5/31/11

CITRA ANAK SHALIH


CITRA ANAK SHALIH



Oleh Ustadz Zainal Abidin, Lc. hafizhahullahu ta’ala

Lembaga pendidikan hanya sebuah sarana dan sekolah hanya sekedar tempat singgah anak untuk menjalani persiapan menuju jenjang pendidikan berikutnya. Namun sangat disayangkan sebagian lembaga pendidikan ternyata lebih banyak mewarnai prilaku dan tabiat buruk anak. Oleh karena itu, sukses dunia-akhirat harus menjadi bahan pertimbangan yang utama dan orang tua harus pandai-pandai memilih lembaga pendidikan yang sejalan dengan syariat Islam.

Banyak orang awam dan berkantong tebal salah dalam memilih lembaga pendidikan. Mereka bukan lagi mempertimbangkan kebersihan akidah dan keluhuran akhlak bagi anaknya, pertimbangan mereka hanya berorientasi pada keberhasilan di dunia sehingga mereka banyak yang salah dalam memilihkan tempat bagi pendidikan putra-putrinya dengan memilih sekolah favorit yang ternama dan bergengsi, walaupun harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal, dan bahkan menjadi trend dan dianggap bisa mengangkat prestise jika menyekolahkan anaknya di tempat orang-orang kaya. Akibat kesalahan orang tua dalam memilihkan sekolah untuk anaknya membuat pupus harapannya untuk menimang anak shalih.

Agar seorang muslim tidak gagal dalam mendidik anak-anaknya maka harus memperhatikan kesalahan-kesalahan berikut ini:

1. Salah Tujuan.

Seringkali orang tua menyekolahkan anak karena malu sama tetangga atau takut sama teman-teman kalau anaknya bodoh atau kalah kecerdasannya atau kawatir anaknya nanti tidak mendapat lapangan kerja yang layak atau ingin anaknya nanti menjadi pengawai negeri dan pejabat tinggi yang banyak harta dan hidup mapan. Padahal, niat utama orang tua haruslah berangkat dalam rangka menjalankan perintah Alloh, memenuhi kewajiban hamba sebagai orang tua yang memang dituntut untuk mendidik anak-anaknya, dan agar anaknya menjadi hamba Alloh yang bertakwa dan shalih yang menjadi simpanan abadi di akherat kelak. Jadi, bukan hanya sekedar menyekolahkan anak biar pintar, atau lebih parah lagi untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa ia mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah bergengsi agar berhasil meraih titel tinggi.

Saat ini sekolah yang berorientasi hanya untuk keberhasilan dunia masih menjadi prioritas banyak orang awam dan mereka tidak memperhatikan pendidikan yang ikhtilat atau bukan. Sehingga kemaksiatan mudah tercipta di sekolah tersebut, karena landasan agama dicampakkan, sementara dunia menjadi tujuan. Akibatnya, di sekolah-sekolah yang ikhtilat, banyak terjadi kasus zina melalui budaya pacaran, pergaulan bebas dan asmara buta sehingga kekejian merebak dan perzinahan merajalela.

2. Salah Sekolahan.

Bisa jadi orang tua sudah benar dalam niat, tapi karena minimnya ilmu agama, sehingga ia salah mencarikan lembaga pendidikan bagi anak-anaknya. Misalnya, ia ingin anaknya paham ilmu agama, maka ia memasukkan anaknya ke sekolah agama seperi madrasah atau pesantren tetapi ternyata pesantrenya penuh dengan bid’ah atau kurang mengontrol aqidah dan akhlak atau memasukkan ke sekolah Islam yang di situ bercampur baur antara pelajar laki-laki dengan perempuan atau kurang perhatian dalam sistim pengajaran sehingga bercampur antara pelajaran yang syar’i dan bid’ah, bahkan antara ajaran Islam dan ajaran kafir. Sehingga hal itu akan memberikan pemahaman dan efek buruk pada pemikiran sang anak. Ia pun secara sistematis akan tumbuh menjadi generasi dengan pemahaman dan pengamalan Islam yang menyimpang dari syariat Islam.

