9/16/07

KAIDAH FIQHIYYAH bag-2

KAIDAH KE LIMA

ومن قواعد الشريعة التيسير في كل أمر نابه تعسير
WAMIN QOWAI'IDIS SARI'ATI AT TAISIRI FI KULLI AMRIN NAABAHU TA'SIRIN

Artinya : dan termasuk qaidah syari'ah adalah mudah dalam setiap perkara sebagai ganti dari kesulitan ( kesusahan )

قوله هنا: " ومن قواعد الشريعة التيسير": المراد بالتيسير:التيسير مأخوذ من اليسر وهو السهولة والليونة، قوله: " في كل أمر نابهو نابه" يعني: اعترض له وعارضه ونزل به، "تعسير": التعسير مأخوذ من العسر وهو الشدة وعدم الليونة، فالمراد بالقاعدة: أن من حكمة الله ومن رحمة الله بعباده أنه إذا حصل لهم شيء من العسر فإن الشريعة تخفف وتيسر لهم.
Dari kalimat ini : wamin qowa'idis sarii'ati at taisir" yang dimaksud at taisiru : diambil dari kata al yusru maknanya adalah: mudah & lembut,dan kalimat ini : fi kulli amrin nabahu taksir" nabahu artinya adalah : ganti darinya, mendapatkannya, adapun makna "at ta'sir " diambil dari kata al 'usru manknanya : keras/susah dan tidak lembut, adapun yang dimaksud dari qaidah ini adalah : sesunggunya termasuk hikmad dan kasih sayang ALLAH kepada para hambaNya adalah jika mereka mendapatkan kesulitan dan kesusahan maka sesungguhnya syaria'at islam mempermudah dan memberikan keringanan bagi mereka.
وهذه القاعدة قد دلّ عليها أدلة عديدة، منها قوله -جل وعلا-: { فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) } (سورة الشرح آية : 5-6) قوله -سبحانه-: { يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ } (سورة البقرة آية : 185) وقد علل الله - عز وجل - كثيرا من أحكامه بإرادة التخفيف والتيسير على العباد: { يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا (28) } (سورة النساء آية : 28) ﴿وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ﴾ [الحج:78]، ويدل على ذلك أيضا استقراء أحكام الشريعة فإنها بفضل الله يسيرة سهلة تحقق مصلحة الخلق.

Dalil dari qaidah ini banyak sekali diantaranya firman ALLAH :
{ فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6) } (سورة الشرح آية : 5-6)
1. 5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. ( qs : alam nasrok : 5-6 )
{ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ } (سورة البقرة آية : 185)
2. 185. . Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ( al baqorah : 185 )
{ يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا (28) } (سورة النساء آية : 28)
3. dan sungguh Allah banyak sekali menghubungkan dalam hukumnya keringanan dan kemudahan bagi hambanya sebagaiamana dalam firmannya : 28. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. ( an nisa: 28 )
4. ﴿وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ﴾ [الحج:78]
78. kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. ( al hajj: 78 )
وأما من السنة فقول النبي r: " بعثت بالحنيفية السمحة " التيسير سلسلة الحديث الصحيح للألباني رقم:2924
dalam hadist dikatakan : aku diutus dengan agama yang lurus lagi mudah.silsilah shohih karya albani hadist no : 2924.
و ما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم ( متفق عليه )
Jika aku perintahkan dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian. ( HR bukhari no :7288 & muslim no : 1337 )
dan telah menunjukkan yang demikian itu dalam penetapan hukum-hukum syari'at dan itu semua karena keutamaan allah yaitu bersama kesusahan itu ada kemudahan dan itu semua demi kemaslahatan makluqnya.
والعلماء يعبرون عن هذه القاعدة بتعبير يخالف تعبير المؤلف هنا، المؤلف هنا يقول: التعسير سبب للتيسير، والعلماء يعبرون عنها بلفظ آخر، فيقولون: المشقة تجلب التيسير، ولعل لفظ المؤلف أولى من لفظ الفقهاء،
Dan para ulama lainya mengetengahkan qaidah ini dengan siyah yang berbeda dengan apa yang di ketengahkan mualif disini ( as syeikh as sa'diy) mengatakan : kesulitan sebab dari kemudahan ( at ta'siru sababun lil taisir) sedang ulama' lainya mengatakan dengan lafadh : kesusahan mendatangkan kemudahan ( al masaqqotu tajlibu at taisir ) namun lafadh dari mualif lebih tepat dari pada lafadhnya para fuqoha,
As syeikh abu huamid abdullah al falasi mengatakan dalam ringkasanya dari kitab qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin dalam qaidah kelima dengan teks
القاعدة الخامسة: كلما وجدت المشقة وجد التيسير
Kulamaa wajadatil masaqotu wajada at taisuru

Dimana jika didapati kesulitan maka akan didapati kemudahan
، فما هي أنواع العسر الجالب للتيسير؟ منها: المرض كما قال -جل وعلا-: { فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ } (سورة البقرة آية : 196) ففي هذه الآية علق الله - عز وجل - الحكم بقوله: (مريضا) ولم يطلق، لم يقل: من كان به مرض، فدلنا ذلك على أن المراد مرض خاص، والذي يترتب عليه الفعل أو يترتب عليه الحكم حكمة الحكم هو إذا كان المرض على حالة لو فعل المأمور معها لتأخر البرء أو زاد المرض، فإنه يشرع التخفيف حينئذ.
Maka apa saja yang di kategorikan " kesulitan itu bisa mendatangkan kemudahan " diantaranya adalah sbb :
1. orang yang sakit sebagaiman firman ALLAH dalam memberikan keringanan kepada orang yang sakit di waktu haji
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ (سورة البقرة آية : 196)
196. . jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Dalam ayat ini allah memberikan keringanan hukum dengan firmannya ( مريضا ) namun tidak mutlaq semua sakit allah tidak mengatakan "man kana bihi mardhon" ( barang siapa yang merasa sakit ) ,maka menunjukkan ayat ini sakit yang dimaksud adalah sakit tertentu, maka yang dimaksudkan dari ayat ini yang termasuk hikmah allah dalam menentukan hukum adalah : jika orang yang sakit tersebut mengerjakan peerintah tersebut kemudian menyebabkan sakitnya bertamnah parah atau menghalangi kesembuhanya, maka syariat memberikan keringanan di saat seperti itu.
مثال ذلك: من كان الصيام يؤخّر شفاءه أو كان الصيام يزيد في مرضه جاز له الفطر، ومن لم يكن كذلك لم يجُز له الفطر، ولو كان مريضا؛ ولذلك من به وجع أسنان أو صداع بحيث أن الصيام لا يزيد في مرضه ولا يؤخر شفاء المرض، فإنه لا يجوز له الإفطار.
Contoh lainya adalah: orang yang sakit dalam keadaan puasa jika menyebabkan terhambatnya kesembuhanya atau karena puasa bisa menjadi parah sakitnya mak boleh baginya untuk berbuka( membatalkan pausanya dan menganti dilain hari ), adapun jika tidak dalam keadan seperti itu maka tidka boleh baginya membatalkan puasanya, waluapun dalam keadaan sakit, contohnya , sakit gigi atau sedikit pusing jika dengan menjalankan puasa tidak menyebabkan sakitnya menjadi parah dan menghambat kesembuhannya maka tidak boleh baginya membatalkan puasanya.
.ومن أسباب التيسير في الشريعة -أيضا- السفر، وقد اختلف العلماء في ضابط السفر، فمنهم: من يقول: حدُّه بثمانين كيلو، ومنهم من يقول: بمسير يوم، وهذا القول فيه قوة؛ لأن الله - عز وجل - قال: { يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ } (سورة النحل آية : 80) ولأن الشريعة جاءت في نصوصها وصف السفر بكونه يوما، ورد في بعض الأحاديث: " لا تسافر امرأة يوما إلا مع ذي مَحرم " ولم يرد أقل من ذلك، والقول الثالث في المسألة بأن الضابط في المسألة يرجع إلى العرف فما عده أهل العرف سفرا فهو سفر، وإلا فلا نعده سفرًا تُناط به أحكام التخفيف والدليل على أن السفر يناط به التخفيف قول الله - عز وجل - { فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ } (سورة البقرة آية : 184) .
2. dan salah satu sebab kemudahan dan keringanan dalam syariat adalah orang yang bepergian jauh ( safar) , namun ulama' berselisih pendapat jarak nya berapa bisa dikatakan safar ( bepergian jauh ) , sebaina mereka mengatakan : batasnya tidak kurag dari 80 km, sebagian lagi berkata : batasanya perjalanan sehari , dan pendapat ini munkin yang lebih kuat, karena allah mengatakan :
: { يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ } (سورة النحل آية : 80
80. di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim ( an nahl : 80 )
karena syari'at itu datang dengan dalil yang mensifati safat ( bepergian jauh ) dengan makna sehari, sebagaiman dikatakan dalam hadist : " jangan lah seorang perempaun itu safat ( bepergian ) sehari kecuali dengan mahramnya" dan tidak dikatakan yang lebih sedikit dari batasan waktu itu ( sehari )
Adapun pendapat yang ketiga dalam menentukan batasan safar ( bepergian jauh ) yaitu : hendaknya dikembalikan kepengertian umumnya masyarakat, ( al urfi), maka jika umumnya pemahaman ahlul urfi menyatakan hal itu sudah dikatakan safar maka kita sebut safar, jika tidak maka tidak termasuk dikatakan safar dan belum mendapatkan keringanan.
Adapun dalil safar ( bepergian jauh ) mendapatkan keringanan dalam syari'at adalah firman allah :
{ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ } (سورة البقرة آية : 184) .
184.. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
ومن أسباب التخفيف -أيضا- النقص؛ ولذلك المجنون يخفف عنه في الأحكام، والمريض، والحائض تسقط عنها الصلاة وطواف الوداع ... وهكذا.
3.Dan sebab lainya dalam mendapatkan keringanan dalam syari'at adalah " an naqs"( kurang sempurna ) maka orang gila mendapatkan keringanan dalam hukum syari't, begitu juga orang yang sakit, orang yang haids gugur darinya kewajiban sholat dan thowaf wada' dsb.
والشارع في التيسير يسلك مناهج عدة فمرة يسقط الواجب مثل: سقوط الصلاة في حق الحائض، ومرة ينقص الواجب، مثل: صلاة المسافر، ومرة يبدل الواجب بغيره، مثل التيمم بدل الوضوء، ومرة يقدم الواجب ، مثل: تقديم الزكاة، وتقديم الصلاة المجموعة ، ومرة يؤخر مثل: تأخير الصلاة المجموعة، هذا شيء مما يتعلق بهذه القاعدة. نعم.
Dan pembuat syari'at ( allah & rasulnya ) dalam memberikan keringanan & kemudahan dengan menempuh berbagai manhaj:
1. kadang keringan itu mengugurkan kewajiban, misal : gugurnya kewajiban sholat bagi wanita haids
2. kadang meringankan hal yang wajib, misal : sholatnya orang safar ( boleh dijama' dan di qosor ) , orang yang sakit dan tidak mampu berdiri boleh sholat dengan duduk ataupun berbaring.
3. kadang keringanan itu menganti kewajiban dengan yang lainya, misal: tayamun mengantikan wudhu jika tidak ada air & bagi yang punya udhur ( seperti sakit ).
4. kadang keringan itu bolehnya mendahulukan kewajiban dalam menunaikannya misal : bolehnya mempercepat membayar zakat, dan mendahulukan sholat berjama'ah jika sudah berkumpul.
5. kadang keringan itu bolehnya mengakhirkan suatu kewajiban misal :mengakhirkan sholat berjama'ah jika belum berkumpul jama'ahnya., maka itu semua adalah berhubungan dengan qaidah ini.
Dan contoh dari qaidah yang agung ini sangat banyak sekali untuk di kemukakan disini, namun ana cukupkan itu saja

KAIDAH KE ENAM

وليس واجب بلا اقتدار ولا مُحَرَّم مع اضطرار
WALAISA WAJIBUN BILAA IQTIDARIN WALAA MUHAROMUN MA'AADH DHOROR.

ARTINYA: tidak menjadi kewajiban jika tidak mampu mengerjakan dan tidak ada keharaman dalam keadaan darurat ( bahaya )

يتضمن هذا البيت قاعدتين:القاعدة الأولى: أن الواجبات تسقط مع عدم القدرة، والمراد بالقدرة: الاستطاعةوالمراد بالقاعدة: أن من لم يكن قادرا على فعل من الأفعال سقط عنه وجوبه، دليل ذلك قول الله - عز وجل - { فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } (- سورة التغابن آية : 16) وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " إذا أمرتكم بشيء فأتوا منه ما استطعتم " .وأنواع القدرة تختلف باختلاف الواجب، فالواجبات منها بدنية: فعدم القدرة يكون بعدم جزء البدن المتعلق بذلك الواجب ، مثل: غسل اليد، قد تُقْطَع اليد، فحينئذ لا يتمكن من غسل اليد، وقد يكون بعدم قدرة ذلك الجزء على العمل، مثل المُقْعَد الذي لا يستطيع القيام.
Bait ini mengandung dua qaidah yaitu :
Qaidah pertama : annal waajibaat tasquru ma'a 'adamil qudroh, artinya : sesunggunya suatu kewajban menjadi gugur jika tidak ada kemampuan untuk menjalanknnya, sedang maksud al qudrah adalah kemampuan.
Jadi maksud dari qaidah ini adalah : barang siapa yang tidak ada kemampuan baginya untuk menjalankan danmelaksanakan salah satu amalan wajib dari kewajiban agama maka gugurlah hukum wajib tersebut.
dalilnya adalah firman ALLAH SWT :
{ فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } (- سورة التغابن آية : 16)
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ( at taqobun: 16 )
Juga hadist rasulullah SAW "
و ما امرتكم به فأتوا منه مااستطعتم ( متفق عليه )
Jika aku perintahkan dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian. ( HR bukhari no :7288 & muslim no : 1337 )
Adapun macam-macam al qudrah ( kemampuan) disini berbeda-beda tergantung jenis dari kewajiban tersebut, diantara hal yang wajib kadang berhubungan dengan 1.badan, yaitu tidak ada kemampuan ( 'adamul qudrah ) berhubungan dengan angota badan yang berhubungan dengan kewajiban tersebut, contoh : mencuci tangan tatkala berwudhu padahal orang tersebut tidak memiliki tangan ( putus tangannya), maka dalam keadaan seperti itu orang tersebut tidak ada kemampuan untuk mencuci tangan, maka gugurlah kewajiban mencuci tangan baginya
2. kadang tidak ada kemampuan juga berhubungan dengan perbuatan ( fiil ) ibadah, misal : orang yang lumpuh / duduk di kursi roda maka tidak ada kemampuan baginya untuk berdiri ( dalam sholat ataupun ibadah lainnya: misal thowah, sa'ii dsb ) maka gugurlah kewajiban berdiri baginya.
والواجبات المالية قد يعجز عنها لعدم وجود المال أو لعدم القدرة على التصرف فيه، مثل: من لم يجد الزاد والراحلة في الحج سقط عنه وجوب الحج، وهناك واجبات قولية تسقط عن الأبكم الذي لا يستطيع الكلام، وهذه الواجبات على نوعين:منها ما له بدل فإذا عجز عن الأصل سير إلى البدل، مثل: الوضوء والتيمم، ومنها ما إذا سقط لا يكون له بدل، مثل: وجوب الحج إذا سقط عن غير المستطيع.
Dan kewajiban yang berhubungan dengan harta ( wajibaatul maaliyyah ) kadang gugur darinya karena tidak memiliki kemampuan untuk mengunakan harta yang cukup, misal : tidak memiliki perbekalan dan biaya untuk bepergian ibadah hajji maka gugurlah kewajiban hajji.
Dan ada juga kewajiban yang berhubungan dengan ucapan/perkataan, ( wajibaatul qauliyyah ) misal : bacaan dalam sholat, maka gugurlah kewajiban itu dari orang yang bisu yang tidak bisa berbicara.
Dan kewajiban ini terbagi menjadi 2 macam :
1. kewajiban yang ada ganti dari kewajiabn tersebut jika tidak ada kemampuan untuk mengerjakannya dengan angota badan misal : wudhu gantinya adalah : tayamum, orang tua yang tidak mampu berpuasa : gantinya memberi makan tiap hari satu orang faqir miskin, dsb
2. kewajiban yang tidak ada ganti dari kewajiabn tersebut jika tidak ada kemampuan untuk melaksanakannya, misal : kewajiban haji gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk melaksanakanya, atau jihad ( berperang melawan orang kafir ) gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk menegakkannya misal bagi orang yang sakit parah, tua renta, lumpuh, buta dsb.
وإذا تقرر ذلك، هل العجز عن بعض الواجب يسقطه؟هذه قاعدة مهمة: هل العجز عن بعض الواجب يسقطه؟ هذا يختلف باختلاف بعض الواجبات فإن الواجبات على نوعين:
Jika kita sudah mengetahui hal diatas , sekarang ada pertanyaan apakah lemah ( tidak mampu ) mengerjakan bagian dari suatu kewajiban meyebabkan gugurnya keajiban tersebut ? qaidah ini yang penting dan perlu di garis bawahi : APAKAH LEMAH UNTUK MENGERJAKAN BAGAIN DARI SUATU KEWAJIBAN MENGGUGURKAN KEWAJIBAN TERSEBUT ? . Ini berbeda dengan jenis & macamnya kewajiban, karena hal yang wajib itu ada dua ,macam :
النوع الأول: واجبات لا تتبَعَّض وإنما هي جزء واحد، فإذا عجز العبد عن بعضه سقط الجميع، ومثال ذلك: صاع الفطرة إذا عجز الإنسان عن بعضه سقط الجميع، وهذا يعبر عنه الفقهاء بقولهم: ما لا يتبعَّض فاختيار بعضه كاختيار كله، أو قالوا: فسقوط بعضه كسقوط كله.
Yang pertama : ibadah wajib yang tidak bisa dipotong ( dibagi-bagi ) karena ibadah tersebut satu bagian yang sempurna, maka jika seorang hamba tidak mampu untuk mengerjakannya sebgaiannya maka gugurlah kewajiban tersebut. misalnya : batasan zakat fitrah adalah satu sha' (ukuran sekarang kira-kira 2,176 kg Dan kita bisa menggunakan tangan untuk menjadi takaran dengan cara kita penuhi kedua telapak tangan sebanyak empat kali. Karena satu mud sama dengan genggaman dua telapak tangan orang dewasa dan satu sha' sama dengan empat mud pent. ) jika dia tidak memiliki satu sha' maka gugurlah kewajiban tersebut. Dan para ulama mengatakan tentang qaidah ini : maa laa yataba'adu fakhtiaru ba'dhohu ka ikhtiyaru kuluhu artinya : apa saja dari ibadah yang tidak bisa di bag- & di potong sebagian maka memilih bagainnya merupakan pilihan semuanya. Atau mereka berkata : fasaqothu ba'dhuhu ka saqothu kuluhu artinya jika gugur sebagian saja maka gugur semuanya.
والنوع الثاني: واجبات تتبعَّض وليس بعضها مرتبطا بالآخر، فحينئذ إذا عجز عن البعض لم يسقط الباقي، مثل ستر العورة في الصلاة إذا عجزنا عن ستر بعض العورة وجب علينا ستر الباقي، ويعبر عنه الفقهاء بقولهم: الميسور لا يسقط بالمعسور.
Jenis kewajiban yang kedua : ibadah wajib yang bisa di bagi-bagi ( di potong sebagian dalam artian : boleh mengerjakan sebgaian dan boleh meningalkan sebagian jika tidak mampu melaksanakannya secara sempurna) dan bagian satu tidak berkaitan dengan bagain yang lain maka jika tidak mampu untuk melaksanakanya sebagian tersebut maka tidak gugur sebagian kewajiban tersebut, misal : menutup seluruh aurat waktu sholat, maka jika kita tidak mampu menutup semua aurat dan terbuka sebagain, maka kita wajib menutup aurat yang kita mampu untuk menutupinya, dan para ulama mengungkapkan qaidah ini dengan : al maisuuru laa yasqutu bil ma'suuru artinya : hal yang mudah tidak membatalkan hal yang sulit secara mutlaq
وهناك واجبات تتردد بين الأمرين: هل هي وحدة واحدة أو هي أجزاء تتبعَّض فيقع الخلاف بين الفقهاء، مثال ذلك: الوضوء إذا عجز الإنسان عن غسل جميع أعضائه في الوضوء، وتمكن من غسل بعض الأعضاء، فهل يجب غسل البعض المقدور عليه؟ يقول: هل الوضوء يتبعَّض أو لا يتبعض؟ إن كان الوضوء يتبعض فإنه حينئذ يجب غسل ما يستطاع منه، وإن كان لا يتبعض فإنه لا يجب الغسل.
Dan disana ada ibadah wajib yang terkandung didalamnya dua hal diatas : apakah dia satu bagian yang utuh atau dia itu bisa dibagi-bagi , di sini ada perselisihan diantara fuqoha' : contohnya : wudhu' , jika seseorang tidak mampu mencuci semua angota badan yang wajib di basuh, dan hanya mampu mencuci sebagian saja, apakan wajiba baginya uintuk mencuci amgota wudhu yang tersisa ? para fuqoha' berkata : apaka wudhu bisa dibagi & di potong sebebagain atau satu kwajiban yang utuh yang tidak bisa di bagi-bagi ? maka jika wudhu' merupakan ibadah yang bisa dibagi & di potong maka wajib bagianya mencuci angota badan yang dia mampu untuk mencucinya, dan meningalkan yang lain, namun jika tidk bisa di bagi maka tidak wajib baginya untuk mencuci dan mengantinya wudhu dengan tayamum. Wallahu a'lam.

القاعدة الثانية: لا مُحَرَّم مع اضطرار، يعبر عنه كثير من الفقهاء بقولهم: الضرورات تبيح المحظورات، والمراد بالضرورة ما يلحق العبد ضرر بتركه بحيث لا يقوم غيره مقامه، هذا المراد بالضرورة على الصحيح
Kaidah kedua yang terkandung dalam bait kaidah ke enam adalah :
Laa muharromun ma'a ithdoror, artinya : tidak ada keharaman jika bersaman dengan darurat ( bahaya ) dan banyak dikalangan para fuqoha mengatakan dengan teks lainya : al dhororu tubihul mahdhuuroh " keadaan darurat menhalalkan hal yang haram " dan yang dimaskud ad dhoruruh disini adalah : apa-apa yang menyebabkan bahaya bagi hamba jika di tingalkan, dimana tidak ada lainnya yang menempati sebagai penganti , inilah yang dimaksud ad dhoruroh yang benar .
بخلاف الحاجة فإن الحاجة هي ما يلحق المكلَّف ضرر بتركه، لكنه قد يقوم غيره مقامه .مثال الضرورة: إذا كان الإنسان مضطرا ولم يجد إلا الميتة، فهنا لو ترك الميتة لحقه ضرر ولا يقوم غيره مقامه، ما يجد إلا الميتة فهذا ضرورة ز ليس مطلقا و لكن مقيدة بقدرها
Berbeda dengan makna al haajah ( kebutuhan /keperluan ) maka hajah / kebutuhan maknanya : apa saja yang bisa menyebabkan bahaya bagi seseorang jika meninggalkannya, akan tetapi ada yang lainnya yang bisa meenempatinya sebagai penganti.
Misal dhoruroh : jika seseorang dalam keadaanya sangat genting dan lapar sekali dan tidak mendapati hal yang halal untuk dimakan kecuali bangkai padahal bangkai haram , jika dia meninggalkan bangkai tersebut untuk tidak dimakan maka orang tersebut akan mendapatkan bahaya, dan tidak ada lagi selain bangkai sebagai pengantinya ( namaun jika ada makanan yang halal yang bisa dia capai & dapatkan maka dia harus mencari yang halal itu ) , maka dia mendapati bangaki tersebut sebagai dhoruroh, dan ini tidak mutlaq semuanya halal, namun ada muqoyyadnya yaitu : sesui kadar nya saja (tidak boleh berlebih lebihan, akan datang penjelasnya insya allah )
ودليل القاعدة –قاعدة المحظورات تباح بالضرورات-: عدد من النصوص الشرعية، منها قوله +جل وعلا: { فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ } (سورة البقرة آية : 173)
Adapun dalil dari qaidah ini (al makdhuroot tubahun bil doruroot / hal yang haram menjadi mubah jika dalam kondisi kritis, bahaya) adalah beberapa ayat diantaranya :
173 barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya ( al baqorah : 173 )
وقوله سبحانه: { وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ } (سورة الأنعام آية : 119)
Dan firmanya :119. Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya ( al an'am :119 ) ..
فالأولى -الآية الأولى- قد يقال: بأنها خاصة بالمطعمات. لكن الثانية ظاهرها عام { وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ } (سورة الأنعام آية : 119) ومن أمثلة القاعدة، أكل لحم الميتة للمضطر.
Di ayat yang pertama hanya khusus berhubungan dengan masalah makanan, akan tetapi dalam ayat kedua ini thohirnya berupa umum Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya ( al an'am :119 ) sedang misal dari qaidah ini adalah : memakan bangkai yang asalnya haram di halalkan jika dalam keadaan bahaya ( lapar sekali dan ngak ada penganti selain bangkai tersebut )
وللقاعدة شروط: لا بد أن نلاحظها، وهذه الشروط مهمة؛ لأن بعض الناس يريد التخفف من أحكام الشريعة بهذه القاعدة، ولا يلاحظ شروطها.
Namun dalam qaidah ini ada syarat yang harus kita perhatikan , dimana syarat ini sangat penting sekali karena sebagain manusia mengiginkan keringanan dari hukum syari'at dengan alasan qaidah ini dan tidak memperhatikan syarat-syaratnya
فمن شروط هذه القاعدة: أن تكون الضرورة تندفع بفعل المحظور. فإن لم تندفع، لم يجز فعل المحظور. ومثلوا له بالظمآن الذي لا يجد إلا ماء خمر، الذي لا يجد إلا الخمر، فهذا لا يجوز له تناول الخمر؛ لأن الخمر لا يبعد الظمأ، وإنما يزيد الإنسان ظمأً إلى ظمئه. فالمحظور هنا زاد الضرورة، ولم يدفعها .

Termasuk syarat dari qaidah ini adalah :
Syarat pertama:
hendaknya kondisi genting, gawat & bahaya tersebut bisa hilang dengan mengerjakan hal yang haram tersebut , jika tidak bisa hilang keadaan genting tersebut maka tidak boleh mengerjakan hal yang haram tersebut, ahlul fiqh memberikan misal : orang yang sangat kehausan dan tidak mendapati air kecuali khomer ( minuman keras ) maka ini tidak boleh diambil untuk di minum karena khamer ( minuman keras ) tidak menhilangkan dahaga dan haus , bahkan akan membuat orang tersebut semakin kehausan dansemakin dahaga , maka hal yang haram disini malah justru menambah bahaya dan tidak bisa menhilangkan bahaya tersebut .
الشرط الثاني: ألا يوجد طريق آخر تندفع به الضرورة. إن وجد، لم يجز -حينئذ- فعل المحظور. مثال ذلك: طبيبة مسلمة، وطبيب رجل، وعندنا امرأة مريضة، يمكن دفع الضرورة بكشف المرأة الطبيبة.

Syarat kedua : tidak ada jalan lain untuk menghilangakn kondisi gawat dan bahaya tersebut , namun jika ada jalan lain maka tidka boleh mengerjakan hal yang haram tersebut, misalnya : ada dokter laki laki dan dokter perempaun , sedang pasiennya adalah pasien perempuan maka kita mengunakan dokter perempuan untuk memeriksa tubuh pasen perempuan yang sakit tersebut, dan kita tidak boleh memilih dokter laki-laki untuk memeriksa pasien perempuan dikarenakan adanya dokter wanita yang siap.
ومن شروط هذه القاعدة: أن يكون المحظور أقل من الضرورة. فإن كانت الضرورة أعظم، لم يجز. مثال ذلك: إذا اضطر إلى قتل غيره لبقاء نفسه، كما في مسألة الإكراه السابقة، فهنا الضرورة أقل من المحظور. المحظور هو قتل الغير، والضرورة هو أنه سيُقتل الإنسان، بعد تهديده بالقتل. قيل له: أقتل غيرك، وإلا قتلناك.
Dan juga termasuk syarat dari qaidah ini adalah : hendaknya hal yang haram tersebut lebih sedikit dari dhorurah ( bahaya ) maka jika dhorurohnya ( bahayanya) lebih besar maka tidak boleh, misalnya : jika bahayanya adalah menghilangkan nyawa orang lain agar dirinya selamat sebagaimana dalam misal paksaan ( dalam qaidah ke empat ) disini dhorurah lebih sedikit dibanding hal yang diharamkan yaitu membunuh orang lain sedang dhorurohnya ( bahayanya ) ancaman manusia kepada dirinya akan dibunuh, dengan ucapan mereka : bunuh orang lain jika tidak maka kami akan membunuhmu, maka ini tidak boleh dituruti.
ويلاحظ أنه إذا زالت الضرورة، زال حكم استباحة المحظور. ولا يجوز للإنسان أن يتوسع في المحظور، بمقدار لا تندفع به الضرورة. وهذا سيعبر عنه المؤلف في القاعدة الآتية، وإذا زالت الضرورة لم يجز فعل المحظور؛ ولذلك من شاهد الماء بطل تيممه. وعبروا عنه بقولهم: ما جاز لعذر بطل بزواله. نعم.
Dan perlu diperhatikan : jika hilang bahaya tersebut ( setelah melakukan hal yang dilarang) maka hilang lah hukum halal untuk melakukan hal yang dilarang tersebut, ( artinya tidak boleh menambah lebih banyak hal yang di haramkan) dan tidak boleh bagi manusia untuk menambah lebih banyak dalam melakukan hal yang dilarang tersebut, hanya sekedar hal yang bahaya tersebut bisa hilang. Dan ini akan di jelaskan oleh mualaif ( as syeikh as sa;di ) dalam qaidah berikutnya,dan jika hilang bahaya ( dhoruroh )nya maka tidak boleh melakukan hal yang di larang , untuk itu jika melihat air maka tayamumnya menjadi batal , dan ulama' mengatakan : ma jaala li 'udrin bathola bizawalihi artinya: apa saja yang bisa menghilangkan udhur maka batallah dhorurah tersebut.

KAIDAH KE TUJUH

وكل محظور مع الضرورة بقدر ما تحتاجه الضرورة
Wa kullu mahthurin ma'ad dhorurohi bi qodri maa tahtaajuhu ad dhorurotu

Artinya setiap hal yang dilarang itu di bolehkan jika dalam kondisi yang darurat, tetapi sesui dengan kadar yang dibolehkan saja untuk menghilangkan darurat itu.

في هذا البيت شرط من شروط القاعدة السابقة، وهو أنه لا يتناول من المحظور إلا بالمقدار الذي تندفع به الضرورة، ودليل هذا قول الله - عز وجل - { فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ } (سورة البقرة آية : 173) اشترط عدم البغي، وعدم العدوان، والعدوان: الزيادة في مقدار الواجب، في المقدار، فمن زاد فإنه يلحقه الإثم، هذا دليل القاعدة .
Bait qoidah ini merupakan salah satu syarat dari qaidah yang lalu ( ke enam bait kedua :
لا مُحَرَّم مع اضطرا maknanya adalah : tidak boleh mengambil hak yang diharamkan kecuali sesui kadar kebutuhan yang bisa menghilangkan kondisi darurat / bahaya tersebut,(dan tidak boleh lebih pent. ) sadapun dalilnya adalah firman ALLAH SWT dalam QS albaqoroh:173)
{ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ } (سورة البقرة آية : 173)
173. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. ( al baqoroh : 173 )
dalam ayat ini ada syarat : tidak ada keinginan terhadapnya , dan tidak pula melampui batas, makan al udwan : terus menambah hinga melampui batas yang di wajibkan, maka barang siapa yang melampui batas tersebut maka dia mendapatkan dosa, dan inilah dalil dai qaidah ini.
وقوله: "غير باغ" استدل العلماء بهذا اللفظ، على أن الرُّخص لا تناط بالمعاصي، وأن من سافر سفر معصية، لم يجز له أن يترخص برخص السفر، من الفطر أو جمع الصلاتين أو القصر، وكذلك جميع الرخص، إلا إذا كان مضطرًا إليها.وهنا مسألة متعلقة بقواعد الضرورة، وهي: هل الضرورة تبطل حق الغير؟ إذا اضطررتُ إلى مال غيري وتناولته، هل يحق للغير أن يطالب بضمان هذا المال؟ أو لا يحق؟ هذا فيه تفصيل، نقول: ننظر هل الضرورة نشأت من حق الغير؟ فإن كانت الضرورة نشأت من حق الغير، فإنه حينئذ لا حق لذلك الغير. مثاله: إنسان هاج عليه جمل، فاضطر إلى قتله؛ دفاعا عن نفسه، هنا مضطر. هل يحق لصاحب الجمل أن يأتي إليه ويقول: أعطني قيمة الجمل؟ نقول: لا، لا يحق له؛ لماذا؟ لأن الاضطرار هنا ناشئ من ملك الغير، ناشئ من ذات المملوك، فحينئذ لا يجب الضمان.
Adapun firmanya : "غير باغ" para ulama mengambil dalil dari lafadh ini , bahwasannya keringanan berlaku jika ada maksiyat, misalnya; barang siapa yang bepergian jauh ( safar ) dalam rangka maksiyat, maka tidak boleh baginya mendapatkan keringanan sebagaimana keringanan dalam safar, seperti : tidak berpuasa, atau menjamak 2 sholat ataupun qosor (meringkas sholat 4 rakaat menajdi 2 ) , dan begitu juga keringana-keringana yang lainya, kecuali memang dalam keadaan dhoruroh dan terpaksa dan butuh akan kerinagan tersebut.
Ada masalah lain yang berhubungan dengan kaidah darurat ini, yaitu : apakah kondisi darura membatalkan hak orang lainnya? Atau jika kondisinya darurat dan harus mengambil ( menhilangkan ) harta orang lain , apakah yang punya hak boleh menuntuk untuk menganti harta tersebut ? dalam maslah ini ada perinciannya.
2.apakah bahaya / kondisi darurat itu di timbulkan oleh hak milik orang lain atau bukan ? jika kondisi itu di timbulkan oleh hak milik orang lain maka, yang punya hak ngak boleh menuntutnya untuk menganti rugi hak yang hilang tersebut. Misalnya : seseorang tiba-tiba di serang onta ( sapi ) sampai membahayakan dirinya, maka orang tersebut melawannya hingga terbunuh onta/sapi tersebut karena membela diri , disini ada kondisi darurat ( membela diri ) ,maka apakah boleh sang pemilik onta/ sapi datang kepadanya dan mengatakan : berikan ganti rugi seharga onta/ sapi tersebut ?, maka kami ( para ulama) katakan : tidak ada hak bagi sang pemilik, kenapa, karena bahaya / kondisi gawat tersebut di timbulkan karena kelalailan sang pemilik, dia lupa menjaga hak miliknya, maka jika yang demikian ittu tidak ada garansi ( ganti rugi )
أما إذا كان الاضطرار ليس ناشئا عنه، مثال ذلك: مضطر جائع، لم يجد إلا جملا مملوكا لغيره، فذبحه وأكله. فحينئذ الاضطرار ليس ناشئا عن ملك الغير، ومن ثَم فإنه يضمن ذلك الملك. وعبروا عنه بقولهم: الاضطرار لا يبطل حق الغير. مرادهم إذا لم يكن ناشئا عنه.مثال آخر، يتضح به هذا التقسيم: إنسان في السفينة، ألقى بعض المتاع في البحر؛ لأنه مضطر إلى إلقائه. فهنا هل يجب الضمان؟ أو لا يجب؟ نقول: ننظر لماذا ألقى ذلك المتاع؟ فإن كان قد ألقاه لضرر ناشئ من المتاع، كأن يكون الرجل في جانب السفينة، فسقط عليه بعض المتاع، فخشي على نفسه الهلاك، فألقى بالمتاع في البحر. فهنا الاضطرار ناشئ من ملك الغير، فلا يجب عليه الضمان .لكن لو كان الاضطرار ليس ناشئا من ذلك المتاع، بأن تكون السفينة حمولتها كثيرة، ويخشى عليها من الغرق، فقال القائمون على السفينة: لا بد من إلقاء بعض المتاع، فأخذ بعض المتاع فألقي، فحينئذ هل يُضمن؟ نقول: نعم يُضمن؛ لأن هذا الاضطرار ليس ناشئا من ذات المتاع، وإنما هو ناشئ من جميع مَن في السفينة. فحينئذ يقال لجميع من في السفينة: اضمنوا هذا المتاع، ويضرب عليهم قيمته أو مثله، بحسب أعدادهم .
2.adapun jika kondisi darurat ( bahaya ) tersebut tidak ditimbulkan karena hak miliknya ( berhubungan dengan ) orang lain maka wajib mengantinya jika mengambil ( menhilangkan hak milik tersebut ) misalnya: seseorang sangat kelaparan, dan dia tidak mendapati makanan apapun kecuali onta milik ( hak ) orang lain kemudian orang ini menyembelihnya dan memakanya,maka dalam kondisi darurat ( bahaya ) ini ada dan terjadi tanpa ada hubungannya dan bukan karena hak orang lain, maka sang pemilik onta boleh menuntut ganti rugi dari onta yang dimakan orang tersebut, maka para ulama mengambil kaidah dari hal ini :
: الاضطرار لا يبطل حق الغير ( al idhirar laa yubtilu haqol ghoiri ) kondisi bahaya tidak menhalalkan ( membatalkan ) hak orang lain , dengan catatan kondisi darurat ( bahaya ) tersebut timbul bukan disebabkan hak miliknya. Contoh lainnya yang lebih terperinci : para penumpang dalam kapal, membuang sebagian barang milik penumpang lain kelautan ,karena bisa menyebakan bahaya jika tidak membuangnya, masalahnya apakah orang yang membuang barang tersebut harus menganti barang tersebut apa tidak ? maka kita lihat sebabnya : jika dia membuangnya karean kelalain sang pemilik barang, misalnya orang tersebut tinggal dibawah barang tersebut di letakkan , dan sebagian barang tersebut sering menjatuhinya, dan bisa membahayakannya, terus dia membuangnya kelautan barang tersebut, maka bahaya tersebut timbul karena kelalaian sang pemilik barang maka , tidak wajib baginya menganti barang tersebut , namun jika kondisi bahaya tersebut bukan ditimbulkan dari hak ( barang ) oranga lain , misal kapal tersebut kelebihan barang dan muatan , dan bisa menyebabkab kapal tersebut tengelam sehingga pemilik / kapten kapal mengatakan : kita harus membuang sebagain barang kelaut, dan diambillah sebagian barang tersebut dan dibuang kelaut, maka apakah ada garansi ( ganti rugi ) barang tersebut, kita katakan : iya ada garansi, karena bahaya tersebut tidak ditimbulkan dari barang itu sendiri atau kelalaian pemilik barang namun timbul karena kelalaian semua orang dalam kapal, sehingga di katakan kepad semua yang ada di kapal : beri ganti rugi barang tersebut , dan di bagi rata setip penumpang hingga terkumpul seharga barang tersebut, tergantung jumlah dan harganya.
هذا شيء مما يتعلق بهذه القاعدة. نسأل الله - عز وجل - أن يوفقنا وإياكم لطاعته، وأن يجعلنا وإياكم من أهل عبادته، وأن يرزقنا وإياكم العلم النافع، والفهم الصائب، والعمل المتقبل، وأن يغفر الله لنا ولكم، ولوالدينا ولجميع المسلمين، وأن يوفق علماء المسلمين لبيان الشريعة، وأن يوفق حكامهم للحكم بهذه الشريعة، والله أعلم، وصلى الله على نبينا محمد .

No comments: