يتقرب به الإنسان، ويتعبد به. ويراد بالإباحة: الإذن في فعل الشيء، وفي تركه.ويدل على هذه القاعدة -أن الأصل في العادات الإباحة- عدد من النصوص الشرعية، منها قول الله - عز وجل - { هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا } (سورة البقرة آية : 29)
Kaidah ini termasuk dalam ruang lingkup pembahasan kaidah "hal yang pasti diyakini tidak gugur dengan keraguan ( "اليقين لا يزال بالشك")
Adapun yang dimaksud dengan kebiasaan ((العادات adalah : apa saya yang dilakukan seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari bukan untuk mendekatkan diri kepada allah dan bukan merupakan ibadah, dalam syarahnya as syeikh ubaid al jabiri dikatakan ((العادات jamak dari kata : عادة adapun maknanya : ما اعتاده الناس apa saya yang biasa di kerjakan dan dilakukan oleh manusia, dan setiap kaum, kabilah , masyarakat dan negara memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda, dan hukum asal dari kebiasaan adat istiadat adalah boleh selama tidak menyelisihi hukum syar'ii, ( pent.) adapun yang dimaksud dengan boleh ( الإباحة) adalah : boleh mengerjakan sesuatu ataupun meninggalkannya.
Adapun dalil dari kaidah ini adalah beberapa nash-nash syar'ii diantaranya
Dalil dari al qur'an
firman Allah SWT : { هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا } (سورة البقرة آية : 29)
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ( QS al baqarah : 29 )
Firman allah SWT :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ (15)
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. ( QS al mulk : 15 )
Firman Allah SWT :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik ( QS al a'raf: 32 ) . dari ayat ini kita dapat mengambil faedah bahwasanya hukum asal perhiasan serta apa saya yang allah anugerahkan buat hambanya adalah boleh dan halal.
Dalil dari as sunnah
الحلال ما أحله الله و الحرام ما حرمه الله وما سكت عنه فهو عفو ( حديث رواه أبو داود في كتاب الأطعمة باب ما لم يذكر تحريمه حديث رقم : 3800 و قال الشيح الألباني : صحيح الإسناد )
" sesuatu yang halal itu adalah apa yang dihalalkan allah dan sesuatu yang haram apa-apa yang diharamkan allah , adapun sesuatu yang didiamkanNYA adakah dimaafkan ( HR abu dawud kitab " al ath'imah bab: apa saja yang tidak disebutkan pengharamanya hadist no : 3800 dan berkata as syeikh al albani : shahih sanadnya)
وهذه القاعدة كما تنفي التحريم تنفي الوجوب أيضا، فالعادات الأصل فيها أنها مباحة، ليست بواجبة، وليست بمحرمة؛ لأن صرف الإباحة قد يكون بدليل يطلب الفعل، وقد يكون بدليل يطلب ترك الفعل، ومن الأدلة على هذه القاعدة قول النبي - صلى الله عليه وسلم - " إن من أعظم المسلمين جُرما من سأل عن شيء لم يحرم، فحرم من أجل مسألته " كما في الصحيح،
Dalam kaidah ini menunjukkan tidak adanya keharaman atau larangan maka menunjukkan pula tidak adanya perintah wajib untuk melakukannya, karena semua kebiasaan manusia adalah boleh-boleh saja dilakukan, dan tidak wajib dan tidak pula haram dan ataupun dilarang, adapun yang memalingkan dari hukum asalnya ada kalanya dalil tersebut merupakan perintah untuk mengerjakan, dan ada kalanya dalil tersebut merupakan larangan untuk mengerjakannya, dan termasuk dalil dari masalah ini adalah sabda rasulullah SAW : " sesungguhnya paling besar dosanya seorang muslim adalah orang yang bertanya sesuatu yang tidak ada pengharamannya, kemudian dia mengharamkanya karena demi suatu masalahnya." Sebagaiaman dalam kitab shahih.
وقول المؤلف هنا: "حتى يجيء صارف الإباحة" يعني: إذا ورد دليل من الشارع يدل على: أن العادة ليست مباحة، وإنما هي محرمة، فإنه يعمل بهذا الدليل، ولا يعمل بقاعدة "الأصل في العادات الإباحة". وهذا يدلنا على أن الشريعة قد شملت جميع أفعال العباد بالأحكام . وليست الشريعة خاصة بالمساجد -بدور العبادة- وبالعبادات فقط، بل الشريعة شاملة عامة، تشمل جميع أفعال المكلفين، سواء ما كان منها عادة، أو ما كان عبادة، وهذا من فضل الله - عز وجل - علينا بهذه الشريعة.
Adapun makna sampai ada dalil yang memalingkan hukum asalnya yang mubah
( ("حتى يجيء صارف الإباحة" adalah : jika ada suatu dalil syar'ii yang menunjukkan bahwasanya kebiasaan tersebut adalah dilarang maka kita mengamalkan dalil tersebut, dan tidak mengamalkan kaidah tersebut
"الأصل في العادات الإباحة" dan ini menunjukkan bahwasanya syari'at islam ini mencakup semua perbuatan hambanya dan perbuatan tersebut ada hukum-hukumnya, dan bukanlah syari'at islam ini hanya khusus berputar disekitar masjid dan hanya membahas masalah ibadah saja, akan tetapi syari'at islam ini mencakup semua perkara secara umum, dan mencakup semua perbuatan hambanya baik hal itu adalah adat kebiasaan ataupun masalah ibadah, dan ini merupakan keutamaan yang Allah limpahkan kepada kita dengan syari'atnya.

KAIDAH KE DUA BELAS

الأصل في العبادات التحريم
Al aslu fil ibaadari at tahrim

( hukum asal ibadah adalah haram )

Dalam mandhumah qowaidil fiqhiyyah nya as syeikh as sa'dhiy dikatakan:
وليس مشروعا من الأمور غيرُ الذي في شرعنا مذكور
Walaisal masru'an minal umuri ghoirul ladhi fi syar'inaa madhkurun

( dan semua perkara agama yang tidak ada dalam syari'at kita maka itu bukanlah syari'at islam )
sebagaian ulama mengungkapan kaidah ini dengan redaksi yang berbeda diantaranya:
الأصل في العبادات الحظرالا بنص
Al aslu fil ibaadaati al khatri illa binassin
( hukum asal dalam semua ibadah adalah haram kecuali ada nash yang mensyariatlannya)
Dalam mulakhos qowaidul fiqhiyyah as syeikh al usaimin yang di ringkas oleh abu humaid abdullah al falasy dikatakan dalam kaidah ke empat belas:
القاعدة الرابعة عشرة: الأصل في العبادات المنع.
Hukum asal dalam semua ibadah adalah dilarang.
هذا فيه قاعدة: الأصل في العبادات التحريم. فلا يجوز للإنسان أن يتعبد لله - عز وجل - بعبادة، إلا إذا ورد دليل من الشارع بكون تلك العبادة مشروعة. ولا يجوز لنا أن نخترع عبادات جديدة، ونتعبد الله - عز وجل - بها، سواءً عبادة جديدة في أصلها، ليست مشروعة، أو نبتدع صفة في العبادة ليست واردة في الشرع، أو نخصص العبادة بزمان أو مكان .
Dalam mandhumah diatas terdapat kaidah : hukum asal dalam peribadatan adalah haram, maka tidak boleh bagi siapaun untuk beribadah kepada allah SWT dengan suatu ibadah kecuali ada dalil dari al qur'an dan as sunnah yang mensyariatkan ibadah tersebut, dan tidak boleh bagi kita untuk membuat suatu bentuk ibadah-ibadah yang baru dan kita beribadah kepada allah dengannya, baik dalam bentuk ibadah yang baru yang kita ada-adakan dan tidak ada syari'atnya, atau menambah bentuk ibadah yang ada dengan sifat dan tata cara yang tidak ada contohnya dalam syari'at, atau kita mengkhusukan suatu ibadah pada waktu tertentu dan tempat tertentu yang tidak ada dalilnya dari al qur'an dan as sunnah.
كل هذا من البدع المحرمة في الشريعة، ودليل تحريم البدع، وعدم جواز التعبد -عبادة الله - عز وجل - بها- قوله سبحانه: { قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ } (آل عمران : 31) فالأصل الاتباع. وقوله -جل وعلا-: { وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ } (الأعراف : 158.) وقوله سبحانه: { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ } (سورة الأحزاب آية : 21) وقوله - عز وجل - { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ } (سورة الشورى آية : 21) .
Karena semua perkara ibadah yang tidak ada perintah dan dalil syar'ii merupakan bid'ah dan semua perkara bid'ah dalam agama hukumnya haram , adapun dalil yang melarang bid'ah dan tidak boleh beribadah kepada allah dengan suatu ibadah yang baru diantaranya all
Dalil dari al qur'an :
{ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ } (آل عمران : 31)
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." ( QS ali imran : 31) dalam ayat ini di perintahkan bagi kita untuk mengikuti ( itiba') rasulullah SAW .
وقوله -جل وعلا-: { وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ } (الأعراف : 158.)
dan ikutilah Dia ( muhammad ) supaya kamu mendapat petunjuk".( QS al a'raf : 158 )
وقوله سبحانه: { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ } (الأحزاب آية : 21)
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ( QS al ahzab:21 ).
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.( QS al hasr : 7).
وقوله - عز وجل - { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ } (الشورى آية : 21)
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? ( Qs as suura': 21 )
فالتشريع حق خاص بالله - عز وجل
Maka membuat syari'at dalam agama merupakan hak khusus bagi allah semata,

Dalil dari sunnah من السنة حديث عائشة الصحيح: " من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه، فهو رد ( متفق عليه )
Di riwayatkan oleh aisyah RA : rasulullah bersabda : barang siapa yang mengada-adakan dalam perkara agama kami yang tidak ada perintahnya maka perkara tersebut tertolak ( HR bukhari dalam kitab : as shulhu, hadist no : 2697 dan muslim dalam kitab aqdhiyyah hadist no : 1718)
" وفي رواية: " من عمل عملا ليس عليه أمرنا، فهو رد "
Dalam riwayat lain dikatakan : " barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami ( allah dan rasulnya ) maka amalan tersebut tertolak.

وفي حديث العرباض أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة " كما في النسائي .
Dan dalam hadist yang di riwayatkan oleh irbadh bin syari'ah, bahwasanya rasulullah bersabda: dan berhati-hatilah kalian dari perkara –perkara yang baru dalam agama,karena sesunggunya semua perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat ( lihat sunan nasa'i )
إذا تقرر ذلك، فإن هذه القاعدة قاعدة عظيمة، تحصل بها حماية الشريعة من التحريف والتبديل. فإنه لو قيل بجواز اختراع عبادات جديدة، لكان ذلك وسيلة إلى تبديل الشريعة، ووسيلة إلى وصف الشريعة بكونها ناقصة، وأننا نأتي نكملها ونزيد فيها، ووسيلة إلى الطعن في كون النبي - صلى الله عليه وسلم - خاتما للأنبياء والرسل.
Maka jika kita sudah mengetahui yang demikian itu , sesungguhya kaidah inu meruoakan kaidah yang sangat agung, dimana kaidah ini merupakan kaidah untuk menjaga syari'at ini dari penyelewengan dan perubahan, karena jika dikatakan boleh membuat dan mengada-ada dalam ibadah sungguh yang demikian itu merupakan sarana dan jalan untuk menganti dan merubah syari'at islam, dan menyebabkan suatau keyakinan bahwasanya : agama dan syari'at islam belum sempurna , dan kita datang dengan ibadah yang beru tersebut sebagai pelengkap dan penyempurna agama ini, dan yang demikian itu merupakan cercaan kepada nabi muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul dan menyatakan bahwasanya nabi muhammad menyembunyikan syari'at, padahal allah telah berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ( المائدة:3 ) .
pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. ( al maidah : 03 )
kaidah ini merupakan kebalikan dari kaidah sebelumnya (الأصل في العادات الإباحة ) hukum asal dalam kebiasaan adalah boleh dan mubah, namun maksud dan tujuan nya adalah satu , kalo dalam adat dan kebiasan harus mengemukakan dalil dalam pengharamnya, sedang dalam perkara ibadah harus mengemukakan dalil dalam perintah dan syariatnya
ومن أمثلة العبادات غير المشروعة: ما يفعله بعض الناس من التقرب لله - عز وجل - بالتصفيق أو بالرقص والغناء، هذه إذا فُعلت على جهة العبادة تكون بدعة مخالفة للشريعة. ومثل الاحتفال برأس السنة، أو الاحتفال بالمولد النبوي، ومثل ذلك أيضا: إذا كان العمل لم يرد فيه إلا دليل ضعيف، فإنه يحكم بكونه بدعة؛ لأنه لا يصح تقرير عبادة جديدة بواسطة الحديث الضعيف. مثل الحديث الوارد في صلاة التسبيح .
Adapun contoh-contoh ibadah yang tidak ada syari'atnya diantaranya: apa yang di lakukan oleh sebagain orang dalam rangka beribadah mendekatkan diri kepada allah SWT dengan cara : bertepuk tangan, sambil berjoget dan menari, dan mendendangkan nyanyian ( seperti yang dilakukan oleh kaum sufi ) , maka hal yang demikian itu jika dimaskudkan dengan tujuan ibadah, maka hal tersebut adalah bid'ah dan menyelisihi syari'at.contah lainya adalah : perayaan tahun baru, atau peraaan maulid nabi, atau suatu ibadah denagn dalil hadist dhoif, maka hal itu di hukumi sebagai bid'ah, karena tidak boleh menetapkan suatu ibadah yang baru dengan dalil haidst dhaif, seperti hadist tentang shalat tasbih.
وإذا نذر الإنسان عبادة غير مشروعة، فإن نذره لا ينعقد، ولا يجب عليه الوفاء بذلك النذر، ولا يجب عليه كفارة. ودليل ذلك أن النبي - صلى الله عليه وسلم - رأى رجلا واقفا في الشمس فسأل عنه فقيل: هذا أبو إسرائيل. نذر أن يقوم في الشمس، ولا يقعد ولا يستظل، وأن يصوم. فقال النبي - صلى الله عليه وسلم - " مروه أن يقعد ويستظل، وأن يتم صومه " فأمره بالوفاء بنذر العبادة المشروعة، وهو الصوم، ونهاه عن الوفاء بنذر العبادة غير المشروعة، وهي الوقوف وعدم الاستظلال، ولم يأمره بالكفارة.
Contoh lain , jika seseorang bernadhar dengan suatu ibadah yang tidak ada syari'atnya maka nadharnya tidak boleh di yakini dan tidak boleh melaksanakan nadhar tersebut, dan tidak wajib baginya kafarah ( membayar denda) adapun dalilnya: bahwasanya rasulullah SAW melihat seorang laki-laki berdiam diri dengan berdiri dibawah terik matahari, maka rasulullah bertanya tentangnya, maka dikatakan kepada belaiu: dia itu adalah abu israil, dia bernadhar akan untuk berdiam diri dibawah terik matahari, tidak duduk dan tidak berteduh sambil berpuasa, maka rasulullah berkata: perintahkan kepadanya untuk duduk dan berteduh ( membatalkan nadharnya) dan boleh melanjutkan puasanya, dan rasulullah melarang dari melaksanakan nadhar ibadah yang tidak ada perintah dari syariat, yaitu berdiri dan tidak berteduh, dan rasulullah tidak memrintahkan untuk mengantinya dengan kafarah.
إذا تقرر ذلك، فقد يأتي الفعل غير المشروع زيادة على الفعل المشروع، فيكون أصل الفعل مشروعا، ولكن الزيادة ليست مشروعة، فحينئذ الزيادة لا شك أنها باطلة. ولكن هل تعود على أصل الفعل بالإبطال؟ نقول: الأفعال على صنفين:
الصنف الأول: ما تكون الزيادة متصلة بالمزيد عليه، فحينئذ تبطله الزيادة، تبطل المزيد عليه.مثال ذلك: من صلى الظهر خمس ركعات، فإن صلاته كلها باطلة؛ لأن الركعة الزائدة متصلة بالأربع النوع الثاني: زيادة منفصلة، فحينئذ لا تعود على أصل الفعل بالإبطالمثال ذلك: من توضأ أربع مرات أربع مرات ، فالمرة الرابعة بدعة، لكن لا تعود على الغسلات الثلاث بالإبطال؛ لكونها منفصلة عنها. نعم.
Dari penjelasan diatas maka ada suatu pembahasan yaitu : menambah dalam ibadah yang disyariatkan dengan perkara yang tidak ada syari'atnya, maka tidak diragukan lagi tambahan tersebut bathil, namun apakah ibadah tersebut menjadi batal dan tidak syah dan kita harus mengulangnya lagi , maka di sana ada dua pembahasan :
Pertama : jika tambahan tersebut bersambung lansung dengan ibadah aslinya dan terus berhubungan tanpa ada pemisah maka batallah ibadahnya, misalnya : orang yang sholat dhuhur lima raka'at maka rakaat tambahanya membatalkan sholat tersebut karena satu rakaat tamabahan tersebut bersambung lansung dengan 4 rakaat ibadah asalnya.
Kedua: jika tambahan tersebut terpisah dengan ibadah aslinya maka tidak membatalkan ibadah aslinya dan tidak harus mengulanginya dari awal, misalnya: orang yang berwudhu empat kali empat kali , maka tambahan empat tersebut bid'ah namun tidak membatalakan yang tiga kali yang merupakan ibadah asalnya, karena tambahan tersebut ada jarak dan pemisah dengan ibadah aslinya, atau misal lainya : nadhar dan puasa yang dilakukan oleh abu israil dalam hadist diatas. ( wallahu a'lam bishowab )

KAIDAH FIQHIYYAH bag-4

KAIDAH KESEPULUH :

الأصل في الأبضاع واللحوم والنفس والأموال التحريم
al asli fil abdho'i wal luhumi wan nafsi wal amwaali lit tharim
hukum asal dalam hal perkawinan ( kemaluan ), daging hewan dan jiwa/nyawa dan harta adalah haram

والأصل في الأبضاع واللحوم تحريمها حتى يجيء الحل والنفس والأموال إلا للمعصوم فافهم هداك الله ما يُمل لعلها "ما يَحِلُ" .
Hukum asal perkawinan ( kemaluan ) dan daging ( hewan ) adalah haram sampai ada sebab yang menghalalkanya, begitu juga hukum asal jiwa (kehormatan ) kecuali karena perang maka fahamilah semoga allah memberikan petunjuk terhadap apa yang kamu harapkan ( munkin yang bagus adalah يمل diganti يحل )
الأصل في الأبضاع التحريم. البُضع: قطعة اللحم، في لغة العرب. وفي الاصطلاح يطلق على ثلاثة معان:
Hukum asal dalam hal perkawinan ( kemaluan ) adalah haram , kata البضع ( al budh'u) artinya dalam bahasa arab : adalah potongan daging , adapun arti secara istilah syar'ii mencakup tiga hal :
المعنى الأول: الفرج. ولا شك أن الأصل في الفروج التحريم، فلا تستعمل إلا في ما جاء دليل بحله وجوازه. ودليل ذلك: قول الله - عز وجل - { وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) } (سورة المؤمنون آية : 5-7) .
Makna yang pertama ( البضع ) adalah : الفرج / kemaluan .
Dan tidak diragukan bahwasanya hukum asal dalam hal kemaluan adalah haram, maka tidak boleh memakai dan menjamahnya kecuali ada dalil ( sebab) yang membolehkan dan menghalalkanya untuk menjamahnya, adapun dalilnya adalah :
5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[*]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu[**] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
[*] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan Biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan Ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya ( pent.)
[**] Maksudnya: zina, lesbiaan, homoseksual, dan sebagainya ( pent.)
وجاء في الحديث أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال في النساء: " اتقوا الله في النساء، فإنكم استحللتم فروجهن بكلمة الله " فدل ذلك على أن الأصل في النساء تحريم الفروج، حتى يأتي أمر يحلها، وهو كلمة الله. والمراد بكلمة الله -على الصحيح- عقد النكاح. إلى غير ذلك، من النصوص الواردة في تحريم الأبضاع، بمعنى الفروج .
Dan dalam sebuah hadist , rasulullah bersabda tentang kehormatan perempuan : " bertakwalah kepada allah dalam mempergauli istri-istri kalian , karena sesungguhnya kalian dihalalkan menjamah (menjima') kemaluan istri kalian dengan kalimat allah "
Maka dari hadist ini ( dan ayat sebelumnya pent.) dapat kita ketahui bahwasannya hukum asal perempuan dan kehormatan serta kemaluannya adalah haram sampai ada sebab yang menghalalkannya yaitu dengan kalimat allah, sedang yang dimaksud kalimat allah dalam hadist tersebut – yang benar – adalah : ikatan pernikahan, dan masih banyak lagi dalil-dalil yang lainya dalam al qur'an dan as sunnah yang mengharamkan al abdho' yaitu kemaluan.
المعنى الثاني من معاني ذلك: الجماع. والجماع لازم للفرج، وإذا قررنا أن الأصل في الفروج التحريم، فكذلك في الجماع .
Makna ( البضع / الابضاع ) yang kedua adalah: jima' ( bersetubuh ) sedang jima' itu harus pada kemaluan, maka jika kita hubungkan dengan kemaluan ( penjelasan diatas pent.) adalah haram, maka demikian juga dalam jima' (karena jma' tidak terjadi kecuali pada kemaluan pent.)
والمعنى الثالث: يراد به عقد النكاح، وذهب بعض العلماء إلى أن الأصل في العقود -عقد النكاح- التحريم، كما رأى ذلك السيوطي -في الأشباه والنظائر- وغيره من أهل العلم. وهو ظاهر عبارة المؤلف هنا، وظاهر عبارته في الشرح. وهذا المعنى لا يصح، بل الأصل في عقد النكاح الجواز والحل، حتى يأتي دليل يدلنا على التحريم.
Makna yang ketiga : yang dimaksud البضع adalah ikatan pernikahan, berpendapat sebagaian ulama' bahwasanya hukum asal dalam ikatan pernikahan adalah haram, sebagaimana pendapat as suyuthi dalam kitabnya "al asbaahu wan nadhooiru" dan juga sebagian ahlul ilmi, dan inilah yang nampak dari ungkapan bait syair mualif disini ( as syeikh as sa'dhiy pent ) dan juga apa yang nampak dari syarah / penjelasan bait kaidah tersebut. Maka makna ini kurang benar, bahkan hukum asal dalam ikatan pernikahan adalah adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya.
ودليل ذلك: عدد من النصوص الشرعية، منها قوله -جل وعلا-: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ } ( سورة المائدة آية : 1) ومن ذلك عقد النكاح. فالأصل في العقود الصحة والجواز، حتى يأتي دليل يدل على الفساد، وعدم الصحة.
Adapun dalilnya adalah : beberapa nusus ( nash-nash ) syar'iyyah diantaranya firmannya:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ } ( سورة المائدة آية : 1)
Artinya:1. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[*].
termasuk didalamnya adalah perjanjian dalam pernikahan, maka hukum asal dalam perjanjian tersebut adalah boleh dan syah, sampai ada dalil yang menunjukkan rusak dan batalnya ikatan perjanjian tersebut.
_______________________
[*] Aqad (perjanjian) mencakup: janji setia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya, juga perjanjian dalam pernikahan , perjanjian dalam jual beli ( pent.)
ويدل على ذلك: قوله -جل وعلا-: { حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ..... } (سورة النساء آية : 23) الآية، فإن الله - عز وجل - قد حصر المحرمات، فدل ذلك على أن الباقي على الحل .
Dan menunjukkan hal tersebut firman allah jalla wa'alla : 23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[*]…….. ( an nisa : 23 )
dalam ayat ini sesungguhnya allah membatasi perempaun yang haram di nikahi, maka ini menunjukkan selain yang disebutkan tersebut adalah halaj dan boleh di nikahi
___________________
[*] maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut Jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. ( pent .)

ويدل عليه آخر الآية في قوله - عز وجل - { وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ } (النساء آية : 24) فدل ذلك على أن الأصل في عقد النكاح الجواز والحل، حتى يأتي دليل يغيره .
Dan menunjukkan yang demikian juga adalah firman allah di akhir ayat 24 surat an nisa : 24. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian[*] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina..
Maka ayat ini menunjukkan hukum asal dalam ikatan pernikahan adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang memalingkannya.
______________________
[*] ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat 23 dan 24. ( pent.)
قال: "والأصل في اللحوم التحريم". وهذا مذهب بعض الفقهاء، أن الأصل في اللحوم هو التحريم. ويستدلون على ذلك بحديث عدِي، أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " إذا أرسلت كلبك المعلم، ووجدت معه غيره فقتل، فلا تأكل فإنك لا تدري أيَّهما قتل " ويستدلون على ذلك: بأنه إذا اجتمع في نوع اللحم سبب مُبيح وسبب حاظر، غلب جانب الحظر. كما في البغل، وكما في الطير إذا صيد بالسهم، فوقع في الماء . وقد ورد في ذلك حديث في النسائي .
Adapun perkataanya : "والأصل في اللحوم التحريم". Hukum asal daging hewan adalah haram" ini adalah madhab sebagaian fuqoha', mereka berpendapat bahwasanya hukum asal daging hewan adalah haram, mereka berdalil dengan hadist yang di riwayatkan 'adhiy bin hatim ( pent.) , bahwasanya rasulullah SAW bersabda: " jika kalian berburu dengan anjing yang terlatih, dan kamu dapati bersamanya hewan yang lain dan dia membunuhnya, maka jangan kamu makan, karena sesungguhnya kamu tidak tahu siapa yang saling memyerang dan membunuh." Mereka berdalil dengan hadist ini : bahwasanya jika berkumpul antara jenis daging yang di halalkan dan jenis daging yang berbahaya/haram, maka mengutamakan pendapat daging yang berahaya ( tidak memakan daging yang halal namun tercampur dengan yang haram tersebut pent.) sebagaimana pula kuda/keledai biqol ( peranakan dari kuda dengan keledai pent.) , dan burung yang mati karena dipanah kemudian jatuh di air ( karena tidak jelas apakah matinya karena di panah atau karena tengelam dalam air pent. ) , dan sebagaimana di sebutkan dalam sebuah hadist dalam sunan nasa'i.
Bersangkutan dengan masalah ini ( hal yang mubah bercampur dengan hal yang haram / berbahaya ) ana dapatkan dalam kitab mulakhos qowaid al fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin yang di rinkas oleh as syeikh abu humaid Abdullah al falasiy mengatakan dalam kaidah ke dua puluh satu
القاعدة الحادية والعشرون: إذا اجتمع مباح ومحظور، غلب المحظور.
Idhaa ijtama'a mubahun wa mahthurun, gholabal mahthuru
Artinya Jika berkumpul menjadi satu antara sesuatu yang halal dengan yang haram/berbahaya maka di dahulukan ( diambil ) yang haram/berbahaya.
إذا اجتمع مباح ومحظور، غلب جانب المحظور احتياطاً وذلك لأنه لا يمكن تجنب الحرام إلا باجتناب الكامل للحلال والحرام، ويدل على ذلك قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾ [المائدة:90] فحرم الله الخمر والميسر مع أن فيهما منافع للناس، لكن لما غلب جانب الشر منع.
Penjelas dari kaidah ini : jika berkumpul dalam sesuatu antara hal yang mubah dan hal yang haram / berbahaya, maka di utamakan sisi yang haram untuk menjaga diri dari haram tersebut, dan tidak munkin menjauhi / menjaga diri dari sisi yang haram tersebut kecuali jika menjauhi secara total sesuatu yang yang bercampur antara yang halal dengan yang haram tersebut, adapun dalil yang menunjukkan kaidah ini adalah firman allah SWT " Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[*], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" ( QS al maidah : 90 ). Dalam ayat ini allah mengharamkan khamer ( minuman keras ) dan judi (serta mengundi nasib pent.) padahal di dalamnya terdapat manfaat dan faedah buat manusia, namun jika bayak mudharat dan kejelekannya maka mnjadi haram dan dilarang.
___________________________________
[*] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, Jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.
ولعل هذه الأدلة ليست في مسألة الأصل؛ لأن هذه الأدلة لما اجتمع فيه سببان: سبب تحريم، وسبب إباحة. كلب صيد وكلب أجنبي، سهم وغرق. ومسائل الأصل -كما تقررت سابقا- يراد بها: المسائل التي ليس فيها دليل. لا دليل إباحة، ولا دليل تحريم؛ ولذلك فإن الأظهر أن الأصل في اللحوم هو الحل، وليس التحريم.
Munkin saja dalil-dalil ini bukan inti dari permasalahan hukum asalnya, karena dalil-dalil ini jika berkumpul antara daging yang halal dan yang haram didalamnya ada dua sebab yaitu : sebab keharamanya dan sebab kehalalanya, antara daging dari anjing pemburu ( terlatih ) dan anjing biasa, antara hewan yang mati karena anak panah atau karena tengelam. Namun permasalahan inti asalnya – sebagiamana penjelasan di atas- adalah : perkara dan sesuatu yang tidak ada /tidak didapati dalilnya, baik dalil yang menghalalkannya atapun dalil yang mengharamkannya, oleh karena itu yang nampak jelas dan rajih : bahwasanya hukum asal daging hewan adalah halal bukan haram.
كما قلنا في المياه: الأصل فيها الطهارة، ولو اجتمع سبب طهارة، وسبب نجاسة في الماء، حرم. ولا يدل ذلك على: أن الأصل في المياه هو النجاسة .
Sebagaimana kami katakana tentang air : hukum asal air adalah suci, seandainya berkumpul antara sebab kesuciannya dan sebab kenajisannya maka air itu menjadi najis ( tidak boleh di gunakan untuk bersuci pent.) maka dari hal tersebut tidak menunjukkan bahwasanya : " hukum asal air adalah najis "
ويدل على: أن الأصل في اللحوم هو الجواز والحل، قوله سبحانه: { قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً ..... الآية } (سورة الأنعام آية : 145) ، فإنه دل على: أن الأصل هو الحل والجواز، وأن التحريم مستثنى.
Adapun dalil : hukum asal daging adalah boleh dan halal, adalh firmanNYA : 145. Katakanlah: "Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - Karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang". ( al an'am : 145 terjemahannya saya nukil dengan lengkap pent. )
Maka dari ayat ini menunjukkan bahwasanya : hukum asal daging hewan adalah halal dan boleh dimakan , dan pengharammnya adalah dengan pengecualaian ( istisna' ) dari yang halal.
ويدل على ذلك: قوله جل وعلا: { وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ } (- سورة الأنعام آية : 119) فدل أن الأصل هو الحل والجواز في اللحوم المأكولة، وأن التحريم مستثنى .
Dan dalil yang lainya adalah firman Allah SWT :Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. ( al an'am : 119 )
maka ayat ini menunjukkan bahwasanya hukum asal daging adalah halal dan boleh memakanya, sedangkan pengharamnya dengan pengecualain ( istisna') dari yang halal.
ويدل عليه أيضا: قوله جل وعلا: { إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ } (سورة البقرة آية : 173) فحصر المحرمات بأداة الاستثناء "إنما" الآية، فدل ذلك على أن الأصل في اللحوم هو الإباحة .
Dalil lain yang menunjukkan hukum asal daging adalah halal firmanya :
{ إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ }
173. Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[*]. ( al baqorah : 173 ) dalam ayat ini pengharamannya di batasi dengan kata "إنما" maka yang demikian itu menunjukkan bahwasanya hukum asal daging adalah halal.
_________________________
[*] Haram juga menurut ayat Ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
ويدل عليه أيضا ما ورد في السنن، من حديث عائشة أن النبي - صلى الله عليه وسلم - " سئل عن اللحوم التي تؤتى إليهم، ولا يُدرى هل ذكر اسم الله عليها أو لا؟ فقال: اذكروا اسم الله عليها أنتم وكلوا " ولو كان الأصل في اللحوم التحريم؛ لقيل: لا تأكلوا حتى تعلموا قيام سبب الإباحة. إلى غير ذلك من النصوص الدالة على أن الأصل في اللحوم هو الحل والجواز، حتى يأتي دليل يغيره .
Dan menunjukan demikian juga ( asal daging halal ) hadist yang ada di sunan, dari hadistnya aisyah RA : bahwasanya rasulullah pernah di Tanya tentang daging yang diberikan kepada mereka, sedang mereka tidak tahu apakah dalam penyembelihannya menyebut asma allah apa tidak ? maka beliau menjawab : maka bacakan basmalah atasnya kemudian makanlah daging itu " ( HR bukhari kitabul buyu' bab: tidak memperdulikan was-was dan semisalnya dari subhat hadist no : 2057, kitabut tauhid bab: berdoa dengan nama allah dan mohon perlindungan denganya hadist no:7398)
kalau seandainya hukum asal daging adalah haram , sungguh akan dikatakan : " janganlah kamu makan sampai kamu tahu dalil ( bukti ) halalnya daging tersebut. Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menyetakan bahwasanya hukum asal daging adalah halal dan boleh, sampai ada dalil yang menyatakan lain ( haram/subhat pent.
وقوله هنا: "الأصل في النفس التحريم". هذا يراد به: أنه لا يجوز سفك الدماء إلا بدليل من الشارع. فالأصل: تحريم الاعتداء على دماء الخلق، حتى يأتي دليل بذلك. ويدل على هذه القاعدة: نصوص شرعية كثيرة، منها قوله جل وعلا: { وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا} ( سورة النساء آية 29 ( ومنها قوله سبحانه: { وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ } (سورة الأنعام آية : 151) وقوله: { وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ } (سورة الفرقان آية : 68) .
Adapun ucapanya disini :
: "الأصل في النفس التحريم". Al aslu fin nafsi at tahrimu "
Hukum asal jiwa manusia adalah haram ditumpahkan darahnya" yang dimaksud kaidah ini adalah : tidak boleh menumpahkan darah manusia kecuali dengan dalil syar'ii yang menghalalkanya, maka hukum asalnya : haram menumpahkan darah makhluqnya sampai datang dalil tentang masalah tersebut.

DALIL KAIDAH INI
Dari al qur'an
telah menunjukkan banyak sekali dalil dari nash-nash syar'ii diantaranya : firman allah SWT
{ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (سورة النساء آية 29)
artinya :. dan janganlah kamu membunuh dirimu[*]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.( QS an nisa:29)
[*] larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.
Dan juga firmnanya : { وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ } (سورة الأنعام آية : 151)
151.dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[*]"( QS : al an'am :151).
[*] maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.
Firmanya : { وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ } (سورة الفرقان آية : 68)
68. Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, ( QS:al furqan : 68 )
dari as sunnah
وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " لا يحل دم امرئ مسلم إلا بإحدى ثلاث: الثيب الزاني، والنفس بالنفس، والتارك لدينه المفارق للجماعة "
Sabda nabi SAW: tidaklah halal darah seorang muslim kecuali salah satu dari tiga alasan : orang dewasa ( sudah berumah tangga ) yang berzina , orang yang membunuh orang lain, dan orang yang meningalkan agamanya ( murtad ) dan meninggalkan jama'ah umat islam ( HR : bukhari kitabut diyat bab firman allah ( al maidah :45 ) hadist no :6878 dan muslim kitab al qosamah wal muharibin bab : sebab dihalalkannya darah seorang muslim hadist no : 1676 )
وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - في المُعاهِد من الذميين: " من قتل معاهدا لم يرح رائحة الجنة "
Dan sabda nabi SAW tentang orang kafir yang dilindungi negara : barang siapa yang membunuh al mu'ahid ( kafir yang dilindungi negara muslim karena suatu perjanjian atau kepentingan , misal bisnis, turis, belajar dsb pent.) maka dia tidak akan mencium baunya surga ( HR bukhari kitabul jiziyah wal muwaada'ah bab: dosa orang yang membunuh mu'ahid tanpa sebab kejahatan hadist no : 3266)
فهذا هو الأصل والقاعدة المستمرة تحريم الدماء .إلا ما جاء دليل بجواز سفك الدم فيه، وذلك في غير المعصوم مثل: الساحر بالنسبة للإمام؛ لقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " حد الساحر ضربة بالسيف " كما في السنن. ومثل المرتد، ومثل المحارب من غير المسلمين؛ لقوله سبحانه: { فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ } (سورة التوبة آية : 5) .
Dan inilah hukum asalnya dan kaidah ini selalu dan senantiasa dipakai dalam pengharaman dan terjaganya jiwa seseorang, kecuali memang disana ada dalil yang membolehkan untuk menumpahkan darah ,( seperti membunuh tanpa sebab, maka hukumnya orang tersebut di qisos ( dibunuh juga ) , atau dalam peperangan dsb pent.) atau selainya seperti jiwa yang tidak terjaga kehormatannya ( boleh dibunuh ) seperti : tukang sihir ( jaman sekarang lebih terkenal dengan sebutan para normal pent.) dan ini yang boleh membunuhnya adalah pemimpin negara (atau dengan keputusan hakim pent. ) sebagaimana sabda rasulullah SAW : hukuman bagi tukang sihir ( paranormal) adalah dengan pedang ( dipengal lehernya ) sebagaimana disebutkan dalam kitab sunan, contoh lainya: orang yang keluar dari agama islam ( murtad) , atau orang yang memerangi kaum muslimin, sebagaiman firmanya SWT:
{ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ } (سورة التوبة آية : 5)
Maka bunuhlah orang-orang musrik ( yang memerangi kalian ) ( QS : at taubah:5)

وقول المؤلف هنا: "الأصل في الأموال التحريم" هذه أيضا قاعدة مستمرة في الشريعة،
ويدل عليها: عدد من النصوص، منها قوله سبحانه: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ } سورة النساء آية : 29 وقوله سبحانه: { وَلَا تَعْتَدُوا إِن اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190) } (2) وقوله - عز وجل - { وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (188) } (3) .

KAIDAH : BAHWASANYA HUKUM ASAL DALAM HARTA SESORANG ADALAH HARAM BAGI YANG LAINNYA.

Adapun ucapannya : "الأصل في الأموال التحريم"
Al aslu fil amwaali at tahrimu "
Artinya :" hukum asal harta orang lain adalah haram " dan kaidah ini sellau dan senantiasa dipakai dalam syari'at islam .
Adapun dalil dari kaidah ini, banyak sekali nash-nash syar'ii yang menunjukkan hal tersebut diantaranya :
Dalil dari al qur'an
Firman allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ( النساء: 29)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu ( an nisa':29 )
Dan firmanNYA : { وَلَا تَعْتَدُوا إِن اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (سورة البقرة 190) }
janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. ( al baqorah: 190 )
firmanNYA :
{ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة 188) }
188. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.( al baqarah : 188 )
وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " إن دماءكم وأموالكم عليكم حرام " وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيب نفس منه " إلى غير ذلك من النصوص .
Dalil dari as sunnah :
Sabda rasulullah SAW: " sesungguhnya darah kalian dan harta kalian adalah haram ( terjaga ) bagi selain kalian " dan juga sabdanya SAW :" tidak halal harta seseorang muslim kecuali atas kebaikan sang pemiliknya untuk memberikannya " dan banyak seklai dalil-dalil yang lain yang menunjukkan kaidah ini .
وقول المؤلف هنا: "إلا للمعصوم" يراد به: المحارِب، فإنه يجوز الاستيلاء على أموالهم، إذا قامت الحرب بين المسلمين وغيرهم.
Dan ucapan mualaif disini : "إلا للمعصوم" maksudnya di sini adalah kecuali dalam peperangan, maka sesungguhnya boleh memgambil harta mereka, jika terjadi peperangan antara kaum muslimin dengan selainya.
ويدل على ذلك: عدد من النصوص، منها قول الله - عز وجل - { وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَرْضًا لَمْ تَطَئُوهَا } (سورة الأحزاب آية : 27 ) وقوله - عز وجل - { يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ } (سورة الأنفال آية : 1) وقوله سبحانه: { * وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ } (سورة الأنفال آية : 41) الآية،.
Adapun dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah beberapa dalil dari nash-nash syar'iyyah diantaranya firman Allah SWT :
{ وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَرْضًا لَمْ تَطَئُوهَا } (سورة الأحزاب آية : 27)
27. Dan dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak [1]. ( QS : al ahzab : 27) _________________________________
[1] Tanah yang belum diinjak ialah: tanah-tanah yang akan dimasuki tentara Islam.
Dan firrmanNYA SWT : { يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ } (سورة الأنفال آية : 1)
1. Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul[2], ( QS al anfal : 1)
_________________________________________
[2] Maksudnya: pembagian harta rampasan itu menurut ketentuan Allah dan RasulNya.
Dan juga firman ALLAH SWT :
{ وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ.......... } (سورة الأنفال آية : 41)
41. Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[3], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, ……………. ( QS al anfal : 41)
_________________________________________
[3] yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat Ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr.
وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " من قتل قتيلا فله سلبه " وكان النبي - صلى الله عليه وسلم - يغزو المشركين، ويأخذ أموالهم
Dan sabda rasulullah SAW : " barang siapa yang berperang dalam peperangan maka baginya harta rampasan , dan sudah mashur dalam syiroh bahwasanya rasulullah SAW berperang melawan orang-orang musrik dan belaiu mengambil harta rampasanya.
والأوْلى عدم ذكر الاستثناء في القاعدة فيقال: الأصل في الأموال التحريم. ولا يذكر المعصوم؛ لأن المراد هنا: تقرير القاعدة، والأصل العام. وأما المستثنيات فلا تؤخذ من صلب القاعدة، ويدل على ذلك: أن التصرف في الأموال يجوز في بعض الحالات الأخرى، مثل التصرف بحق، مثل: أخذ البنيان الذي يحتاج إليه الناس في طرقاتهم، ومثل: المال المؤذي الذي يؤذي الناس مثل الجمل الهائج.فهذه تصرفات بحق، ومع ذلك لم يذكر المؤلف هذا القيد. فلو لم يذكر القيد الأول، لكان أضبط على منهج الأصوليين، في ذكر القاعدة بدون ذكر مستثنياتها.
Dan lebih bagus dang afdhol jika tidak disebutkan ististna' ("إلا للمعصوم") dalam kaidah ini maka cukup dikatakan : الأصل في الأموال التحريم ( hukum asal harta adalah haram ) tanpa di sebutkan kalimat "إلا للمعصوم"karena tujuannya disini adalah untuk mejelaskan kaidah asalnya, dan hukum asal adalah umum,tanpa ada pengecualian, adapaun mustasniyat ( pengecualian-pengecualain ) tidak seharusnya diambil dalam menjelaskan kaidah asal, dan menunjukkan hal yang demikian itu adalah : bolehnya mengunakan harta dalam hal-hal tertentu , misalnya : mengunakan untuk kebenaran / kepentingan umum, misalnya : mengambil / menghancurkan sebagian bangunan yang di buuhkan manusia untuk memperbaiki / memperluas jalan bagi kepentingan umum, dan misal yang lain : harta benda orang yang yang meganggu orang lain, misal : onta/ sapi gila yang bisa membahayakan orang lain , maka ini boleh diambil ( di bunuh ) untuk kebaikan / kepentingan umum, walauapun mualaif di sini tidak menyebutkannya penguat ( pengecualian ) diatas maka sungguh lebih bagus dan sesui dengan penjelasan para ahlu usul, dalam meyebutkan kaidah umum tanpa menyebutkan pengecualian-pengecualain.
ومن القواعد المهمة -مثل هذه القواعد- قاعدة "الأصل في الأعراض". فإن الأصل في الأعراض التحريم، بحيث لا يجوز أن يُتناول عرض المسلم بفعل ولا بقول. هذا هو الأصل، والقاعدة مستمرة. فلا يجوز الحديث في الآخرين، ولا غيبتهم، ولا الكلام في معائبهم، إلا إذا قام دليل على جواز ذلك .

KAIDAH : HUKUM ASAL KEHORMATAN ORANG MUSLIM ADALAH TERJAGA ( HARAM )
Dan termasuk kaidah yang berhubungan dengan pembahasan ini dan juga termasuk kaidah penting adalah :
الأصل في الأعراض التحريم
( al aslu fil a'roodhi at tahrim )
Artinya : hukum asal kehormatan seseorang adalah haram merendahkannya,
maka tidak boleh menganggu, mengambil dan merampas kehormatan seorang muslim, baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatan, ini adalah hukum asalanya ( disini tidak disebutkan pengecualian-pengecualiannya walaupun ada, karena kita membicarakan hukum asalanya, dimana hukum asal adalah umum pent.) dan kaidah ini selalu dan senantiasa dipakai dalam syari'at, maka tidak boleh membicarakan kehormatan orang lain , dan tidak boleh menghibahnya, dan berbicara tentang kejelekan , aib dan kekurangganya, kecuali disana ada dalil yang membolehkan hal yang demiakian itu .
ودليل هذا: قول الله جل وعلا: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ } (سورة الحجرات آية : 11) إلى أن قال في الآية الأخرى: { وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ } (سورة الحجرات آية : 12) .
Adapun dalil dari kaidah ini adalah firmanNYA : 11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[2] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.(QS al hujurat : 11 ) dan dalam ayat berikutnya allah berfirman : 12. . dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS al hujurat : 12 ) .
_____________________________________
[1] Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[2] panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

وجاء في الحديث المتفق عليه أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام، كحرمة يومكم هذا، في شهركم، هذا في بلدكم هذا " ولا يحضرني الآن هل لفظة "أعراضكم" في الصحيحين؟ أو هي في مسلم فقط؟Dan dinyatakan dalam hadist shohih yang mutafak alaihi bahwasanya rasulullah SAW bersabda: " sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram ( terjaga ) dari selaianya, sebagaiamana keharaman pada hari ini ( fathul makkah ) di bulan ini , dan di negri kalian ini ( makkah), adapun kalimat " kehormatan kalian apakah ada dalam shohihain ( bukahri-muslim ) atau hanya ada dalam kitab muslim saja. Wallahu a'lam bis showab

KAIDAH FIQHIYYAH bag-3

KAIDAH KE DELAPAN

وترجع الأحكام لليقين فلا يزيل الشكُ لليقين
Wa turja'ul ahkamu lillyaqini falaa yuziilus sakku lillyaqini

Dan dikembalikan hukum itu kepada yang diyakini dan keraguan tidaklah membatalkan keyakinan itu.

Dalam bentuk yang lain dikatakan : الأصل بقاء ما كان على ما كان
as aslu baqoo u maa kaana 'alaa maa kaana
artinya : asal sesuatu perkara dihukumi asalnya,dikatakan dalam mulaqos qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin dalam qaidah ke 15
الرجوع للأصل عند الشك ( ruju'u lil asli ;indas shakk )
dikembalikan hukum sesuatu pada asalnya jika timbul keraguan didalamnya.
misalnya : jika seseorang yakin dalam keadaan suci , kemudian timbul keraguan apakah batal atau belum , maka di kembalikan pada asalnya, yaitu suci , karena dia yaqin sebelumnya dalam kedaan suci.
Misal lainnya ; jika seseorang sholat dhuhur dan sudah selesai ( sudah salam ) dan selang beberapa saat kemudian timbul keraguan apakah sholatnya sudah sempurna ( 4 rakaat ) atau kurang , maka dikembalikan asalnya bahwasannya sholatnya sudah sempurna.
قول المؤلف هنا: "وترجع الأحكام لليقين" معناها: أن الشريعة عوّلت في أحكامها على اليقين. ويراد باليقين في لغة العرب: زوال الشك. وقال بعض الأصوليين: إن اليقين في اللغة مأخوذ من الاستقرار، يقال: يقن الماء بمعنى استقر. واليقين في الاصطلاح: طمأنينة القلب، واستقرار العلم فيه .
Perkataan mualif ( syeikh abdur rahman as sa'diy ) : "وترجع الأحكام لليقين" dikembalikan hukum sesuatu pada keyakinan artinya: sesunggunya syariat itu diletakkan dan disandarkan hukum-hukumnya diatas keyakinan, sedang makna yakin dalam bahasa arab adalah :
زوال الشك / zawaalus sha hilangnya keraguan, dan berkatas sebagain ulama' usul : sesungguhnya kata yakin dalam bahasa diambil dari kata : الاستقرار tenang/tetap dan diam, jika dikatakan : yaqonal ma'u artinya air tenang/diam , sedang yakin dalam tinjauan syar'ii adalah:
: طمأنينة القلب، واستقرار العلم فيه tumakninatul qolbi was tiqroorul ilmi fiihi, ketentraman dan ketenagan hati dan ketetapan ilmu didalamnya,
والشك في اللغة يراد به: التداخل؛ وذلك لأن الشاك يتداخل عنده أمران، لا يستطيع الترجيح بينهما. والشك في الاصطلاح: تجويز أمرين فما زاد، ولا مزية لأحدها على سائرها. فيَرِد عنده احتمالان أو أكثر، ولا يتمكن من الترجيح بين تلك الاحتمالات .
Sedang makna shak ( ragu) dalam tinjaun bahasa adalah : at tadaakhul saling masuk / kemasukan , disebut demikian karena keraguan jika masuk didalam hati timbul dua pilihan, yang menyebabkan tidak bisa mengambil salah satu yang benar diantara keduanya, sedang maknanya secara istilahi adalah : membolehkan dua perkara atau lebih , yang tidak bisa menimbang salah satu dari semuanya, maka menimbulkan dua pilihan/ keputusan atau lebih yang tidak munkin mengambil salah satu yang benar diantara pilihan-pilihan tersebut.
وقول المؤلف هنا: "وترجع الأحكام لليقين" يعني: أن الشريعة عولت في أحكامها على اليقين، وليس مراد المؤلف هنا: عدم إعمال الظن الغالب؛ لأن الشريعة جاءت بإعمال الظن الغالب في عدد من المسائل، ويدل على ذلك: قول الله -جل وعلا-: { فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ } (- سورة البقرة آية : 230) فعول بالحكم على الظن، والمراد به: الاحتمال الراجح .
Adapun ucapan mualif disini : "وترجع الأحكام لليقين" dikembalikan hukum kepada keyakinan: maknanya bahwasanya syari'at itu diletakkan hukum-hukumnya diatas dasar keyakinan, dan bukanlah maksud mualif disini, tidak digunakannya persangkaan yang kuat, karena syari'at kadang mengunakan persangkaan yang kuat di beberapa masalah, sebagaimana firmanya dalam QS : al baqoroh : 230 :230. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya ber-PRASANGKA ( berpendapat )akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Maka dalam ayat ini di bagun hukumnya diatas dasar prasangka yang kuat. maknanya: kemunkinan saja benar.
ومثله قول النبي - صلى الله عليه وسلم - " لا أظن أن فلانا وفلانا يعرفان من ديننا شيئا " كما في الصحيح، فعول على حكم الظن. وهذا مذهب جماهير أهل العلم، أن الظن الغالب يُعمل به مطلقا.
Dan misalnya juga sabda rasulullah SAW : aku tidak mengira bahwasanya fulan dan fulan mengetahui sedikitpun tentang agama kita. Sebagaimana dalam kitab shohih, maka disini disandarkan hukum pada persangkaan ( yang kuat ) dan ini adalah madhab jumhur ahlul ilmi, yaitu persangkaan yang kuat kadang di gunakan secara mutlaq.
ومراد المؤلف بقوله: "فلا يزيل الشك لليقين": أن الشك إذا ورد على الإنسان، وكان عنده يقين وقطع سابق، فإنه لا يلتفت إلى الشك. بل المعول عليه اليقين السابق .
Adapun maksud dari : : "فلا يزيل الشك لليقين""keraguan tidak menghilangkan keyakinan, maknanya : sesunggunya keraguan jika timbul pada hati manusia sedang sebelumnya ada keyakinan dalam hatinya dan keraguan memutuskan keyakinan yang ada sebelumnya, maka janganlah menghiraukan keraguan tersebut, akan tetapi dikembalikan hukumnya pada keyakinan yang ada sebelumnya.
ودليل القاعدة: عدد من النصوص الشرعية، منها قوله - عز وجل - { وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا } (سورة يونس آية : 36) وقوله: { إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الحق شَيْئًا (28) } (سورة النجم آية : 28) .
Adapun dalil dari qaidah adalah beberapa nash syar'iyyah diantaranya :
Dari alqur'an
{ وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا } (سورة يونس آية : 36)
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran ( QS yunus : 36 )
Serta firmanya :
{ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الحق شَيْئًا (28) } (سورة النجم آية : 28)
mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran. ( QS an najm : 28 )
dari hadist
وجاء في الصحيحين ، من حديث عبد الله بن زيد - رضي الله عنه - أنه " شُكي للنبي - صلى الله عليه وسلم - الرجل يجد الشيء في الصلاة؟ فقال النبي - صلى الله عليه وسلم - لا ينصرف حتى يجد ريحا، أو يسمع صوتا. "
Dan di riwayatkan dalam kitab shohihain ( bukahri dan muslim ) : dari hadistnya abdullah bin zaid RA, sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mengadu kepada rasulullah SAW bahwasanya dia mendapati sesuatu didalam sholatnya : maka Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu berpaling ( membatalkan sholatnya) sampai mendapati bau ( kentut) atau mendengar suara ( kentut ) ( HR bukahri kitab wudhu bab: orang yang tidak berwudhu karena keraguan yang asalnya yakin, hadist no :137, 173 kitabul buyu' ( jual beli ) bab; tidak memperdulikankan rasa was-was dan subhat serta semisalnya no :2056 dan muslim kitab haid hadist no ; 361,362 )
وجاء في الصحيح أيضا أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " إذا شك أحدكم في صلاته، فلم يدر هل صلى ثلاثا أو أربعا؟ فليطرح الشك، وليبن على اليقين " .
Dan diriwayatkan juga dalam kitab shohih sesungguhnya nabi SAW bersabda: jika salah seorang dari kalian ragu dalam sholatnya, dan dia tidak tahu sudah dapat tiga roka'at atau empat roka'at ,maka tinggalkan keraguan dan memilih yang yaqin dan pasti.
إذا تقرر ذلك، فإن هذه القاعدة قاعدة مهمة، وتدخل في جميع أبواب الفقه، بل إن هناك عددا من القواعد الفقهية مرتبة على هذه القاعدة. وقد ذكر المؤلف عددا من القواعد المنبنية على هذه القاعدة بعدها مباشرة،
Jika sudah jelas dan menetapkan dalam hal tersebut maka sesunguhnya kaidah ini adalah kaidah yang sangat penting dan masuk didalam semua pembahasab, bab-bab fiqh, bahkan ada beberapa kaidah-kaidah yang sangat berhububgan erat dengan kaidah ini dan mualif menyebutkan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan kaidah ini brikutnya ( akan datang kaidah tersebut beserta penjelasnya, misal : hukum asal air, tanah adalah suci, hukum asal sesuatu adalah mubah ( halal ) hukum dalam ibadah adalah haram / dilarang dsb )
والمسائل التي تندرج تحت هذه القاعدة على نوعين:النوع الأول: مسائل يُتفق على اندراجها في القاعدة، ويتفق على حكمها.مثال ذلك: من كان محْدِثا في الصباح، ثم شك بعد ذلك هل طرأت الطهارة عليه؟ كان محدثا في الصباح، وشك هل توضأ بعد ذلك؟ فاليقين الثابت في الزمان الأول أنه محدِث، فلا يلتفت إلى الطهارة المشكوك فيها.
Pembahasan yang berhubungan dengan kaidah ini terbagi menjadi 2 macam:
· 1.masalah yang di sepakati dan sesui dalam kaidah ini , dan disepakati juga hukumnya
contohnya: seseorang yang pagi harinya dalam keadaan tidak suci dan berhadast ( belum berwudhu / mandi wajib ) kemudian dia ragu apakah telah bersuci ( wudhu/mandi wajib ) atau belum ? adalah dia berhadast pagi harinya, kemudian ragu sudah berwudhu apa belum ? maka yang diyakini dan tetap serta pasti adalah permulaanya / waktu awalnya yaitu dalam keadaan berhadast maka tidak boleh mengambil keputusan bahwasanya dia sudah bersuci yang masih diragukan kebenaran dan kepastiannya.
مثال آخر: اليقين أنه لا يجوز وطء الأجنبية، فإذا شك الإنسان هل أجرى عقد النكاح عليها؟ فإن الأصل أن الأجنبية محرمة، ولا يجوز وطؤها.
Contoh lainnya : diyakini bahwasanya tidak boleh berhubungan badan ( bersegama ) dengan wanita bukan istrinya ( ajnabi ) maka jika seseorang ragu apakah dia telah menikah wanita tersebut atau belum ? maka kita kembalikan ke kaidah : yaitu hukum asalnya wanita ajnabi tidak boleh di setubuhi. ( maka dia tidak boleh menganbil keputusan bahwasanya boleh bersetubuh dengannya padahal sudah menikahinya atau belum masih diragukan kepastiannya pent.)
والنوع الثاني من المسائل: مسائل اتفق على اندراجها في القاعدة، واختلف في الحكم الذي تطبق عليه تلك المسألة. مثال ذلك: إذا كان الإنسان متطهرا في الصباح، ثم شك هل أحدث بعد ذلك؟ فإن الأصل أنه متطهر؛ لأن اليقين الثابت في الزمان الأول لا يزول بطروء الشك في الحدث. وهذا مذهب جمهور أهل العلم.وقال المالكية: لا، اليقين أن الصلاة واجبة في ذمة الإنسان، فلا نزيل هذا اليقين بطهارة مشكوك فيها، فلا يجوز له أن يصلي والحال هذه.
· 2. masalah yang di sepakati dan sesui dalam kaidah ini namun masih diperselisihkan hukum yang cocok bagi permasalahan tersebut,
contohnya : jika sesorang dalam keadaan suci waktu paginya kemudian dia ragu apakah sudah batal atau belum ? asalnya dia dalam keadaan suci kemudian timbul keraguan batal atau belum, maka yang benar adalah maka kita ambil kondisi yang pertama ( dalam keadaan suci ) kita menjauhi keputusan untuk menyatakan telah batal yang keadaanya masih diragukan kepastiannya dan ini adalah madhab jumhur ahlul ilmi ( ulama') , dan berkata para pengikut madhab imam malik ( malikiyyah ) : kita telah batal, karena keyakian yang pasti adalah sholat wajib bagi setiap manusia, dankeyakinan ini tidak menjadi batal dengan keadaan suci yang timbul keraguan didalamnya, maka tidak boleh sholat dalam keadaan ragu seperti ini ( kita harus bersuci / wudhu lagi )
مثال آخر: إذا طلق الإنسان زوجته، وشك هل طلقها ثلاثا أو واحدة؟ فالجمهور يقولون: النكاح في الزمان الأول متيقن، فلا نزيله بطلاق مشكوك فيه، فنحكم بأنها طلقة واحدة. وقال المالكية: الأصل تحريم وطء الأجنبية، فلا نزيل هذا الأصل المتيقن بنكاح مشكوك في بقائه، فنحكم بأنها ثلاث طلقات.
Contoh lainnya : jika seseorang telah menthalak ( menceraikan ) istrinya, namun dia ragu apakah sudah talak tiga apa baru satu ? maka jumhur ulama' berpendapat : nikah pada permulaanya adalah hal yang sudah pasti di yakini ( sahnya ) , maka tidak membatalkan pernikahan tersebut thalak yang masih diragukan kepastiannya, maka kita hukumi bahwasanya itu adalah thalak satu. Adapun malikiyyah berpendapat : hukum asal mensetubuhi wanita ajnabi adalah haram maka tidak membatalkan keharamanya keyakinan sahnya nikah yang diragukan, maka kita hukumi bahwasanya dia sudah thalak tiga.
إذا تقرر هذا، فإن هذه القاعدة أُصلت في أصل عظيم، ودليل من أدلة الشريعة، وهو الاستصحاب. والاستصحاب على أنواع:
Jika kita sudah mengetahui masalah tersebut dengan jelas, maka sketahuilah sesunggunya kaidah ini merupakan pondasi dan pokok-pokok syar'iyyah yang agung dan merupakan dalil dari dalil dalil syar'iyyah, dan ini adalah al istishhab ( penyandaran dan pneyertaan serta berhubungan), dan istishab ada bebrapa macam :
النوع الأول: استصحاب الإباحة الأصلية، فالأصل في الأفعال أنها مباحة.
Pertama : penyandaran kepada mubah pada hukum asalnya, maka asal dalam perbuatan adalah mubah / boleh
والنوع الثاني: استصحاب البراءة، فالأصل أن الذمم بريئة، ولا يلحقها شيء من الواجبات حتى يأتي
دليل من الشارع.
Kedua : penyandaran kepada berlepas diri ( tidak ada ikatan ) maka hukum asalnya manusia adalah berlepas diri, maka tidak ada kewajiban sesuatau apapun sampai ada dalil yang mewajibkannya dari pembuat syari'at ( allah & rasulnya )
والنوع الثالث من الاستصحاب: استصحاب نص الشارع حتى يثبت أنه منسوخ، فلا نحكم على الدليل الشرعي بأنه منسوخ حتى يأتي دليل.
Ketiga: penyandaran kepada dalil syar'ii hingga datang penetapan bahwasanya hal tersebut di mansuh (dihapus/dibatalakan), maka kita tidak boleh menghukumi dan mengatakan dalil syar'ii tersebut mansuh ( batal ) sampai kita bisa membuktikannya dengan dalil.
والنوع الرابع: استصحاب العموم حتى يأتي دليل يخصصه.
Keempat : penyandaran kepada yang umum sampai ada dalil penghususannya.
والنوع الخامس: استصحاب الوصف مثل: استصحاب الطهارة الثابتة في الصباح، فنستصحب حكمها في الزمان الثاني.
Kelima: penyandaran pada sifat, misal : menyandarkan suci dari hadast yang pasti pada waktu subuh ( setelah sholat shubuh) maka disukai untuk menjadikanya ( keadan suci ) sebagai dalil pada waktu berikutnya, ( kecuali sudah jelas bahwasanya dia telah batal pent.)
والنوع السادس: استصحاب الإجماع في محل النزاع، وذلك بأن يكون هناك مسألة أجمع العلماء عليها، ثم تتغير إحدى الصفات، ومن ثَم يقع الاختلاف.
Keenam : penyandaran kepada kesepakatan para ulama ( ijma' ulama) dalam permasalahan yang diperselisihkan , yang demikian itu jika ada suatu permasalahan dan ulama telah bersepakat dalam menentukan hukumya, kemudian berubah suatu sifat ( keadaannya) dari sini timbullah perselisihan ( ikthilaf )
مثال ذلك: أجمع العلماء على أن من رأى الماء قبل الصلاة بطل تيممه، ثم اختلفوا فيما إذا رآه في أثناء الصلاة، فتغيرت إحدى الصفات. فهل يصح للإنسان أن يقول: إذا رأى الماء قبل الصلاة، بطل تيممه بالإجماع؟ فنستصحب ذلك فيما إذا رآه أثناء الصلاة؟ الجمهور يقولون: لا يصح هذا الاستصحاب. قالوا: لأنه لا تصح دعوى الإجماع في محل النزاع.
Contohnya adalah : para ulama telah sepakat bahwasanya ' barang siapa melihat ( mendapati ) air sebelum sholat maka batal tayamumnya, kemudian mereka berselisih : gimana kalau melihat air di tengah-tengah sholat ( misal tiba-tiba turun hujan pent) , maka berubahlah sifat ( keadaanya ) maka apakah boleh seseorang mengatakan : jika melihat air sebelum sholat maka batal tayamumnya secara ijma ( kesepakatan ulama'), dan kita mengambil / menyandarkan kepada pendapat ini walaupun kita dalam keadaan melaksanakan sholat, maka jumhur berpendapat : tidak sah kita mengambil pendapat tersebut ( tidak batal di tenggah sholat ) mereka berkata : tidak sah menyatakan pendapat jumhur dalam masalah yang masih di perselisihkan.
والقول الثاني في المسألة: بأنه يصح. قالوا: والمستصحَب ليس هو الإجماع، وإنما المستصحَب مستند الإجماع؛ لأنه -بالاتفاق- لا بد أن يكون للإجماع دليل يستند عليه، قالوا: فنحن حينئذ نستصحب دليل الإجماع ، واستصحاب الدليل محل اتفاق. هذا ما يتعلق بهذه القاعدة، وسنأخذ بعضا من القواعد المندرجة تحت هذه القاعدة في الأبيات الآتية. نعم .
Pendapat kedua dalam masalah ini : bahwasanya boleh mengambil (menyandarkan ) pendapat tersebut mereka berkata: al mustashab ( penyandaran hukum asal ) bukan ijma ( kesepakatan para ulama) namun al mustashab adalah sumber dari ijma itu sendiri, , karena ( telah di sepakati ) harus adanya sumber dalil dari ijma tersebut.

KAIDAH KE SEMBILAN

والأصل في مياهنا الطهارة والأرض والسماء والحجارة
wal aslu fi miyahinaa at thoharo wal ardhu was samaa u wal hijaaroh

Hukum asal air tanah, langit dan batu adalah suci

يقول المؤلف هنا: "الأصل" المراد بالأصل: القاعدة المستمرة التي نحكم بها. إذا لم يوجد دليل يغير الأصل، فإن المسائل على أربعة أنواع:
Pengarang ( as syeikh abdur rahamn as sa'dity ) berkata : "الأصل"yang dimaksud al aslu ( asalnya ) adalah : pondasi asal yang terus menerus yang dengannya kita mengambil hukun,jika tidak didapati dalil dalam selain asalnya , maka masalah tersebut terbagi menjadi 4 keadaan :
النوع الأول: مسائل فيها دليل بالتحريم أو النجاسة أو الفساد، فيحكم بذلك الدليل.
Pertama : perkara yang ada dalilnya dalam masalah haram atau najis atau rusak ( fasad ) maka di hukumi dengannya seperti itu. ( misal : daging babai haram , air kencing dan kotoran najis, maka di hukumi hal tersebut haram dan najis pent.)
والنوع الثاني من المسائل: مسائل فيها دليل يدل على: الإباحة أو الطهارة أو الصحة، فنحكم بذلك الدليل .
Kedua : perkara yang dalilnya menunjukkan atas : boleh / halal, atau suci, atau sehat /bagus, maka dihukumi dengan keadaan tersebut ( misal : air lautan suci, ikan dilautan halal, maka hal tersebut di hukumi suci dan halah pent.)
النوع الثالث: مسائل يوجد فيها دليلان متعارضان: دليل يدل على الصحة، ودليل يدل على الفساد. أو دليل يدل على الإباحة، وآخر يدل على التحريم. فإذا لم يمكن الجمع بينهما، فلا بد من الترجيح، ومن قواعد الترجيح: أن دليل التحريم يقدم على دليل الإباحة .
Ketiga : perkara yang di dalamnya didapati ada dua dalil yang saling bertentangan. Satu dalil menunjukkan bagus/ sehar , satu dalilnya lagi menunjukan hal tersebut rusak, atau dalam satu sisi dalil menunjukkan halal, dan di lain sisi dalil tersebut menunjukkan keharamannya, maka jika tidak munkin mengambungkan antara keduanya darus diadakan pentarjihan ( mengambil slaah satui hukum yang paling kuat ) , sedang dalam masalah pentanrjihan ulaam menentukan kaidah :( أن دليل التحريم يقدم على دليل الإباحة / anna dalila at tahrimi yuqoddamu 'alaa dalili al ibahati ) artinya : sesungguhnya dalil yang menunjukkan keharaman lebih didahulukan dari pada dalil yang menunjukkan kehalalannya, ( ana kasih contoh waluapun masalah ini sudah jelas dalil keharamannya dan pernah ana dislkusikan dalam forum MYQ ( bolehkan kita demontrasi dan memberontak ) , yaitu ; yang lagi ngetren di kalangan pemikiran para shabab harokah islamiiyah : adalah bom syahid ( sebenarnaya bukan bom syahid tetapi bom bunuh diri ) sebagian pemuda ada yang mengatakan boleh dengan dalil fatwa seseorang ulama katanya ( anda pasti tahu fatwa siapa itu ) dan kebanyakan pemuda mengatakan haram , dengan dalil dari penjelasan berbagai ulama yang terkenal , taruhlah ada 2 hukum yang bertentangan , yaitu ada yang mengatakan halal dan ada yang mengatakan haram , dan ini susah kita jama' maka menurut kaidah tarjih : dalil keharamannya bom bunuh diri lebih di dahulukan dari pada dalil yang membolehkan pent.)
النوع الرابع من المسائل: مسائل لا يوجد فيها دليل، أو لا نعلم فيها دليلا. فهذه نطبق عليها قواعد الأصل.
Keempat : perkara yang tidak didapati dalilnya, atau kita tidak tahu dalilnya, maka kita kembalikan dalam pengambilan dalilnay ke kaidah asalnya.
قوله هنا: "والأصل في مياهنا الطهارة". يراد بهذه القاعدة: أن الماء الذي لا نعلم فيه دليلا على طهارته، ولا على نجاسته، فإننا نحكم بقاعدة الأصل، وهو أن الأصل أنه طاهر ما لم يأت دليل يغيره، ودليل هذه القاعدة: عدد من النصوص الشرعية، منها قوله - عز وجل - { وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ } (سورة الأنفال آية : 11) وقوله: { وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا (سورة الفرقان آية : 48).
Adapun perkataannya di sini : "والأصل في مياهنا الطهارة" hukum asal air adalah suci, yang dimaksud kaidah ini adalah : jika ada air yang kita tidak tahu dalil atas kesucianya, ataukah air tersebut najis, maka kita dalam menghukumi air tersebut kita kembalikan kekaidah asalnya, da kaidah tersebut adalah : " air tersebut suci selama tidak ada dalil yang menyatakan lain ( selain suci ), adapun dalil dari kaidah ini beberapa nusus ( nash ) syar'iyyah diantaranya :
Dari alqur'an :
{ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ } (سورة الأنفال آية : 11)
11. dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu ( al anfal : 11 )
وقوله: { وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا (سورة الفرقان آية : 48).
48. dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih ( al furqon : 48 )
Dari hadist :
وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - في البحر: " هو الطهور ماؤه الحل ميتته " ( رواه الترمذي كتاب :الطهارة عن النبي صلى الله عليه و سلم باب ما جاء في ماء البخر انه طهورا رقم الحديث :و 69 و ابو داود كتاب الطهارة باب الوضوء بماء البخر حديث رقم :83 و النسائي كتاب الطهارة باب ماء البخر حديث رقم 59 ,كتاب المياه باب الوضوء بماء البخر حديث رقم :332 , كتاب اليد و الذبائح باب ميتة البخر حديث رقم :4350 و ابن ماجة في كتاب الطهارة وسننها باب الوضوء بماء البخر حديث رقم :386,387,388 و قال الشيخ الألباني :صحيح وإمام مالك في موطاء كتاب الطهارة باب الطهور من الوضوء حديث رقم:43 ,كتاب الصيد باب ما جاء في صيد البخر حديث رقم :1074 )
Sabda rasulullah SAW tentang air laut: " dia ( laut ) adalah suci airnya dan halal bangkainya ( ikannya ) (HR tirmidhi dalam kitab : cara bersuci yang diajarkan rasulullah SAW bab: penjelasan bahwasanya air laut adalah suci hadist no :69, dan abu dawud dalam kitab at thaharah bab berwudhu dengan air laut no : 83, dan imam nasa'ii dalamkitab at thaharah bab air laut no : 59 , dan kitab al miyah ( macam air ) bab berwudhu dengan air laut no : 332, dan kitab tangan dan sembelihan bab bangkai ikan laut no : 4350, dan ibnu majah dalam kitab at thaharah dan sunnah-sunnahnya bab berwudhu dengan air laut no : 386,387,388, dan berkata as syeikh al bani : shahih dan imam malik dalam mawatha'nya kitab at thaharah bab selesai dari wudhu no : 43, dan di kitab berburu bab penjelasan tentang berburu ikan laut no : 1074 pent. )
وقال في الحديث الآخر: " الماء طهور لا ينجسه شيء "( رواه الترمذي كتاب :الطهارة عن النبي صلى الله عليه و سلم باب ما جاء إن الماء لا ينجسه رقم الحديث :66 و أبو داود كتاب الطهارة باب ما جاء في بئر بضاعة رقم الحديث : 66,67 و قال الشيخ الألباني: صحيح ) شيئا إلى غير ذلك من الأحاديث الواردة في طهارة المياه. فهذا هو الأصل، والقاعدة المستمرة في المياه .
, dan dalam hadist lainya belau bersabda : " air itu suci tidak menjadikan najis sesuatu apapun " ( HR tirmidhi dalam kitab : cara bersuci yang diajarkan rasulullah SAW bab: penjelasan bahwasanya air itu tidak ada yang membuatnya najis hadist no : 66 dan abu dawud dalam kitab at thaharah bab penjelasan tentang sumur umum hadist no : 66,67 dan berkata as syeikh albani : shohih pent.), dan selainya dari hadist yang banyak sekali yang menjelaskan tentang kesucian air , dan inilah hukum asal , dan kaidah ini terus dipakai dalam menghukumi air.
وكذلك الأرض، الأصل أنها طاهرة، حتى نعلم دليلا نحكم به على أن الأرض نجسة. فالأصل أنها طاهرة، حتى يأتي دليل يغيرها. ودليل طهارة الأرض عدد من النصوص الشرعية منها: قول النبي-صلى الله عليه وسلم-: " أعطيت خمسا لم يعطهن أحد قبلي " وذكر من ذلك: " وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا، فأيما مسلم أدركته الصلاة، فعنده مسجده وطهوره " ( رواه :البخاري في كتاب الصلاة باب قول النبي جعلت لي الأرض مسجد و طهورا حديث رقم :438 و مسلم في كتاب المساجد و مواضع الصلاة حديث رقم 521 )
Dan begitu juga hukum asal tanah ( bumi ) bahwasannya asalnya adalah suci , sampai kita tahu dalilnya yang menjelaskan tanah tersebut adalah najis, maka hukum asalnya adaalh suci sampai ada dalil yang menyatakan lain ( najis ), adapun dalil yang menyatakan bahwasanya tanah ( bumi ) adalah suci , beberapa nusus (nash ) syar'iyyah diantaranya : sabda rasulullah SAW : " allah memberikan keutamaan kepadaku ( dan umatku ) lima hal yag tidak diberikan kepada nabi sebelumku " diantaranya disebutkan " : dijadikan bagiku semua tanah ( bumi ) itu masjid ( tempat sholat ) dan suci, maka orang muslim siapapun yang telah mendapati waktu sholat maka baginya tempat sholat ( dimanapun ) dan tempat itu ( tanah ) suci ( HR bukhari dalam kitab : sholat bab sabda nabi : dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan suci hadist no : 438 , dan imam muslim dalam kitab masajid wa mawaadhu'us sholat hadist no:521pent.)
وفي الحديث الآخر قال النبي - صلى الله عليه وسلم - " الصعيد الطيب طهور المسلم إذا لم يجد الماء، ولو عشر سنين " كما في سنن أبي داود.
dan dalam hadist lain rasulullah bersabda: " sesungguhnya tanah ( debu ) itu adalah suci dan mensucikan seorang muslim jika tidak mendapati air untuk bersuci, bahkan walaupun sepuluh tahun dalam keaadan seperti itu ( tidak mendapati air ) sebagaimaan di raiwayatkan dalam sunan abu dawud.
وكذلك الثياب، الأصل فيها الطهارة، ولا يحكم بنجاستها إلا إذا قام دليل على أنها نجسة. ودليل ذلك: أن النبي - صلى الله عليه وسلم - وصحابته -رضوان الله عليهم- كانوا يلبسون الثياب التي يصنعها الكفار وينسجونها، ولا يغسلونها. فدل ذلك على أن الأصل فيها الطهارة. وأما الحجارة فهي نوع من أنواع الأرض، فتأخذ حكمها في ذلك. نعم .
Begitu juga hukum asal pakaian adalah suci , dan kita tidsk menhukuminya najis kecuali jika ada dalil yang menunjukkan kenajisannya, adapun dalil nya adalah , rasulullah SAW bersama para shohabatnya ( semoga allah meridhoi mereka semuanya) mereka memakai pakaian yang di buat dan di tenun oleh orang kafir dan mereka ( rasulullah SAW& para shohabat RA ) tidak mencucinya terlebih dahulu, maka dari dalil ini diketahui bahwasanya hukum asalnya pakaina adalah suci , adapun batu , maka ini adalah bagain dan salah satu jenis bumi ( tanah ) maka kita ambil hukumnya sesui keidah diatas.
Dalam kitab mulakhos qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin yang di ringas oleh as syeikh abu humaid abdullah al falasi dikatakan dalam kaidah ke tiga belas
القاعدة الثالثة عشرة: الأصل في الأشياء الحل.
Hukum asal dalam segala sesuatu adalah boleh dengan dalil :
﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً﴾ [البقرة:29]. وهذا عام في الأعيان والمنافع
Dialah yang telah menciptakan bagi kamu, semua apa yang ada di bumi ( al baqarah : 29 ) dan ini umum bagi segala sesuatu yang bermanfaat,
Dan dalam kitab risalah latifah fi usulul fiqh karangan as syeikh abdur rahman as sa'diy , para ulama mengatakan :

وقالوا ( الأصل الطهارة في كل شي والأصل الإباحة، إلا ما دل الدليل على نجاسته أو تحريمه )،
Hukum asal dalam segala sesuatu adalah suci dan halal ( boleh ) kecuali ada dalil yang menunjukkan hal itu najis atau haram,misalnya dalam QS :al baqarah :172-173:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (172) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
172. Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
173. Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[*]. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

___________________________
[*] Haram juga menurut ayat Ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah ( pent.) .
Dalam ayat ini allah memrintahkan kepada kita untuk memakan apa saja yang di anugerahkan kepada kita dari rizki yang baik kemudian menjelaskan sebagian apa saja yang diharamkan untuk dimakan sebagaiman disebutkan dalam ayat diatas

misal dalam jual beli
﴿وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا﴾ [البقرة:275]، فأحل المبايعة، فالأصل فيها الحل وكذلك بقية العقود
275. Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. [*]
dalam ayat ini allah menjelaskan kehalalan jual beli karena hukum asal jual beli adalah halal dan begitu juga selain jual beli dari segala kesepakatan antara kedua belah pihak ,namun allah juga menjelaskan apa yang di haramkan dari jual beli yaitu riba.
______________________
[*] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah (pent.)

KAIDAH FIQHIYYAH bag-2

KAIDAH KE LIMA

ومن قواعد الشريعة التيسير في كل أمر نابه تعسير
WAMIN QOWAI'IDIS SARI'ATI AT TAISIRI FI KULLI AMRIN NAABAHU TA'SIRIN

Artinya : dan termasuk qaidah syari'ah adalah mudah dalam setiap perkara sebagai ganti dari kesulitan ( kesusahan )

قوله هنا: " ومن قواعد الشريعة التيسير": المراد بالتيسير:التيسير مأخوذ من اليسر وهو السهولة والليونة، قوله: " في كل أمر نابهو نابه" يعني: اعترض له وعارضه ونزل به، "تعسير": التعسير مأخوذ من العسر وهو الشدة وعدم الليونة، فالمراد بالقاعدة: أن من حكمة الله ومن رحمة الله بعباده أنه إذا حصل لهم شيء من العسر فإن الشريعة تخفف وتيسر لهم.
Dari kalimat ini : wamin qowa'idis sarii'ati at taisir" yang dimaksud at taisiru : diambil dari kata al yusru maknanya adalah: mudah & lembut,dan kalimat ini : fi kulli amrin nabahu taksir" nabahu artinya adalah : ganti darinya, mendapatkannya, adapun makna "at ta'sir " diambil dari kata al 'usru manknanya : keras/susah dan tidak lembut, adapun yang dimaksud dari qaidah ini adalah : sesunggunya termasuk hikmad dan kasih sayang ALLAH kepada para hambaNya adalah jika mereka mendapatkan kesulitan dan kesusahan maka sesungguhnya syaria'at islam mempermudah dan memberikan keringanan bagi mereka.
وهذه القاعدة قد دلّ عليها أدلة عديدة، منها قوله -جل وعلا-: { فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) } (سورة الشرح آية : 5-6) قوله -سبحانه-: { يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ } (سورة البقرة آية : 185) وقد علل الله - عز وجل - كثيرا من أحكامه بإرادة التخفيف والتيسير على العباد: { يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا (28) } (سورة النساء آية : 28) ﴿وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ﴾ [الحج:78]، ويدل على ذلك أيضا استقراء أحكام الشريعة فإنها بفضل الله يسيرة سهلة تحقق مصلحة الخلق.

Dalil dari qaidah ini banyak sekali diantaranya firman ALLAH :
{ فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) } (سورة الشرح آية : 5-6)
1. 5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. ( qs : alam nasrok : 5-6 )
{ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ } (سورة البقرة آية : 185)
2. 185. . Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ( al baqorah : 185 )
{ يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا (28) } (سورة النساء آية : 28)
3. dan sungguh Allah banyak sekali menghubungkan dalam hukumnya keringanan dan kemudahan bagi hambanya sebagaiamana dalam firmannya : 28. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. ( an nisa: 28 )
4. ﴿وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ﴾ [الحج:78]
78. kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. ( al hajj: 78 )
وأما من السنة فقول النبي r: " بعثت بالحنيفية السمحة " التيسير سلسلة الحديث الصحيح للألباني رقم:2924
dalam hadist dikatakan : aku diutus dengan agama yang lurus lagi mudah.silsilah shohih karya albani hadist no : 2924.
و ما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم ( متفق عليه )
Jika aku perintahkan dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian. ( HR bukhari no :7288 & muslim no : 1337 )
dan telah menunjukkan yang demikian itu dalam penetapan hukum-hukum syari'at dan itu semua karena keutamaan allah yaitu bersama kesusahan itu ada kemudahan dan itu semua demi kemaslahatan makluqnya.
والعلماء يعبرون عن هذه القاعدة بتعبير يخالف تعبير المؤلف هنا، المؤلف هنا يقول: التعسير سبب للتيسير، والعلماء يعبرون عنها بلفظ آخر، فيقولون: المشقة تجلب التيسير، ولعل لفظ المؤلف أولى من لفظ الفقهاء،
Dan para ulama lainya mengetengahkan qaidah ini dengan siyah yang berbeda dengan apa yang di ketengahkan mualif disini ( as syeikh as sa'diy) mengatakan : kesulitan sebab dari kemudahan ( at ta'siru sababun lil taisir) sedang ulama' lainya mengatakan dengan lafadh : kesusahan mendatangkan kemudahan ( al masaqqotu tajlibu at taisir ) namun lafadh dari mualif lebih tepat dari pada lafadhnya para fuqoha,
As syeikh abu huamid abdullah al falasi mengatakan dalam ringkasanya dari kitab qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin dalam qaidah kelima dengan teks
القاعدة الخامسة: كلما وجدت المشقة وجد التيسير
Kulamaa wajadatil masaqotu wajada at taisuru

Dimana jika didapati kesulitan maka akan didapati kemudahan
، فما هي أنواع العسر الجالب للتيسير؟ منها: المرض كما قال -جل وعلا-: { فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ } (سورة البقرة آية : 196) ففي هذه الآية علق الله - عز وجل - الحكم بقوله: (مريضا) ولم يطلق، لم يقل: من كان به مرض، فدلنا ذلك على أن المراد مرض خاص، والذي يترتب عليه الفعل أو يترتب عليه الحكم حكمة الحكم هو إذا كان المرض على حالة لو فعل المأمور معها لتأخر البرء أو زاد المرض، فإنه يشرع التخفيف حينئذ.
Maka apa saja yang di kategorikan " kesulitan itu bisa mendatangkan kemudahan " diantaranya adalah sbb :
1. orang yang sakit sebagaiman firman ALLAH dalam memberikan keringanan kepada orang yang sakit di waktu haji
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ (سورة البقرة آية : 196)
196. . jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Dalam ayat ini allah memberikan keringanan hukum dengan firmannya ( مريضا ) namun tidak mutlaq semua sakit allah tidak mengatakan "man kana bihi mardhon" ( barang siapa yang merasa sakit ) ,maka menunjukkan ayat ini sakit yang dimaksud adalah sakit tertentu, maka yang dimaksudkan dari ayat ini yang termasuk hikmah allah dalam menentukan hukum adalah : jika orang yang sakit tersebut mengerjakan peerintah tersebut kemudian menyebabkan sakitnya bertamnah parah atau menghalangi kesembuhanya, maka syariat memberikan keringanan di saat seperti itu.
مثال ذلك: من كان الصيام يؤخّر شفاءه أو كان الصيام يزيد في مرضه جاز له الفطر، ومن لم يكن كذلك لم يجُز له الفطر، ولو كان مريضا؛ ولذلك من به وجع أسنان أو صداع بحيث أن الصيام لا يزيد في مرضه ولا يؤخر شفاء المرض، فإنه لا يجوز له الإفطار.
Contoh lainya adalah: orang yang sakit dalam keadaan puasa jika menyebabkan terhambatnya kesembuhanya atau karena puasa bisa menjadi parah sakitnya mak boleh baginya untuk berbuka( membatalkan pausanya dan menganti dilain hari ), adapun jika tidak dalam keadan seperti itu maka tidka boleh baginya membatalkan puasanya, waluapun dalam keadaan sakit, contohnya , sakit gigi atau sedikit pusing jika dengan menjalankan puasa tidak menyebabkan sakitnya menjadi parah dan menghambat kesembuhannya maka tidak boleh baginya membatalkan puasanya.
.ومن أسباب التيسير في الشريعة -أيضا- السفر، وقد اختلف العلماء في ضابط السفر، فمنهم: من يقول: حدُّه بثمانين كيلو، ومنهم من يقول: بمسير يوم، وهذا القول فيه قوة؛ لأن الله - عز وجل - قال: { يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ } (سورة النحل آية : 80) ولأن الشريعة جاءت في نصوصها وصف السفر بكونه يوما، ورد في بعض الأحاديث: " لا تسافر امرأة يوما إلا مع ذي مَحرم " ولم يرد أقل من ذلك، والقول الثالث في المسألة بأن الضابط في المسألة يرجع إلى العرف فما عده أهل العرف سفرا فهو سفر، وإلا فلا نعده سفرًا تُناط به أحكام التخفيف والدليل على أن السفر يناط به التخفيف قول الله - عز وجل - { فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ } (سورة البقرة آية : 184) .
2. dan salah satu sebab kemudahan dan keringanan dalam syariat adalah orang yang bepergian jauh ( safar) , namun ulama' berselisih pendapat jarak nya berapa bisa dikatakan safar ( bepergian jauh ) , sebaina mereka mengatakan : batasnya tidak kurag dari 80 km, sebagian lagi berkata : batasanya perjalanan sehari , dan pendapat ini munkin yang lebih kuat, karena allah mengatakan :
: { يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ } (سورة النحل آية : 80
80. di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim ( an nahl : 80 )
karena syari'at itu datang dengan dalil yang mensifati safat ( bepergian jauh ) dengan makna sehari, sebagaiman dikatakan dalam hadist : " jangan lah seorang perempaun itu safat ( bepergian ) sehari kecuali dengan mahramnya" dan tidak dikatakan yang lebih sedikit dari batasan waktu itu ( sehari )
Adapun pendapat yang ketiga dalam menentukan batasan safar ( bepergian jauh ) yaitu : hendaknya dikembalikan kepengertian umumnya masyarakat, ( al urfi), maka jika umumnya pemahaman ahlul urfi menyatakan hal itu sudah dikatakan safar maka kita sebut safar, jika tidak maka tidak termasuk dikatakan safar dan belum mendapatkan keringanan.
Adapun dalil safar ( bepergian jauh ) mendapatkan keringanan dalam syari'at adalah firman allah :
{ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ } (سورة البقرة آية : 184) .
184.. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
ومن أسباب التخفيف -أيضا- النقص؛ ولذلك المجنون يخفف عنه في الأحكام، والمريض، والحائض تسقط عنها الصلاة وطواف الوداع ... وهكذا.
3.Dan sebab lainya dalam mendapatkan keringanan dalam syari'at adalah " an naqs"( kurang sempurna ) maka orang gila mendapatkan keringanan dalam hukum syari't, begitu juga orang yang sakit, orang yang haids gugur darinya kewajiban sholat dan thowaf wada' dsb.
والشارع في التيسير يسلك مناهج عدة فمرة يسقط الواجب مثل: سقوط الصلاة في حق الحائض، ومرة ينقص الواجب، مثل: صلاة المسافر، ومرة يبدل الواجب بغيره، مثل التيمم بدل الوضوء، ومرة يقدم الواجب ، مثل: تقديم الزكاة، وتقديم الصلاة المجموعة ، ومرة يؤخر مثل: تأخير الصلاة المجموعة، هذا شيء مما يتعلق بهذه القاعدة. نعم.
Dan pembuat syari'at ( allah & rasulnya ) dalam memberikan keringanan & kemudahan dengan menempuh berbagai manhaj:
1. kadang keringan itu mengugurkan kewajiban, misal : gugurnya kewajiban sholat bagi wanita haids
2. kadang meringankan hal yang wajib, misal : sholatnya orang safar ( boleh dijama' dan di qosor ) , orang yang sakit dan tidak mampu berdiri boleh sholat dengan duduk ataupun berbaring.
3. kadang keringanan itu menganti kewajiban dengan yang lainya, misal: tayamun mengantikan wudhu jika tidak ada air & bagi yang punya udhur ( seperti sakit ).
4. kadang keringan itu bolehnya mendahulukan kewajiban dalam menunaikannya misal : bolehnya mempercepat membayar zakat, dan mendahulukan sholat berjama'ah jika sudah berkumpul.
5. kadang keringan itu bolehnya mengakhirkan suatu kewajiban misal :mengakhirkan sholat berjama'ah jika belum berkumpul jama'ahnya., maka itu semua adalah berhubungan dengan qaidah ini.
Dan contoh dari qaidah yang agung ini sangat banyak sekali untuk di kemukakan disini, namun ana cukupkan itu saja

KAIDAH KE ENAM

وليس واجب بلا اقتدار ولا مُحَرَّم مع اضطرار
WALAISA WAJIBUN BILAA IQTIDARIN WALAA MUHAROMUN MA'AADH DHOROR.

ARTINYA: tidak menjadi kewajiban jika tidak mampu mengerjakan dan tidak ada keharaman dalam keadaan darurat ( bahaya )

يتضمن هذا البيت قاعدتين:القاعدة الأولى: أن الواجبات تسقط مع عدم القدرة، والمراد بالقدرة: الاستطاعةوالمراد بالقاعدة: أن من لم يكن قادرا على فعل من الأفعال سقط عنه وجوبه، دليل ذلك قول الله - عز وجل - { فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } (- سورة التغابن آية : 16) وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " إذا أمرتكم بشيء فأتوا منه ما استطعتم " .وأنواع القدرة تختلف باختلاف الواجب، فالواجبات منها بدنية: فعدم القدرة يكون بعدم جزء البدن المتعلق بذلك الواجب ، مثل: غسل اليد، قد تُقْطَع اليد، فحينئذ لا يتمكن من غسل اليد، وقد يكون بعدم قدرة ذلك الجزء على العمل، مثل المُقْعَد الذي لا يستطيع القيام.
Bait ini mengandung dua qaidah yaitu :
Qaidah pertama : annal waajibaat tasquru ma'a 'adamil qudroh, artinya : sesunggunya suatu kewajban menjadi gugur jika tidak ada kemampuan untuk menjalanknnya, sedang maksud al qudrah adalah kemampuan.
Jadi maksud dari qaidah ini adalah : barang siapa yang tidak ada kemampuan baginya untuk menjalankan danmelaksanakan salah satu amalan wajib dari kewajiban agama maka gugurlah hukum wajib tersebut.
dalilnya adalah firman ALLAH SWT :
{ فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } (- سورة التغابن آية : 16)
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ( at taqobun: 16 )
Juga hadist rasulullah SAW "
و ما امرتكم به فأتوا منه مااستطعتم ( متفق عليه )
Jika aku perintahkan dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian. ( HR bukhari no :7288 & muslim no : 1337 )
Adapun macam-macam al qudrah ( kemampuan) disini berbeda-beda tergantung jenis dari kewajiban tersebut, diantara hal yang wajib kadang berhubungan dengan 1.badan, yaitu tidak ada kemampuan ( 'adamul qudrah ) berhubungan dengan angota badan yang berhubungan dengan kewajiban tersebut, contoh : mencuci tangan tatkala berwudhu padahal orang tersebut tidak memiliki tangan ( putus tangannya), maka dalam keadaan seperti itu orang tersebut tidak ada kemampuan untuk mencuci tangan, maka gugurlah kewajiban mencuci tangan baginya
2. kadang tidak ada kemampuan juga berhubungan dengan perbuatan ( fiil ) ibadah, misal : orang yang lumpuh / duduk di kursi roda maka tidak ada kemampuan baginya untuk berdiri ( dalam sholat ataupun ibadah lainnya: misal thowah, sa'ii dsb ) maka gugurlah kewajiban berdiri baginya.
والواجبات المالية قد يعجز عنها لعدم وجود المال أو لعدم القدرة على التصرف فيه، مثل: من لم يجد الزاد والراحلة في الحج سقط عنه وجوب الحج، وهناك واجبات قولية تسقط عن الأبكم الذي لا يستطيع الكلام، وهذه الواجبات على نوعين:منها ما له بدل فإذا عجز عن الأصل سير إلى البدل، مثل: الوضوء والتيمم، ومنها ما إذا سقط لا يكون له بدل، مثل: وجوب الحج إذا سقط عن غير المستطيع.
Dan kewajiban yang berhubungan dengan harta ( wajibaatul maaliyyah ) kadang gugur darinya karena tidak memiliki kemampuan untuk mengunakan harta yang cukup, misal : tidak memiliki perbekalan dan biaya untuk bepergian ibadah hajji maka gugurlah kewajiban hajji.
Dan ada juga kewajiban yang berhubungan dengan ucapan/perkataan, ( wajibaatul qauliyyah ) misal : bacaan dalam sholat, maka gugurlah kewajiban itu dari orang yang bisu yang tidak bisa berbicara.
Dan kewajiban ini terbagi menjadi 2 macam :
1. kewajiban yang ada ganti dari kewajiabn tersebut jika tidak ada kemampuan untuk mengerjakannya dengan angota badan misal : wudhu gantinya adalah : tayamum, orang tua yang tidak mampu berpuasa : gantinya memberi makan tiap hari satu orang faqir miskin, dsb
2. kewajiban yang tidak ada ganti dari kewajiabn tersebut jika tidak ada kemampuan untuk melaksanakannya, misal : kewajiban haji gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk melaksanakanya, atau jihad ( berperang melawan orang kafir ) gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk menegakkannya misal bagi orang yang sakit parah, tua renta, lumpuh, buta dsb.
وإذا تقرر ذلك، هل العجز عن بعض الواجب يسقطه؟هذه قاعدة مهمة: هل العجز عن بعض الواجب يسقطه؟ هذا يختلف باختلاف بعض الواجبات فإن الواجبات على نوعين:
Jika kita sudah mengetahui hal diatas , sekarang ada pertanyaan apakah lemah ( tidak mampu ) mengerjakan bagian dari suatu kewajiban meyebabkan gugurnya keajiban tersebut ? qaidah ini yang penting dan perlu di garis bawahi : APAKAH LEMAH UNTUK MENGERJAKAN BAGAIN DARI SUATU KEWAJIBAN MENGGUGURKAN KEWAJIBAN TERSEBUT ? . Ini berbeda dengan jenis & macamnya kewajiban, karena hal yang wajib itu ada dua ,macam :
النوع الأول: واجبات لا تتبَعَّض وإنما هي جزء واحد، فإذا عجز العبد عن بعضه سقط الجميع، ومثال ذلك: صاع الفطرة إذا عجز الإنسان عن بعضه سقط الجميع، وهذا يعبر عنه الفقهاء بقولهم: ما لا يتبعَّض فاختيار بعضه كاختيار كله، أو قالوا: فسقوط بعضه كسقوط كله.
Yang pertama : ibadah wajib yang tidak bisa dipotong ( dibagi-bagi ) karena ibadah tersebut satu bagian yang sempurna, maka jika seorang hamba tidak mampu untuk mengerjakannya sebgaiannya maka gugurlah kewajiban tersebut. misalnya : batasan zakat fitrah adalah satu sha' (ukuran sekarang kira-kira 2,176 kg Dan kita bisa menggunakan tangan untuk menjadi takaran dengan cara kita penuhi kedua telapak tangan sebanyak empat kali. Karena satu mud sama dengan genggaman dua telapak tangan orang dewasa dan satu sha' sama dengan empat mud pent. ) jika dia tidak memiliki satu sha' maka gugurlah kewajiban tersebut. Dan para ulama mengatakan tentang qaidah ini : maa laa yataba'adu fakhtiaru ba'dhohu ka ikhtiyaru kuluhu artinya : apa saja dari ibadah yang tidak bisa di bag- & di potong sebagian maka memilih bagainnya merupakan pilihan semuanya. Atau mereka berkata : fasaqothu ba'dhuhu ka saqothu kuluhu artinya jika gugur sebagian saja maka gugur semuanya.
والنوع الثاني: واجبات تتبعَّض وليس بعضها مرتبطا بالآخر، فحينئذ إذا عجز عن البعض لم يسقط الباقي، مثل ستر العورة في الصلاة إذا عجزنا عن ستر بعض العورة وجب علينا ستر الباقي، ويعبر عنه الفقهاء بقولهم: الميسور لا يسقط بالمعسور.
Jenis kewajiban yang kedua : ibadah wajib yang bisa di bagi-bagi ( di potong sebagian dalam artian : boleh mengerjakan sebgaian dan boleh meningalkan sebagian jika tidak mampu melaksanakannya secara sempurna) dan bagian satu tidak berkaitan dengan bagain yang lain maka jika tidak mampu untuk melaksanakanya sebagian tersebut maka tidak gugur sebagian kewajiban tersebut, misal : menutup seluruh aurat waktu sholat, maka jika kita tidak mampu menutup semua aurat dan terbuka sebagain, maka kita wajib menutup aurat yang kita mampu untuk menutupinya, dan para ulama mengungkapkan qaidah ini dengan : al maisuuru laa yasqutu bil ma'suuru artinya : hal yang mudah tidak membatalkan hal yang sulit secara mutlaq
وهناك واجبات تتردد بين الأمرين: هل هي وحدة واحدة أو هي أجزاء تتبعَّض فيقع الخلاف بين الفقهاء، مثال ذلك: الوضوء إذا عجز الإنسان عن غسل جميع أعضائه في الوضوء، وتمكن من غسل بعض الأعضاء، فهل يجب غسل البعض المقدور عليه؟ يقول: هل الوضوء يتبعَّض أو لا يتبعض؟ إن كان الوضوء يتبعض فإنه حينئذ يجب غسل ما يستطاع منه، وإن كان لا يتبعض فإنه لا يجب الغسل.
Dan disana ada ibadah wajib yang terkandung didalamnya dua hal diatas : apakah dia satu bagian yang utuh atau dia itu bisa dibagi-bagi , di sini ada perselisihan diantara fuqoha' : contohnya : wudhu' , jika seseorang tidak mampu mencuci semua angota badan yang wajib di basuh, dan hanya mampu mencuci sebagian saja, apakan wajiba baginya uintuk mencuci amgota wudhu yang tersisa ? para fuqoha' berkata : apaka wudhu bisa dibagi & di potong sebebagain atau satu kwajiban yang utuh yang tidak bisa di bagi-bagi ? maka jika wudhu' merupakan ibadah yang bisa dibagi & di potong maka wajib bagianya mencuci angota badan yang dia mampu untuk mencucinya, dan meningalkan yang lain, namun jika tidk bisa di bagi maka tidak wajib baginya untuk mencuci dan mengantinya wudhu dengan tayamum. Wallahu a'lam.

القاعدة الثانية: لا مُحَرَّم مع اضطرار، يعبر عنه كثير من الفقهاء بقولهم: الضرورات تبيح المحظورات، والمراد بالضرورة ما يلحق العبد ضرر بتركه بحيث لا يقوم غيره مقامه، هذا المراد بالضرورة على الصحيح
Kaidah kedua yang terkandung dalam bait kaidah ke enam adalah :
Laa muharromun ma'a ithdoror, artinya : tidak ada keharaman jika bersaman dengan darurat ( bahaya ) dan banyak dikalangan para fuqoha mengatakan dengan teks lainya : al dhororu tubihul mahdhuuroh " keadaan darurat menhalalkan hal yang haram " dan yang dimaskud ad dhoruruh disini adalah : apa-apa yang menyebabkan bahaya bagi hamba jika di tingalkan, dimana tidak ada lainnya yang menempati sebagai penganti , inilah yang dimaksud ad dhoruroh yang benar .
بخلاف الحاجة فإن الحاجة هي ما يلحق المكلَّف ضرر بتركه، لكنه قد يقوم غيره مقامه .مثال الضرورة: إذا كان الإنسان مضطرا ولم يجد إلا الميتة، فهنا لو ترك الميتة لحقه ضرر ولا يقوم غيره مقامه، ما يجد إلا الميتة فهذا ضرورة ز ليس مطلقا و لكن مقيدة بقدرها
Berbeda dengan makna al haajah ( kebutuhan /keperluan ) maka hajah / kebutuhan maknanya : apa saja yang bisa menyebabkan bahaya bagi seseorang jika meninggalkannya, akan tetapi ada yang lainnya yang bisa meenempatinya sebagai penganti.
Misal dhoruroh : jika seseorang dalam keadaanya sangat genting dan lapar sekali dan tidak mendapati hal yang halal untuk dimakan kecuali bangkai padahal bangkai haram , jika dia meninggalkan bangkai tersebut untuk tidak dimakan maka orang tersebut akan mendapatkan bahaya, dan tidak ada lagi selain bangkai sebagai pengantinya ( namaun jika ada makanan yang halal yang bisa dia capai & dapatkan maka dia harus mencari yang halal itu ) , maka dia mendapati bangaki tersebut sebagai dhoruroh, dan ini tidak mutlaq semuanya halal, namun ada muqoyyadnya yaitu : sesui kadar nya saja (tidak boleh berlebih lebihan, akan datang penjelasnya insya allah )
ودليل القاعدة –قاعدة المحظورات تباح بالضرورات-: عدد من النصوص الشرعية، منها قوله +جل وعلا: { فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ } (سورة البقرة آية : 173)
Adapun dalil dari qaidah ini (al makdhuroot tubahun bil doruroot / hal yang haram menjadi mubah jika dalam kondisi kritis, bahaya) adalah beberapa ayat diantaranya :
173 barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya ( al baqorah : 173 )
وقوله سبحانه: { وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ } (سورة الأنعام آية : 119)
Dan firmanya :119. Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya ( al an'am :119 ) ..
فالأولى -الآية الأولى- قد يقال: بأنها خاصة بالمطعمات. لكن الثانية ظاهرها عام { وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ } (سورة الأنعام آية : 119) ومن أمثلة القاعدة، أكل لحم الميتة للمضطر.
Di ayat yang pertama hanya khusus berhubungan dengan masalah makanan, akan tetapi dalam ayat kedua ini thohirnya berupa umum Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya ( al an'am :119 ) sedang misal dari qaidah ini adalah : memakan bangkai yang asalnya haram di halalkan jika dalam keadaan bahaya ( lapar sekali dan ngak ada penganti selain bangkai tersebut )
وللقاعدة شروط: لا بد أن نلاحظها، وهذه الشروط مهمة؛ لأن بعض الناس يريد التخفف من أحكام الشريعة بهذه القاعدة، ولا يلاحظ شروطها.
Namun dalam qaidah ini ada syarat yang harus kita perhatikan , dimana syarat ini sangat penting sekali karena sebagain manusia mengiginkan keringanan dari hukum syari'at dengan alasan qaidah ini dan tidak memperhatikan syarat-syaratnya
فمن شروط هذه القاعدة: أن تكون الضرورة تندفع بفعل المحظور. فإن لم تندفع، لم يجز فعل المحظور. ومثلوا له بالظمآن الذي لا يجد إلا ماء خمر، الذي لا يجد إلا الخمر، فهذا لا يجوز له تناول الخمر؛ لأن الخمر لا يبعد الظمأ، وإنما يزيد الإنسان ظمأً إلى ظمئه. فالمحظور هنا زاد الضرورة، ولم يدفعها .

Termasuk syarat dari qaidah ini adalah :
Syarat pertama:
hendaknya kondisi genting, gawat & bahaya tersebut bisa hilang dengan mengerjakan hal yang haram tersebut , jika tidak bisa hilang keadaan genting tersebut maka tidak boleh mengerjakan hal yang haram tersebut, ahlul fiqh memberikan misal : orang yang sangat kehausan dan tidak mendapati air kecuali khomer ( minuman keras ) maka ini tidak boleh diambil untuk di minum karena khamer ( minuman keras ) tidak menhilangkan dahaga dan haus , bahkan akan membuat orang tersebut semakin kehausan dansemakin dahaga , maka hal yang haram disini malah justru menambah bahaya dan tidak bisa menhilangkan bahaya tersebut .
الشرط الثاني: ألا يوجد طريق آخر تندفع به الضرورة. إن وجد، لم يجز -حينئذ- فعل المحظور. مثال ذلك: طبيبة مسلمة، وطبيب رجل، وعندنا امرأة مريضة، يمكن دفع الضرورة بكشف المرأة الطبيبة.

Syarat kedua : tidak ada jalan lain untuk menghilangakn kondisi gawat dan bahaya tersebut , namun jika ada jalan lain maka tidka boleh mengerjakan hal yang haram tersebut, misalnya : ada dokter laki laki dan dokter perempaun , sedang pasiennya adalah pasien perempuan maka kita mengunakan dokter perempuan untuk memeriksa tubuh pasen perempuan yang sakit tersebut, dan kita tidak boleh memilih dokter laki-laki untuk memeriksa pasien perempuan dikarenakan adanya dokter wanita yang siap.
ومن شروط هذه القاعدة: أن يكون المحظور أقل من الضرورة. فإن كانت الضرورة أعظم، لم يجز. مثال ذلك: إذا اضطر إلى قتل غيره لبقاء نفسه، كما في مسألة الإكراه السابقة، فهنا الضرورة أقل من المحظور. المحظور هو قتل الغير، والضرورة هو أنه سيُقتل الإنسان، بعد تهديده بالقتل. قيل له: أقتل غيرك، وإلا قتلناك.
Dan juga termasuk syarat dari qaidah ini adalah : hendaknya hal yang haram tersebut lebih sedikit dari dhorurah ( bahaya ) maka jika dhorurohnya ( bahayanya) lebih besar maka tidak boleh, misalnya : jika bahayanya adalah menghilangkan nyawa orang lain agar dirinya selamat sebagaimana dalam misal paksaan ( dalam qaidah ke empat ) disini dhorurah lebih sedikit dibanding hal yang diharamkan yaitu membunuh orang lain sedang dhorurohnya ( bahayanya ) ancaman manusia kepada dirinya akan dibunuh, dengan ucapan mereka : bunuh orang lain jika tidak maka kami akan membunuhmu, maka ini tidak boleh dituruti.
ويلاحظ أنه إذا زالت الضرورة، زال حكم استباحة المحظور. ولا يجوز للإنسان أن يتوسع في المحظور، بمقدار لا تندفع به الضرورة. وهذا سيعبر عنه المؤلف في القاعدة الآتية، وإذا زالت الضرورة لم يجز فعل المحظور؛ ولذلك من شاهد الماء بطل تيممه. وعبروا عنه بقولهم: ما جاز لعذر بطل بزواله. نعم.
Dan perlu diperhatikan : jika hilang bahaya tersebut ( setelah melakukan hal yang dilarang) maka hilang lah hukum halal untuk melakukan hal yang dilarang tersebut, ( artinya tidak boleh menambah lebih banyak hal yang di haramkan) dan tidak boleh bagi manusia untuk menambah lebih banyak dalam melakukan hal yang dilarang tersebut, hanya sekedar hal yang bahaya tersebut bisa hilang. Dan ini akan di jelaskan oleh mualaif ( as syeikh as sa;di ) dalam qaidah berikutnya,dan jika hilang bahaya ( dhoruroh )nya maka tidak boleh melakukan hal yang di larang , untuk itu jika melihat air maka tayamumnya menjadi batal , dan ulama' mengatakan : ma jaala li 'udrin bathola bizawalihi artinya: apa saja yang bisa menghilangkan udhur maka batallah dhorurah tersebut.

KAIDAH KE TUJUH

وكل محظور مع الضرورة بقدر ما تحتاجه الضرورة
Wa kullu mahthurin ma'ad dhorurohi bi qodri maa tahtaajuhu ad dhorurotu

Artinya setiap hal yang dilarang itu di bolehkan jika dalam kondisi yang darurat, tetapi sesui dengan kadar yang dibolehkan saja untuk menghilangkan darurat itu.

في هذا البيت شرط من شروط القاعدة السابقة، وهو أنه لا يتناول من المحظور إلا بالمقدار الذي تندفع به الضرورة، ودليل هذا قول الله - عز وجل - { فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ } (سورة البقرة آية : 173) اشترط عدم البغي، وعدم العدوان، والعدوان: الزيادة في مقدار الواجب، في المقدار، فمن زاد فإنه يلحقه الإثم، هذا دليل القاعدة .
Bait qoidah ini merupakan salah satu syarat dari qaidah yang lalu ( ke enam bait kedua :
لا مُحَرَّم مع اضطرا maknanya adalah : tidak boleh mengambil hak yang diharamkan kecuali sesui kadar kebutuhan yang bisa menghilangkan kondisi darurat / bahaya tersebut,(dan tidak boleh lebih pent. ) sadapun dalilnya adalah firman ALLAH SWT dalam QS albaqoroh:173)
{ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ } (سورة البقرة آية : 173)
173. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. ( al baqoroh : 173 )
dalam ayat ini ada syarat : tidak ada keinginan terhadapnya , dan tidak pula melampui batas, makan al udwan : terus menambah hinga melampui batas yang di wajibkan, maka barang siapa yang melampui batas tersebut maka dia mendapatkan dosa, dan inilah dalil dai qaidah ini.
وقوله: "غير باغ" استدل العلماء بهذا اللفظ، على أن الرُّخص لا تناط بالمعاصي، وأن من سافر سفر معصية، لم يجز له أن يترخص برخص السفر، من الفطر أو جمع الصلاتين أو القصر، وكذلك جميع الرخص، إلا إذا كان مضطرًا إليها.وهنا مسألة متعلقة بقواعد الضرورة، وهي: هل الضرورة تبطل حق الغير؟ إذا اضطررتُ إلى مال غيري وتناولته، هل يحق للغير أن يطالب بضمان هذا المال؟ أو لا يحق؟ هذا فيه تفصيل، نقول: ننظر هل الضرورة نشأت من حق الغير؟ فإن كانت الضرورة نشأت من حق الغير، فإنه حينئذ لا حق لذلك الغير. مثاله: إنسان هاج عليه جمل، فاضطر إلى قتله؛ دفاعا عن نفسه، هنا مضطر. هل يحق لصاحب الجمل أن يأتي إليه ويقول: أعطني قيمة الجمل؟ نقول: لا، لا يحق له؛ لماذا؟ لأن الاضطرار هنا ناشئ من ملك الغير، ناشئ من ذات المملوك، فحينئذ لا يجب الضمان.
Adapun firmanya : "غير باغ" para ulama mengambil dalil dari lafadh ini , bahwasannya keringanan berlaku jika ada maksiyat, misalnya; barang siapa yang bepergian jauh ( safar ) dalam rangka maksiyat, maka tidak boleh baginya mendapatkan keringanan sebagaimana keringanan dalam safar, seperti : tidak berpuasa, atau menjamak 2 sholat ataupun qosor (meringkas sholat 4 rakaat menajdi 2 ) , dan begitu juga keringana-keringana yang lainya, kecuali memang dalam keadaan dhoruroh dan terpaksa dan butuh akan kerinagan tersebut.
Ada masalah lain yang berhubungan dengan kaidah darurat ini, yaitu : apakah kondisi darura membatalkan hak orang lainnya? Atau jika kondisinya darurat dan harus mengambil ( menhilangkan ) harta orang lain , apakah yang punya hak boleh menuntuk untuk menganti harta tersebut ? dalam maslah ini ada perinciannya.
2.apakah bahaya / kondisi darurat itu di timbulkan oleh hak milik orang lain atau bukan ? jika kondisi itu di timbulkan oleh hak milik orang lain maka, yang punya hak ngak boleh menuntutnya untuk menganti rugi hak yang hilang tersebut. Misalnya : seseorang tiba-tiba di serang onta ( sapi ) sampai membahayakan dirinya, maka orang tersebut melawannya hingga terbunuh onta/sapi tersebut karena membela diri , disini ada kondisi darurat ( membela diri ) ,maka apakah boleh sang pemilik onta/ sapi datang kepadanya dan mengatakan : berikan ganti rugi seharga onta/ sapi tersebut ?, maka kami ( para ulama) katakan : tidak ada hak bagi sang pemilik, kenapa, karena bahaya / kondisi gawat tersebut di timbulkan karena kelalailan sang pemilik, dia lupa menjaga hak miliknya, maka jika yang demikian ittu tidak ada garansi ( ganti rugi )
أما إذا كان الاضطرار ليس ناشئا عنه، مثال ذلك: مضطر جائع، لم يجد إلا جملا مملوكا لغيره، فذبحه وأكله. فحينئذ الاضطرار ليس ناشئا عن ملك الغير، ومن ثَم فإنه يضمن ذلك الملك. وعبروا عنه بقولهم: الاضطرار لا يبطل حق الغير. مرادهم إذا لم يكن ناشئا عنه.مثال آخر، يتضح به هذا التقسيم: إنسان في السفينة، ألقى بعض المتاع في البحر؛ لأنه مضطر إلى إلقائه. فهنا هل يجب الضمان؟ أو لا يجب؟ نقول: ننظر لماذا ألقى ذلك المتاع؟ فإن كان قد ألقاه لضرر ناشئ من المتاع، كأن يكون الرجل في جانب السفينة، فسقط عليه بعض المتاع، فخشي على نفسه الهلاك، فألقى بالمتاع في البحر. فهنا الاضطرار ناشئ من ملك الغير، فلا يجب عليه الضمان .لكن لو كان الاضطرار ليس ناشئا من ذلك المتاع، بأن تكون السفينة حمولتها كثيرة، ويخشى عليها من الغرق، فقال القائمون على السفينة: لا بد من إلقاء بعض المتاع، فأخذ بعض المتاع فألقي، فحينئذ هل يُضمن؟ نقول: نعم يُضمن؛ لأن هذا الاضطرار ليس ناشئا من ذات المتاع، وإنما هو ناشئ من جميع مَن في السفينة. فحينئذ يقال لجميع من في السفينة: اضمنوا هذا المتاع، ويضرب عليهم قيمته أو مثله، بحسب أعدادهم .
2.adapun jika kondisi darurat ( bahaya ) tersebut tidak ditimbulkan karena hak miliknya ( berhubungan dengan ) orang lain maka wajib mengantinya jika mengambil ( menhilangkan hak milik tersebut ) misalnya: seseorang sangat kelaparan, dan dia tidak mendapati makanan apapun kecuali onta milik ( hak ) orang lain kemudian orang ini menyembelihnya dan memakanya,maka dalam kondisi darurat ( bahaya ) ini ada dan terjadi tanpa ada hubungannya dan bukan karena hak orang lain, maka sang pemilik onta boleh menuntut ganti rugi dari onta yang dimakan orang tersebut, maka para ulama mengambil kaidah dari hal ini :
: الاضطرار لا يبطل حق الغير ( al idhirar laa yubtilu haqol ghoiri ) kondisi bahaya tidak menhalalkan ( membatalkan ) hak orang lain , dengan catatan kondisi darurat ( bahaya ) tersebut timbul bukan disebabkan hak miliknya. Contoh lainnya yang lebih terperinci : para penumpang dalam kapal, membuang sebagian barang milik penumpang lain kelautan ,karena bisa menyebakan bahaya jika tidak membuangnya, masalahnya apakah orang yang membuang barang tersebut harus menganti barang tersebut apa tidak ? maka kita lihat sebabnya : jika dia membuangnya karean kelalain sang pemilik barang, misalnya orang tersebut tinggal dibawah barang tersebut di letakkan , dan sebagian barang tersebut sering menjatuhinya, dan bisa membahayakannya, terus dia membuangnya kelautan barang tersebut, maka bahaya tersebut timbul karena kelalaian sang pemilik barang maka , tidak wajib baginya menganti barang tersebut , namun jika kondisi bahaya tersebut bukan ditimbulkan dari hak ( barang ) oranga lain , misal kapal tersebut kelebihan barang dan muatan , dan bisa menyebabkab kapal tersebut tengelam sehingga pemilik / kapten kapal mengatakan : kita harus membuang sebagain barang kelaut, dan diambillah sebagian barang tersebut dan dibuang kelaut, maka apakah ada garansi ( ganti rugi ) barang tersebut, kita katakan : iya ada garansi, karena bahaya tersebut tidak ditimbulkan dari barang itu sendiri atau kelalaian pemilik barang namun timbul karena kelalaian semua orang dalam kapal, sehingga di katakan kepad semua yang ada di kapal : beri ganti rugi barang tersebut , dan di bagi rata setip penumpang hingga terkumpul seharga barang tersebut, tergantung jumlah dan harganya.
هذا شيء مما يتعلق بهذه القاعدة. نسأل الله - عز وجل - أن يوفقنا وإياكم لطاعته، وأن يجعلنا وإياكم من أهل عبادته، وأن يرزقنا وإياكم العلم النافع، والفهم الصائب، والعمل المتقبل، وأن يغفر الله لنا ولكم، ولوالدينا ولجميع المسلمين، وأن يوفق علماء المسلمين لبيان الشريعة، وأن يوفق حكامهم للحكم بهذه الشريعة، والله أعلم، وصلى الله على نبينا محمد .