3. Salah Keteladanan.

Sebagaimana yang telah saya jelaskan diatas bahwa keteladan memiliki pengaruh kuat dalam proses pendidikan anak. Ketika orang salah memberikan keteladanan maka anak terdidik diatas kebiasaan buruk dan prilaku yang negatif sehingga setiap orang tua tidak boleh meremehkan hal tersebut. Karena contoh yang diberikan oleh orang tua maupun guru sangat berdampak kuat bagi pembentukan kematangan pribadi sang anak. Saat kita bicara aqidah dan moral maka pendidik harus menjunjung tinggi nilai-nilai aqidah dan moralitas agama agar anak-anak tumbuh dewasa diatas aqidah dan moral yang sempurna. Maka, mencari seorang pendidik juga harus selektif. Pendidik seharusnya orang yang memiliki kelebihan ilmu dan amal di banding murid-muridnya.

4. Salah Metode Pendidikan

Bisa saja pelajaran yang diberikan kepada sang anak sudah baik, tapi cara penyampaiannya yang tidak tepat, sehingga tujuan dan target pendidikan tidak tercapai dan hal itu akan mempengaruhi keberhasilan anak didik. Contohnya, untuk mendisiplinkan anak-anak diterapkan sanksi kekerasan fisik yang hanya membentuk watak keras bagi sang anak, atau memberi toleransi yang berlebihan sehingga membuat anak semakin manja. Tak jarang juga orang tua selalu memenuhi keinginan dan permintaan anak yang bersifat materi sehingga anak tumbuh menjadi anak yang cinta dunia sementara ada juga orang tua yang sangat mengabaikan permintaannya sehingga anank mempunyai kebiasaan mencuri. Atau anak hanya dicecar dengan hafalan namun kurang diajak untuk memahami suatu permasalahan.

5. Motivasi Yang Kurang Tepat.

Kesalahan orang tua atau guru dalam memberi motivasi kepada anak didiknya bisa memberi dampak yang kurang baik. Misalnya, mendoromg anak berprestasi dengan hadiah yang menggiurkan atau memotifasi anak berprestasi agar tidak tersaingi oleh teman-temannya atau memotivasi anak agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya. Motivasi yang demikian itu akan merusak watak dan pribadi anak karena anak terdorong bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu bukan karena Alloh hanya untuk berprestasi dan mendapat hadiah yang menggiurkan maka tatkala dia tidak bisa ber prestasi dia akan menjadi orang yang frustasi dan malas belajar, sementara anak yang didorong agar tidak tersaingi oleh teman-temannya akan timbul sifat angkuh, sombong dan egois dan anak yang dimotifasi agar bangga dengan prestasi yang dicapainya menjadikan anak tidak pandai bersyukur kepada Alloh dan dia hanya bersemangat menuntut ilmu hanya untuk prestasi tatkala gagal dia akan kehilangan kendali.

6. Membatasi Kreativitas Anak.

Ada sebagian orang tua yang membatasi, memaksa dan selalu menentukan kreatifitas anak. Hal ini akan berdampak bakat anak terkekang, tidak berkembang kreatifitasnya, kurang percaya diri, tidak pandai bergaul dan cenderung memisahkan diri dari teman-temannya. Seharusnya orang tua mengarahkan, membimbing, mendorong dan memberi fasilitas anak untuk mengembangkan kreatifitasnya selagi kreatifitas tersebut tidak melanggar syariat, tidak merugikan dan mengganggu orang lain, bermanfaat untuk diri maupun agamanya maka anak akan merasa mendapat dukungan sehingga ide cemerlang akan muncul dan anak akan menjadi orang yang bertanggung jawab dan bangga kepada orang tuanya sehingga orang tua akan mendapatkan hasil dari pendidikan anaknya.

7. Membatasi Pergaulan.

Terkadang maksud baik orang tua agar anaknya tidak terpengaruh oleh pergaulan teman-temannya bertindak melampui batas dalam memprotek pergaulan anaknya, bahkan jika orang tuanya ada tamu, anak-anaknya dilarang keluar menemuinya dan harus menjauh agar tidak mengganggu tamunya. Atau anak hanya diperbolehkan bergaul dengan teman-teman tertentu yang belum tentu shalih sementara kepada teman-temannya yang shalih, paham sunnah dan rajin beribadah justru dilarang mendekatinya. Sikap orang tua seperti ini akan membuat anak menjadi malu dan tidak pandai bergaul, atau akan menjadikan anak meremehkan dan merendahkan orang lain dalam bergaul karena tidak selevel dengan dia sebagaimana yang diajarkan orang tuanya. Seharusnya orang tua bijaksana mengawasi pergaulan anak-anaknya jangan terlalu membatasi dan jangan terlalu membiarkan anak bergaul dengan siapa saja. Orang tua harus selalu mengingatkan dan memantau anak agar bergaul dengan orang-orang shalih, yang paham terhadap sunnah, rajin beribadah dan berakhlak mulia serta teman-teman yang bisa memotivasinya menjadi orang yang bermanfaat untuk diri, agama, orang tua dan orang disekitarnya. Dengan demikian anak akan tumbuh menjadi anak yang pandai bergaul dan selektif memilih teman dengan bimbingan orang tuanya.

8. Tidak Disiplin dan Kurang Tertib.

Ketidak disiplinan dan kurang tertibnya orang tua dalam mendidik anak akan membuat anak juga tidak disiplin dan tertib dalam menjalani hidupnya. Orang tua dan para pendidik harus menanamkan hidup disiplin dan tertib sejak usia dini sehingga anak terbiasa hidup disiplin dan tertib dalam menunaikan tugas-tugas harian terutama yang terkait dengan kewajiban agama dan ibadah kepada Alloh, tugas rumah dan tugas sekolahan. Anak harus dilatih untuk membiasakan shalat fardhu tepat waktu dan anak laki-laki diperintahkan shalat dimasjid, melatih diri untuk berpuasa serta mentaati perintah orang tua dalam kebaikan bukan dalam kemaksiatan.

Setiap orang tua atau pendidik hendaknya membuatkan jadwal rutin harian, yang berkaitan dengan ibadah, tugas harian maupun tugas sekolah dan orang tua harus senantiasa mengontrol dan mengawasinya jangan sampai ada yang terlewatkan sehingga lama kelamaan akan menjadi suatu rutinitas dan terbiasa hidup tertib dan disiplin.

9. Pendidikan Formal.

Sebagian orang tua sudah merasa cukup dengan pendidikan formal atau lembaga kursus atau bimbingan belajar anak-anaknya dalam mencari ilmu pengetahuan. Padahal kebanyakan lembaga tersebut tidaklah mengajar kecuali ilmu yang berkaitan dengan keduniaan saja, tanpa memeperdulikan kebutuhan prinsipil seperti pendidikan aqidah, pembinaan akhlak dan pendidikan yang berbasis pada kemandirian. Sehingga saat anak lulus dari lembaga formal tidak bisa menghadapi realita dan persaingan hidup. Kebutuhan ilmu sang anak tidak terbatas yang didapat di sekolah atau madrasah saja. Setiap anak harus membekali dirinya dengan berbagai macam pengetahuan yang berkaitan dengan realita kehidupan, perkembangan teknologi, informasi, komunikasi, situasi terkini, dunia binatang , ataupun dunia tumbuh-tumbuhan, namun orang tua harus tetap aktif dan selektif dalam memilihkan bacaan untuk anak-anaknya agar anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak dinginkan.

10.Kurang Mengenalkan Tanggung Jawab.

Orang tua harus menumbuhkan kesadaran dan perasaan tanggung jawab yang tinggi pada anak-anaknya akan tugas dan kewajiban baik yang terkait dengan urusan agama dan dunia. Masing-masing harus merasa bahwa tugas sekecil apapun merupakan amanah yang harus diemban dan beban tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kemampuan yang ada. Anak harus dilatih untuk lebih dahulu menunaikan kewajiban daripada menuntut haknya baik hubungannya dengan Alloh azza wa jalla maupun kepada sesama manusia terutama kepada orang tua, sanak kerabat dan teman-temannya.

Orang tua harus mengenalkan kepada anak-anaknya tentang tanggung jawab kepada agama, diri dan lingkungannya. Bahkan anak harus dikenalkan tentang kewajiban zakat, infak dan sedekah, menyantuni anak yatim dan orang fakir-miskin agar tumbuh rasa tanggung jawab dan sensitivitas anak pada agama dan lingkungan baik lingkungan rumah dan sekolah, sehingga tidak bercokol sifat egois dan kering perasaan dalam dirinya.

11.Rasa Khawatir yang Berlebihan.

Perasaan takut terhadap keselamatan dan rasa khawatir terhadap masa depan anak suatu sifat yang wajar yang ada pada setiap orang tua, namun perasaan itu akan berubah menjadi bahaya bila sikap tersebut berlebihan sehingga berubah menjadi was-was akan keselamatan anaknya, bersikap bakhil karena takut beban biaya hidup anaknya tidak terpenuhi dan mencintai anak secara berlebihan karena takut terfitnah agamanya.

Ketakutan seperti itu hanya akan membuat hidup terbebani, tidak percaya dengan takdir, dan mengurangi ketawakalannya kepada Alloh sehingga yang ada hanya perasaan tidak tenang dan khawatir terhadap nasib anaknya. Hal ini yang kadang membuat orang tua tidak tega saat akan melepas anaknya untuk menempuh pendidikan boarding school di pesantren. Setiap orang tua harus menyadari bahwa suatu saat nanti anak akan berpisah dengannya baik dalam rangka untuk mencari ilmu atau mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya setelah menikah kelak.

Pendidikkan yang diberikan orang tua baik yang dilakukan sendiri atau dikirim ke pesantren akan bermanfaat baik untuk dirinya maupun anaknya maka orang tua hendakanya jangan khawatir secara berlebihan terhadap anak-anaknya.

12.Kurang Sabar dalam Menerima Hasil.

Bisa jadi orang tua sudah punya target-target tertentu atas pendidikan anaknya atau boleh jadi orang tua telah memdidik anaknya untuk mengganti jabatannya atau memegang persuahannya setelah dia meninggal. Tapi ternyata anaknya justru mengecewakan dan tidak sesuai dengan harapannya, bukan karena kenakalan dan pembangkangan sang anak akan tetapi ternyata bakat sang anak tidak sejalan dengan keinginan dan harapan orang tuanya. Akhirnya timbul kekecewaan dan menuntut sang anak harus bisa meraih target yang diinginkan orang tuanya. Maka sering kita dengar orang tua mencerca anaknya, “Tinggal belajar saja kok tidak bisa, makanya belajar yang betul!”.

Padahal, kita semua sadar bahwa Alloh azza wa jalla mengaruniakan kecerdasan dan kemampuan yang berbeda kepada setiap hambanya. Seharusnya orang tua bersikap bijaksana dalam menghadapi masalah ini. Dan kewajiban orang tua hanyalah berusaha semaksimal mungkin mengarahkan dan membina anak-anaknya, sedangkan hasilnya, Alloh Mahaadil dan Mahatahu apa yang terbaik bagi hambaNya. Jadi kenapa orang tua harus kecewa dengan hasil yang tidak sesuai keinginannya, Insya Alloh bukan hasil tujuan akhir dari pendidikan, tetapi kesabaran dan istikomah dalam mendidik dan mengarahkan anak hingga menjadi orang yang mampu berkiprah dalam kehidupan.

13.Kecurigaan yang Berlebihan.

Orang tua harus bersikap terbuka dan memberi kepercayaan kepada anak, karena hal itu akan mempermudah berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak maupun anggota keluarga yang lain, amanah pendidikan akan mudah ditunaikan, anak akan mencintai orang tuanya secara tulus dan anak memandang penuh dengan hormat penuh kasih sayang kepada keduanya. Tetapi bila orang tua mudah menuduh tanpa bukti, mencurigai setiap gerak-gerik anak tanpa alasan dan menganggap anak berkhianati kepada orang tuanya akan membuat perasaan anak tercabik-cabik, menumbuhkan kekecewaan, kekesalan dan kemarahan anak kepada orang tua apalagi anak merasa apa yang dituduhkan kepadanya tidak benar.

Oleh karena itu orang tua harus berhati-hati dalam menilai anak-anaknya jangan mudah curiga dan menuduh anak dengan sesuatu tanpa alasan dan bukti hanya karena kurang cinta atau cemburu. Orang tua juga tidak boleh meremehkan kemampuan dan kelebihan anak dengan menganggapnya masih terlalu kecil.

Sementara sang anakpun jangan mudah menvonis orang tuanya tidak sayang dan membencinya, seharusnya seorang anak harus sabar menghadapi sikap orang tuanya yang kurang berkenan dan sebaiknya mencari informasi yang sebenarnya kenapa orang tuanya bersikap demikian dan menghilangkan dendam kepada orang tua karena sikapnya tersebut. Karena jika dendam dibiarkan akan memutus hubungan silaturahmi. Maka, pupuklah sikap saling percaya, tumbuhkan empati, dan sikap terbuka dalam menghadapi setiap masalah.

14.Menjauhkan Anak Dari Orang Shalih.

Sikap orang tua atau pendidik yang demikian akan merusak aqidah dan moral anak, karena kalau tidak bergaul dengan ulama atau orang shalih pasti mereka akan bergaul dengan orang-orang bodoh dan ahli maksiat. Dekatnya anak dengan para ulama dan orang-orang shalih akan memotivasinya cinta kebaikan dan mengamalkan amal shalih serta mendapatkan lingkungan yang bagus. Maka siapa yang berkumpul dengan orang-orang baik atau hidup di lingkungan yang baik akan tertular kebaikannya dan siapa yang berkumpul dengan orang-orang buruk atau hidup di lingkungan yang buruk maka akan terkena getah keburukannya.

Wahai anak shalih yang mendambakan surga, jangan biarkan dirimu bergaul dengan orang buruk berhati serigala, orang munafik, orang fasik dan ahli bid’ah perusak agama. Ingat! Orang yang baik akan dikumpulkan bersama orang yang baik dan orang yang buruk akan berkumpul dengan orang yang buruk. Dan pada hari kiamat kelak seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.

KEBIASAAN BURUK ANAK

Anak kadang mempunyai kebiasaan buruk yang harus segera diluruskan karena kebiasan buruk kalau dibiarkan akan menjadi tabiat atau karakter yang sulit dirubah maka orang tua atau pendidik harus waspada dan jeli mencermati tingkah laku dan kebiasan anak sehingga jika sikap yang janggal atau tidak wajar bisa segera ditangani dan diluruskan.

Adapun kebiasaan buruk yang biasa dilakukan anak dan harus segera diperbaiki antara lain:

Pertama: Suka bohong.

Kebiasaan yang sering dilakukan anak adalah suka berbohong, dan bohong dengan mudah mereka lakukan karena mereka belum bisa merasakan akibat buruknya dan belum mampu menimbang resikonya. Walaupun anak melakukan tindakan bohong belum terkena hukum syareat namun orang tua harus tetap waspada dan membimbing anaknya dengan lemah lembut agar kebiasaan bohong tidak menjadi kebiasan dan tabiatnya hingga besar nanti .

Ketika orang tua mendapati anaknya berbohong sebaiknya segera menjelaskan kepada anak tentang kejelekan dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan bohong serta mengajarkan dan membiasakan anak untuk selalu berbuat jujur dan menjelaskan keutamaan jujur bahwa Alloh mencintai orang-orang jujur.

Orang tua harus mengetahui juga bahwa anak berbohong karena ketidaksengajaan atau sekedar main-main dan kelakar saja.

Kedua: Suka Usil

Kebiasan usil sering dilakukan anak dan merupakan karakter kebanyakan anak, karena sifat penasaran anak sangat tinggi dan keinginan untuk mengetahui hal-hal baru cukup besar, maka orang tua harus mengarahkan kepada perkara positif dan tidak boleh teledor karena kebiasan suka usil kalau dibiarkan akan menjadi kebiasan negatif yang menganggu orang lain dan kadang suka merusak barang.

Ketiga: Suka Melawan

Bila anak suka melawan, orang tua harus mencari sebabnya dulu kenapa anak suka melawan, bisa jadi kebiasan tersebut karena anak terlalu dimanja atau sebaliknya anak kurang mendapat perhatian atau tidak mendapat perhatian sama sekali baik dari orang tua, guru maupun orang disekitarnya. Biasanya kebiasaan melawan diungkapkan dengan suka berteriak-teriak, kalau disuruh membantah, suka cari perhatian orang lain dan kadang merusak barang bila hal itu dibiarkan dan tidak diketahui penyebabnya anak akan tumbuh menjadi anak yang kasar, pendendam, dan tidak tahu diri .

Setelah orang tua tahu penyebab kenapa anak suka melawan maka orang tua bisa memulai mencari jalan keluar bila ternyata penyebabnya adalah karena kurang kasih sayang orang tua maka berikan kasih sayang namun jangan berlebih-lebihan, dan kalau penyebabnya karena terlalu dimanja orang tua maka orang tua harus mulai tegas bila anak melakukan kesalahan maka harus segera ditegur jangan ditunda-tunda dengan alasan kasihan, bila ternyata penyebabnya adalah karena kurangnya perhatian dari guru atau kakaknya atau orang disekitarnya maka orang tua harus bekerja sama dengan orang-orang yang terkait untuk melakukan pendekatan, dan kalau ternyata penyebabnya bukan karena semua itu maka orang tua harus mencermati mungkin karena pengaruh media sehingga membuat dia menjadi suka melawan, orang tua dalam hal ini harus benar-benar mengontrol aktifitas anak dan jangan lupa senantiasa berdoa kepada Alloh agar anak-anaknya dijaga dari berbagai mara bahaya yang bisa merusak jasmani maupun agamanya.

Keempat: Kurang Mengenali Bahaya

Kemampuan berfikir dan daya nalar anak masih terbatas sehingga dalam mengambil tindakan kadang kurang tepat maka orang tua harus sabar dan tidak emosiaonal serta harus dengan kepala dingin dan menyelesaikan masalah yang dihadapi anak dengan penuh hikmah sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, tidak emosional, daya nalarnya berkembang, kemampuan analisa tumbuh normal dan bakatnya tersalurkan serta anak semakin dewasa sehingga mampu mengenali tindakan yang membahayakan baik untuk dirinya maupun orang lain.

Merupakan kesalahan besar orang tua adalah jika anak melakukan kesalahan atau melakukan tindakan yang membahayakan dirinya maka orang tua langsung membentak dan meneriakinya bahkan menghardiknya, sehingga anak ketakutan bahkan anak bisa kaget dan spontan loncat dari atas tangga, pagar, atap atau tempat yang sedang dinaiki karena takut kena dan bisa berakibat fatal karena bisa jatuh. Maka orang tua harus hati-hati dan

Kelima: Egois dan Cinta Diri

Sikap egois dan kepemilikan merupakan fitrah semua manusia terutama anak dan orang tua tidak perlu menghalanginya dengan melakukan tindakan atau sanksi namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara anak memiliki sesuatu yang dimilikinya. Karena pada usia tertentu anak belum bisa membedakan antara kepemilikan yang sah dengan yang tidak. Anak kadang mendapatkan barang dengan cara merampas, mencuri, merebut milik temannya dan yang lainnya. Dan pada umumnya kebiasaan anak seperti itu terjadi disebabkan karena sikap orang tua yang terlalu pelit dan kurang memenuhi permintaan anaknya.

Keenam: Sikap Keras Kepala

Sikap keras kepala dan membandel sering menghiasi sikap dan tabiat anak karena setiap anak mempunyai kecondongan agar dirinya mendapat pengakuan dan menunjukkan keberadaannya di tengah lingkungan. Orang tua dalam menghadapi masalah tersebut tidak perlu resah dan gelisah selagi tidak menjadi watak dan tabiat yang akan menghancurkan diri anak itu sendiri dan orang tua juga harus peka karena biasanya sifat ini muncul karena perasaan iri dengan barang milik orang lain barang.

Ketujuh: Cepat Bosan dan Kurang Sabar

Cepat bosan dan kurang sabar memang sudah menjadi tabiat anak dan biasanya sifat ini tidak bertahan lama dan gampang berubah-ubah seperti bermain-main ketika sedang belajar, bertanya tidak sesuai dengan materi pelajaran dan main-main baju atau tali atau kabel atau tambang atau bicara dengan teman lainnya saat pelajaran sedang berlangsung, atau kadang bengong. Maka tindakan yang paling tepat adalah mengalihkan perhatian anak kalau anak sudah bosan dengan aktifitas tertentu dan memberi pengajaran disesuaikan dengan umur dan jenjang pendidikan.

CARA MENGATASI ANAK NAKAL

Pertama: Sikap Hati-hati dan Penuh Hikmah

Setiap anak pasti memiliki permasalah yang berbeda-beda dan orang tua wajib berhati-hati dan bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan yang terjadi terutama mengatasi kenakalan anak, agar tidak semakin rumit. Rasululloh teladan kita telah memberi contoh bagaimana beliau sangat bijaksana dalam mengatasi setiap gejolak rumah tangga sebagaimana yang telah dituturkan sebuah hadits dari Anas bin Malik bahwa pernah Nabi berada dirumah salah seorang isterinya kemudian ada salah seorang Umahatul mukminin mengirim sepiring makanan untuk Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam maka istri yang ada di rumah tersebut memukul tangan pembantu dan piring yang ada ditangan pembantu tersebut jatuh dan pecah, maka nabi mengumpulkan piring yang pecah dan memisahkan makanan dari piring yang pecah tersebut lalu beliau bersabda: Ibumu lagi cemburu. kemudian Nabi menahan pembantu tersebut hingga istri yang memecahkan piring menggantinya dengan piring yang masih utuh dan beliau menahan piring yang pecah di rumah istri yang mecahkannya.[1]

Bagaimana Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam dengan bijaksana dan penuh hikmah ketika menghadapi kecemburuan isterinya yang sedang membara, maka wajib bagi orang tua meneladani Rasululloh ketika menghadapi api fitnah yang menimpa rumah tangganya. Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam mengajarkan dangan cara bijaksana dan penuh hikmah menyelesaikan problem yang menimpanya, karena jika tidak, kondisi makin panas, suasana makin keruh dan api fitnah semakin menyala dan hubungan keluarga menjadi rusak serta kemelut makin meruncing sementara Alloh azza wa jalla tidak menyukai kerusakan.

Kedua: Pandai Menyesuaikan Diri

Antara suami dan istri dalam menyikapi kenakalan anak harus bijaksana dan bisa memahami serta mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi anak sehingga anak sadar bahwa dirinya sedang bermasalah. Orang tua harus bisa menyesuaikan diri dan menyelami karakter anak agar bisa berinteraksi dengan baik kepada anak yang sedang bermasalah sehingga cepat mendapatkan jalan keluar.

Anak jangan biasa dipaksa untuk selalu menuruti keinginan dan kehendak orang tua akan tetapi orang tua harus pandai memahami dan menyelami dunia mereka. Bukan berarti orang tua harus mengalah dan membiarkan anak berani kepada orang tua namun kadang dalam menghadapi kenakalan anak, orang tua harus mengikuti dan menghayati perasaan dan emosi anak dalam rangka untuk melakukan pendekatan sehingga bisa menuntaskan masalah dengan baik.

Ketiga: Menjaga Lisan

Dalam mengatasi masalah kenakalan anak orang tua harus menghindari kata-kata kotor, ucapan jelek, hardikan dan cercaan, karena demikian itu akan menutup rapat-rapat pintu ketegangan dan permusuhan antara orang tua dengan anak. Karena kalau hal itu diketahui anak maka tidak menutup kemungkinan akan kecewa dan balas dendam kepada orang tua, sehingga orang tua akan menyesal. Rasululloh azza wa jalla bersabda: Bukankah manusia tersungkur mukanya didalam neraka Jahanam melainkan karena hasil buah lisannya.[2]

Oleh karena itu, menjaga lisan dan tidak mengeluarkan kata-kata kotor saat marah ketika melihat anaknya nakal atau saat permasalahan rumah tangga terjadi merupakan suatu langkah tepat untuk mencari solusi dan jalan keluar.

Keempat: Jangan Membuka Rahasia di Luar Rumah

Jika suami istri mempunyai problem rumah tangga dengan kenakalan anak maka masing-masing anggota keluarga harus pandai menyimpan rahasia, jangan suka memeberkan aib keluarga kepada keluarga suami ataupun keluarga istri, karena mereka tidak mengetahui akar permasalahan secara utuh dan gambaran problem secara menyeluruh hal itu bisa menimbulkan masalah baru karena masing-masing keluarga akan membela keluarganya dan menyalahkan pihak-pihak lain maka masalahnya bukan berkurang malah bertambah melebar.

Oleh karena itu para suami istri harus pandai mengidentifikasikan masalah dan menyelesaikannya secara intern tanpa harus melibatkan orang lain, kalau ternyata masalah tidak bisa terselesaikan maka tidak mengapa menghadirkan pihak penengah yang adil baik dari pihak keluaarga istri maupun keluarga suami dengan memohon pertolongan kepada Alloh, mudah-mudahan segala masalah segera terselesaikan.

Kelima: Konsultasi Kepada Ahli Ilmu dan Pakar Ahli

Jika kedua pasangan menemukan jalan buntu dalam menyelesaikan masalah terutama dalam menghadapi kenakalan anak maka seharusnya kedua orang sepakat berkonsultasi kepada para ulama yang terpercaya ilmunya, insya Alloh para ulama tersebut akan membantu mencarikan jalan keluar. Biasanya orang yang sedang menghadapi masalah tidak bisa berfikir panjang dan tidak mempunyai pendapat serta emosinya tidak stabil maka mereka sangat membutuhkan orang yang bisa membantu mereka, Alloh azza wa jalla berfirman:

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Alloh memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An Nisa’ 35).

Dengan konsultasi kepada orang shalih dan pakar ahli maka orang tua yang sedang panik akan mendapatkan jawaban tuntas atau langkah-langkah awal yang bisa mereka lakukan untuk mengatasi kenakalan anak sehingga bisa membuatnya tenang sejenak . Tetapi perlu dicatat sehebat apapun orang yang memberi solusi namun pada akhirnya masalah tidak akan bisa selesai kalau yang bersangkutan tidak mau menerapkan solusi yang telah diberikan.

Keenam: Rela Menerima Putusan Takdir

Beriman kepada takdir secara benar sangat membantu menenangkan pikiran dan meredam gejolak hati yang sedang galau menghadapi musibah dan kemelut hidup, karena sebesar apapun usaha yang dilakukan manusia pasti dibatasi oleh ketetapan takdir Alloh, dan segala sesuatu yang dikehendaki Alloh pasti terjadi tidak ada satu makhlukpun yang mampu menghalangi dan mengelak darinya. Maka rela menerima putusan takdir, membuat hati tenang, pikiran tentram dan menghadapi masalah hidup dengan penuh keteguhan dan keberanian, sehingga cobaan hidup yang sangat beragam seperti tidak mempunyai anak, anak sedang sakit, anak nakal, konflik rumah tangga, perselingkuhan, suami atau istri malas beribadah, atau ingin menyekolahkan anak tidak mempunyai biaya dan yang lain sebagainya mampu tertanggulangi dan semuanya tetap bisa dihadapi dengan penuh kesabaran. Maka orang seperti ini akan mendapatkan ketentraman hidup di dunia dan kebahagiaan diakherat dengan mendapatkan karunia surga dan keridhaannya.

Sumber : Buku “Untukmu Anak Shalih”, buah karya Ust. Zaenal Abidin, Lc -hafidzahullohu ta’ala-.

[1]. Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (5225), Imam Abu Daud dalam Sunannya (3567), Imam Nasa’i dalam Sunannya (3955) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (2334).[2] . Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2616) Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (3973) dan dishahihkan Syaikh al-Bani dalam Irwaul Ghalil (413).

No comments: