9/16/07

KAIDAH FIQHIYYAH bag-3

KAIDAH KE DELAPAN

وترجع الأحكام لليقين فلا يزيل الشكُ لليقين
Wa turja'ul ahkamu lillyaqini falaa yuziilus sakku lillyaqini

Dan dikembalikan hukum itu kepada yang diyakini dan keraguan tidaklah membatalkan keyakinan itu.

Dalam bentuk yang lain dikatakan : الأصل بقاء ما كان على ما كان
as aslu baqoo u maa kaana 'alaa maa kaana
artinya : asal sesuatu perkara dihukumi asalnya,dikatakan dalam mulaqos qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin dalam qaidah ke 15
الرجوع للأصل عند الشك ( ruju'u lil asli ;indas shakk )
dikembalikan hukum sesuatu pada asalnya jika timbul keraguan didalamnya.
misalnya : jika seseorang yakin dalam keadaan suci , kemudian timbul keraguan apakah batal atau belum , maka di kembalikan pada asalnya, yaitu suci , karena dia yaqin sebelumnya dalam kedaan suci.
Misal lainnya ; jika seseorang sholat dhuhur dan sudah selesai ( sudah salam ) dan selang beberapa saat kemudian timbul keraguan apakah sholatnya sudah sempurna ( 4 rakaat ) atau kurang , maka dikembalikan asalnya bahwasannya sholatnya sudah sempurna.
قول المؤلف هنا: "وترجع الأحكام لليقين" معناها: أن الشريعة عوّلت في أحكامها على اليقين. ويراد باليقين في لغة العرب: زوال الشك. وقال بعض الأصوليين: إن اليقين في اللغة مأخوذ من الاستقرار، يقال: يقن الماء بمعنى استقر. واليقين في الاصطلاح: طمأنينة القلب، واستقرار العلم فيه .
Perkataan mualif ( syeikh abdur rahman as sa'diy ) : "وترجع الأحكام لليقين" dikembalikan hukum sesuatu pada keyakinan artinya: sesunggunya syariat itu diletakkan dan disandarkan hukum-hukumnya diatas keyakinan, sedang makna yakin dalam bahasa arab adalah :
زوال الشك / zawaalus sha hilangnya keraguan, dan berkatas sebagain ulama' usul : sesungguhnya kata yakin dalam bahasa diambil dari kata : الاستقرار tenang/tetap dan diam, jika dikatakan : yaqonal ma'u artinya air tenang/diam , sedang yakin dalam tinjauan syar'ii adalah:
: طمأنينة القلب، واستقرار العلم فيه tumakninatul qolbi was tiqroorul ilmi fiihi, ketentraman dan ketenagan hati dan ketetapan ilmu didalamnya,
والشك في اللغة يراد به: التداخل؛ وذلك لأن الشاك يتداخل عنده أمران، لا يستطيع الترجيح بينهما. والشك في الاصطلاح: تجويز أمرين فما زاد، ولا مزية لأحدها على سائرها. فيَرِد عنده احتمالان أو أكثر، ولا يتمكن من الترجيح بين تلك الاحتمالات .
Sedang makna shak ( ragu) dalam tinjaun bahasa adalah : at tadaakhul saling masuk / kemasukan , disebut demikian karena keraguan jika masuk didalam hati timbul dua pilihan, yang menyebabkan tidak bisa mengambil salah satu yang benar diantara keduanya, sedang maknanya secara istilahi adalah : membolehkan dua perkara atau lebih , yang tidak bisa menimbang salah satu dari semuanya, maka menimbulkan dua pilihan/ keputusan atau lebih yang tidak munkin mengambil salah satu yang benar diantara pilihan-pilihan tersebut.
وقول المؤلف هنا: "وترجع الأحكام لليقين" يعني: أن الشريعة عولت في أحكامها على اليقين، وليس مراد المؤلف هنا: عدم إعمال الظن الغالب؛ لأن الشريعة جاءت بإعمال الظن الغالب في عدد من المسائل، ويدل على ذلك: قول الله -جل وعلا-: { فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ } (- سورة البقرة آية : 230) فعول بالحكم على الظن، والمراد به: الاحتمال الراجح .
Adapun ucapan mualif disini : "وترجع الأحكام لليقين" dikembalikan hukum kepada keyakinan: maknanya bahwasanya syari'at itu diletakkan hukum-hukumnya diatas dasar keyakinan, dan bukanlah maksud mualif disini, tidak digunakannya persangkaan yang kuat, karena syari'at kadang mengunakan persangkaan yang kuat di beberapa masalah, sebagaimana firmanya dalam QS : al baqoroh : 230 :230. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya ber-PRASANGKA ( berpendapat )akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Maka dalam ayat ini di bagun hukumnya diatas dasar prasangka yang kuat. maknanya: kemunkinan saja benar.
ومثله قول النبي - صلى الله عليه وسلم - " لا أظن أن فلانا وفلانا يعرفان من ديننا شيئا " كما في الصحيح، فعول على حكم الظن. وهذا مذهب جماهير أهل العلم، أن الظن الغالب يُعمل به مطلقا.
Dan misalnya juga sabda rasulullah SAW : aku tidak mengira bahwasanya fulan dan fulan mengetahui sedikitpun tentang agama kita. Sebagaimana dalam kitab shohih, maka disini disandarkan hukum pada persangkaan ( yang kuat ) dan ini adalah madhab jumhur ahlul ilmi, yaitu persangkaan yang kuat kadang di gunakan secara mutlaq.
ومراد المؤلف بقوله: "فلا يزيل الشك لليقين": أن الشك إذا ورد على الإنسان، وكان عنده يقين وقطع سابق، فإنه لا يلتفت إلى الشك. بل المعول عليه اليقين السابق .
Adapun maksud dari : : "فلا يزيل الشك لليقين""keraguan tidak menghilangkan keyakinan, maknanya : sesunggunya keraguan jika timbul pada hati manusia sedang sebelumnya ada keyakinan dalam hatinya dan keraguan memutuskan keyakinan yang ada sebelumnya, maka janganlah menghiraukan keraguan tersebut, akan tetapi dikembalikan hukumnya pada keyakinan yang ada sebelumnya.
ودليل القاعدة: عدد من النصوص الشرعية، منها قوله - عز وجل - { وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا } (سورة يونس آية : 36) وقوله: { إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الحق شَيْئًا (28) } (سورة النجم آية : 28) .
Adapun dalil dari qaidah adalah beberapa nash syar'iyyah diantaranya :
Dari alqur'an
{ وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا } (سورة يونس آية : 36)
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran ( QS yunus : 36 )
Serta firmanya :
{ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الحق شَيْئًا (28) } (سورة النجم آية : 28)
mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran. ( QS an najm : 28 )
dari hadist
وجاء في الصحيحين ، من حديث عبد الله بن زيد - رضي الله عنه - أنه " شُكي للنبي - صلى الله عليه وسلم - الرجل يجد الشيء في الصلاة؟ فقال النبي - صلى الله عليه وسلم - لا ينصرف حتى يجد ريحا، أو يسمع صوتا. "
Dan di riwayatkan dalam kitab shohihain ( bukahri dan muslim ) : dari hadistnya abdullah bin zaid RA, sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mengadu kepada rasulullah SAW bahwasanya dia mendapati sesuatu didalam sholatnya : maka Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu berpaling ( membatalkan sholatnya) sampai mendapati bau ( kentut) atau mendengar suara ( kentut ) ( HR bukahri kitab wudhu bab: orang yang tidak berwudhu karena keraguan yang asalnya yakin, hadist no :137, 173 kitabul buyu' ( jual beli ) bab; tidak memperdulikankan rasa was-was dan subhat serta semisalnya no :2056 dan muslim kitab haid hadist no ; 361,362 )
وجاء في الصحيح أيضا أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " إذا شك أحدكم في صلاته، فلم يدر هل صلى ثلاثا أو أربعا؟ فليطرح الشك، وليبن على اليقين " .
Dan diriwayatkan juga dalam kitab shohih sesungguhnya nabi SAW bersabda: jika salah seorang dari kalian ragu dalam sholatnya, dan dia tidak tahu sudah dapat tiga roka'at atau empat roka'at ,maka tinggalkan keraguan dan memilih yang yaqin dan pasti.
إذا تقرر ذلك، فإن هذه القاعدة قاعدة مهمة، وتدخل في جميع أبواب الفقه، بل إن هناك عددا من القواعد الفقهية مرتبة على هذه القاعدة. وقد ذكر المؤلف عددا من القواعد المنبنية على هذه القاعدة بعدها مباشرة،
Jika sudah jelas dan menetapkan dalam hal tersebut maka sesunguhnya kaidah ini adalah kaidah yang sangat penting dan masuk didalam semua pembahasab, bab-bab fiqh, bahkan ada beberapa kaidah-kaidah yang sangat berhububgan erat dengan kaidah ini dan mualif menyebutkan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan kaidah ini brikutnya ( akan datang kaidah tersebut beserta penjelasnya, misal : hukum asal air, tanah adalah suci, hukum asal sesuatu adalah mubah ( halal ) hukum dalam ibadah adalah haram / dilarang dsb )
والمسائل التي تندرج تحت هذه القاعدة على نوعين:النوع الأول: مسائل يُتفق على اندراجها في القاعدة، ويتفق على حكمها.مثال ذلك: من كان محْدِثا في الصباح، ثم شك بعد ذلك هل طرأت الطهارة عليه؟ كان محدثا في الصباح، وشك هل توضأ بعد ذلك؟ فاليقين الثابت في الزمان الأول أنه محدِث، فلا يلتفت إلى الطهارة المشكوك فيها.
Pembahasan yang berhubungan dengan kaidah ini terbagi menjadi 2 macam:
· 1.masalah yang di sepakati dan sesui dalam kaidah ini , dan disepakati juga hukumnya
contohnya: seseorang yang pagi harinya dalam keadaan tidak suci dan berhadast ( belum berwudhu / mandi wajib ) kemudian dia ragu apakah telah bersuci ( wudhu/mandi wajib ) atau belum ? adalah dia berhadast pagi harinya, kemudian ragu sudah berwudhu apa belum ? maka yang diyakini dan tetap serta pasti adalah permulaanya / waktu awalnya yaitu dalam keadaan berhadast maka tidak boleh mengambil keputusan bahwasanya dia sudah bersuci yang masih diragukan kebenaran dan kepastiannya.
مثال آخر: اليقين أنه لا يجوز وطء الأجنبية، فإذا شك الإنسان هل أجرى عقد النكاح عليها؟ فإن الأصل أن الأجنبية محرمة، ولا يجوز وطؤها.
Contoh lainnya : diyakini bahwasanya tidak boleh berhubungan badan ( bersegama ) dengan wanita bukan istrinya ( ajnabi ) maka jika seseorang ragu apakah dia telah menikah wanita tersebut atau belum ? maka kita kembalikan ke kaidah : yaitu hukum asalnya wanita ajnabi tidak boleh di setubuhi. ( maka dia tidak boleh menganbil keputusan bahwasanya boleh bersetubuh dengannya padahal sudah menikahinya atau belum masih diragukan kepastiannya pent.)
والنوع الثاني من المسائل: مسائل اتفق على اندراجها في القاعدة، واختلف في الحكم الذي تطبق عليه تلك المسألة. مثال ذلك: إذا كان الإنسان متطهرا في الصباح، ثم شك هل أحدث بعد ذلك؟ فإن الأصل أنه متطهر؛ لأن اليقين الثابت في الزمان الأول لا يزول بطروء الشك في الحدث. وهذا مذهب جمهور أهل العلم.وقال المالكية: لا، اليقين أن الصلاة واجبة في ذمة الإنسان، فلا نزيل هذا اليقين بطهارة مشكوك فيها، فلا يجوز له أن يصلي والحال هذه.
· 2. masalah yang di sepakati dan sesui dalam kaidah ini namun masih diperselisihkan hukum yang cocok bagi permasalahan tersebut,
contohnya : jika sesorang dalam keadaan suci waktu paginya kemudian dia ragu apakah sudah batal atau belum ? asalnya dia dalam keadaan suci kemudian timbul keraguan batal atau belum, maka yang benar adalah maka kita ambil kondisi yang pertama ( dalam keadaan suci ) kita menjauhi keputusan untuk menyatakan telah batal yang keadaanya masih diragukan kepastiannya dan ini adalah madhab jumhur ahlul ilmi ( ulama') , dan berkata para pengikut madhab imam malik ( malikiyyah ) : kita telah batal, karena keyakian yang pasti adalah sholat wajib bagi setiap manusia, dankeyakinan ini tidak menjadi batal dengan keadaan suci yang timbul keraguan didalamnya, maka tidak boleh sholat dalam keadaan ragu seperti ini ( kita harus bersuci / wudhu lagi )
مثال آخر: إذا طلق الإنسان زوجته، وشك هل طلقها ثلاثا أو واحدة؟ فالجمهور يقولون: النكاح في الزمان الأول متيقن، فلا نزيله بطلاق مشكوك فيه، فنحكم بأنها طلقة واحدة. وقال المالكية: الأصل تحريم وطء الأجنبية، فلا نزيل هذا الأصل المتيقن بنكاح مشكوك في بقائه، فنحكم بأنها ثلاث طلقات.
Contoh lainnya : jika seseorang telah menthalak ( menceraikan ) istrinya, namun dia ragu apakah sudah talak tiga apa baru satu ? maka jumhur ulama' berpendapat : nikah pada permulaanya adalah hal yang sudah pasti di yakini ( sahnya ) , maka tidak membatalkan pernikahan tersebut thalak yang masih diragukan kepastiannya, maka kita hukumi bahwasanya itu adalah thalak satu. Adapun malikiyyah berpendapat : hukum asal mensetubuhi wanita ajnabi adalah haram maka tidak membatalkan keharamanya keyakinan sahnya nikah yang diragukan, maka kita hukumi bahwasanya dia sudah thalak tiga.
إذا تقرر هذا، فإن هذه القاعدة أُصلت في أصل عظيم، ودليل من أدلة الشريعة، وهو الاستصحاب. والاستصحاب على أنواع:
Jika kita sudah mengetahui masalah tersebut dengan jelas, maka sketahuilah sesunggunya kaidah ini merupakan pondasi dan pokok-pokok syar'iyyah yang agung dan merupakan dalil dari dalil dalil syar'iyyah, dan ini adalah al istishhab ( penyandaran dan pneyertaan serta berhubungan), dan istishab ada bebrapa macam :
النوع الأول: استصحاب الإباحة الأصلية، فالأصل في الأفعال أنها مباحة.
Pertama : penyandaran kepada mubah pada hukum asalnya, maka asal dalam perbuatan adalah mubah / boleh
والنوع الثاني: استصحاب البراءة، فالأصل أن الذمم بريئة، ولا يلحقها شيء من الواجبات حتى يأتي
دليل من الشارع.
Kedua : penyandaran kepada berlepas diri ( tidak ada ikatan ) maka hukum asalnya manusia adalah berlepas diri, maka tidak ada kewajiban sesuatau apapun sampai ada dalil yang mewajibkannya dari pembuat syari'at ( allah & rasulnya )
والنوع الثالث من الاستصحاب: استصحاب نص الشارع حتى يثبت أنه منسوخ، فلا نحكم على الدليل الشرعي بأنه منسوخ حتى يأتي دليل.
Ketiga: penyandaran kepada dalil syar'ii hingga datang penetapan bahwasanya hal tersebut di mansuh (dihapus/dibatalakan), maka kita tidak boleh menghukumi dan mengatakan dalil syar'ii tersebut mansuh ( batal ) sampai kita bisa membuktikannya dengan dalil.
والنوع الرابع: استصحاب العموم حتى يأتي دليل يخصصه.
Keempat : penyandaran kepada yang umum sampai ada dalil penghususannya.
والنوع الخامس: استصحاب الوصف مثل: استصحاب الطهارة الثابتة في الصباح، فنستصحب حكمها في الزمان الثاني.
Kelima: penyandaran pada sifat, misal : menyandarkan suci dari hadast yang pasti pada waktu subuh ( setelah sholat shubuh) maka disukai untuk menjadikanya ( keadan suci ) sebagai dalil pada waktu berikutnya, ( kecuali sudah jelas bahwasanya dia telah batal pent.)
والنوع السادس: استصحاب الإجماع في محل النزاع، وذلك بأن يكون هناك مسألة أجمع العلماء عليها، ثم تتغير إحدى الصفات، ومن ثَم يقع الاختلاف.
Keenam : penyandaran kepada kesepakatan para ulama ( ijma' ulama) dalam permasalahan yang diperselisihkan , yang demikian itu jika ada suatu permasalahan dan ulama telah bersepakat dalam menentukan hukumya, kemudian berubah suatu sifat ( keadaannya) dari sini timbullah perselisihan ( ikthilaf )
مثال ذلك: أجمع العلماء على أن من رأى الماء قبل الصلاة بطل تيممه، ثم اختلفوا فيما إذا رآه في أثناء الصلاة، فتغيرت إحدى الصفات. فهل يصح للإنسان أن يقول: إذا رأى الماء قبل الصلاة، بطل تيممه بالإجماع؟ فنستصحب ذلك فيما إذا رآه أثناء الصلاة؟ الجمهور يقولون: لا يصح هذا الاستصحاب. قالوا: لأنه لا تصح دعوى الإجماع في محل النزاع.
Contohnya adalah : para ulama telah sepakat bahwasanya ' barang siapa melihat ( mendapati ) air sebelum sholat maka batal tayamumnya, kemudian mereka berselisih : gimana kalau melihat air di tengah-tengah sholat ( misal tiba-tiba turun hujan pent) , maka berubahlah sifat ( keadaanya ) maka apakah boleh seseorang mengatakan : jika melihat air sebelum sholat maka batal tayamumnya secara ijma ( kesepakatan ulama'), dan kita mengambil / menyandarkan kepada pendapat ini walaupun kita dalam keadaan melaksanakan sholat, maka jumhur berpendapat : tidak sah kita mengambil pendapat tersebut ( tidak batal di tenggah sholat ) mereka berkata : tidak sah menyatakan pendapat jumhur dalam masalah yang masih di perselisihkan.
والقول الثاني في المسألة: بأنه يصح. قالوا: والمستصحَب ليس هو الإجماع، وإنما المستصحَب مستند الإجماع؛ لأنه -بالاتفاق- لا بد أن يكون للإجماع دليل يستند عليه، قالوا: فنحن حينئذ نستصحب دليل الإجماع ، واستصحاب الدليل محل اتفاق. هذا ما يتعلق بهذه القاعدة، وسنأخذ بعضا من القواعد المندرجة تحت هذه القاعدة في الأبيات الآتية. نعم .
Pendapat kedua dalam masalah ini : bahwasanya boleh mengambil (menyandarkan ) pendapat tersebut mereka berkata: al mustashab ( penyandaran hukum asal ) bukan ijma ( kesepakatan para ulama) namun al mustashab adalah sumber dari ijma itu sendiri, , karena ( telah di sepakati ) harus adanya sumber dalil dari ijma tersebut.

KAIDAH KE SEMBILAN

والأصل في مياهنا الطهارة والأرض والسماء والحجارة
wal aslu fi miyahinaa at thoharo wal ardhu was samaa u wal hijaaroh

Hukum asal air tanah, langit dan batu adalah suci

يقول المؤلف هنا: "الأصل" المراد بالأصل: القاعدة المستمرة التي نحكم بها. إذا لم يوجد دليل يغير الأصل، فإن المسائل على أربعة أنواع:
Pengarang ( as syeikh abdur rahamn as sa'dity ) berkata : "الأصل"yang dimaksud al aslu ( asalnya ) adalah : pondasi asal yang terus menerus yang dengannya kita mengambil hukun,jika tidak didapati dalil dalam selain asalnya , maka masalah tersebut terbagi menjadi 4 keadaan :
النوع الأول: مسائل فيها دليل بالتحريم أو النجاسة أو الفساد، فيحكم بذلك الدليل.
Pertama : perkara yang ada dalilnya dalam masalah haram atau najis atau rusak ( fasad ) maka di hukumi dengannya seperti itu. ( misal : daging babai haram , air kencing dan kotoran najis, maka di hukumi hal tersebut haram dan najis pent.)
والنوع الثاني من المسائل: مسائل فيها دليل يدل على: الإباحة أو الطهارة أو الصحة، فنحكم بذلك الدليل .
Kedua : perkara yang dalilnya menunjukkan atas : boleh / halal, atau suci, atau sehat /bagus, maka dihukumi dengan keadaan tersebut ( misal : air lautan suci, ikan dilautan halal, maka hal tersebut di hukumi suci dan halah pent.)
النوع الثالث: مسائل يوجد فيها دليلان متعارضان: دليل يدل على الصحة، ودليل يدل على الفساد. أو دليل يدل على الإباحة، وآخر يدل على التحريم. فإذا لم يمكن الجمع بينهما، فلا بد من الترجيح، ومن قواعد الترجيح: أن دليل التحريم يقدم على دليل الإباحة .
Ketiga : perkara yang di dalamnya didapati ada dua dalil yang saling bertentangan. Satu dalil menunjukkan bagus/ sehar , satu dalilnya lagi menunjukan hal tersebut rusak, atau dalam satu sisi dalil menunjukkan halal, dan di lain sisi dalil tersebut menunjukkan keharamannya, maka jika tidak munkin mengambungkan antara keduanya darus diadakan pentarjihan ( mengambil slaah satui hukum yang paling kuat ) , sedang dalam masalah pentanrjihan ulaam menentukan kaidah :( أن دليل التحريم يقدم على دليل الإباحة / anna dalila at tahrimi yuqoddamu 'alaa dalili al ibahati ) artinya : sesungguhnya dalil yang menunjukkan keharaman lebih didahulukan dari pada dalil yang menunjukkan kehalalannya, ( ana kasih contoh waluapun masalah ini sudah jelas dalil keharamannya dan pernah ana dislkusikan dalam forum MYQ ( bolehkan kita demontrasi dan memberontak ) , yaitu ; yang lagi ngetren di kalangan pemikiran para shabab harokah islamiiyah : adalah bom syahid ( sebenarnaya bukan bom syahid tetapi bom bunuh diri ) sebagian pemuda ada yang mengatakan boleh dengan dalil fatwa seseorang ulama katanya ( anda pasti tahu fatwa siapa itu ) dan kebanyakan pemuda mengatakan haram , dengan dalil dari penjelasan berbagai ulama yang terkenal , taruhlah ada 2 hukum yang bertentangan , yaitu ada yang mengatakan halal dan ada yang mengatakan haram , dan ini susah kita jama' maka menurut kaidah tarjih : dalil keharamannya bom bunuh diri lebih di dahulukan dari pada dalil yang membolehkan pent.)
النوع الرابع من المسائل: مسائل لا يوجد فيها دليل، أو لا نعلم فيها دليلا. فهذه نطبق عليها قواعد الأصل.
Keempat : perkara yang tidak didapati dalilnya, atau kita tidak tahu dalilnya, maka kita kembalikan dalam pengambilan dalilnay ke kaidah asalnya.
قوله هنا: "والأصل في مياهنا الطهارة". يراد بهذه القاعدة: أن الماء الذي لا نعلم فيه دليلا على طهارته، ولا على نجاسته، فإننا نحكم بقاعدة الأصل، وهو أن الأصل أنه طاهر ما لم يأت دليل يغيره، ودليل هذه القاعدة: عدد من النصوص الشرعية، منها قوله - عز وجل - { وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ } (سورة الأنفال آية : 11) وقوله: { وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا (سورة الفرقان آية : 48).
Adapun perkataannya di sini : "والأصل في مياهنا الطهارة" hukum asal air adalah suci, yang dimaksud kaidah ini adalah : jika ada air yang kita tidak tahu dalil atas kesucianya, ataukah air tersebut najis, maka kita dalam menghukumi air tersebut kita kembalikan kekaidah asalnya, da kaidah tersebut adalah : " air tersebut suci selama tidak ada dalil yang menyatakan lain ( selain suci ), adapun dalil dari kaidah ini beberapa nusus ( nash ) syar'iyyah diantaranya :
Dari alqur'an :
{ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ } (سورة الأنفال آية : 11)
11. dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu ( al anfal : 11 )
وقوله: { وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا (سورة الفرقان آية : 48).
48. dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih ( al furqon : 48 )
Dari hadist :
وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - في البحر: " هو الطهور ماؤه الحل ميتته " ( رواه الترمذي كتاب :الطهارة عن النبي صلى الله عليه و سلم باب ما جاء في ماء البخر انه طهورا رقم الحديث :و 69 و ابو داود كتاب الطهارة باب الوضوء بماء البخر حديث رقم :83 و النسائي كتاب الطهارة باب ماء البخر حديث رقم 59 ,كتاب المياه باب الوضوء بماء البخر حديث رقم :332 , كتاب اليد و الذبائح باب ميتة البخر حديث رقم :4350 و ابن ماجة في كتاب الطهارة وسننها باب الوضوء بماء البخر حديث رقم :386,387,388 و قال الشيخ الألباني :صحيح وإمام مالك في موطاء كتاب الطهارة باب الطهور من الوضوء حديث رقم:43 ,كتاب الصيد باب ما جاء في صيد البخر حديث رقم :1074 )
Sabda rasulullah SAW tentang air laut: " dia ( laut ) adalah suci airnya dan halal bangkainya ( ikannya ) (HR tirmidhi dalam kitab : cara bersuci yang diajarkan rasulullah SAW bab: penjelasan bahwasanya air laut adalah suci hadist no :69, dan abu dawud dalam kitab at thaharah bab berwudhu dengan air laut no : 83, dan imam nasa'ii dalamkitab at thaharah bab air laut no : 59 , dan kitab al miyah ( macam air ) bab berwudhu dengan air laut no : 332, dan kitab tangan dan sembelihan bab bangkai ikan laut no : 4350, dan ibnu majah dalam kitab at thaharah dan sunnah-sunnahnya bab berwudhu dengan air laut no : 386,387,388, dan berkata as syeikh al bani : shahih dan imam malik dalam mawatha'nya kitab at thaharah bab selesai dari wudhu no : 43, dan di kitab berburu bab penjelasan tentang berburu ikan laut no : 1074 pent. )
وقال في الحديث الآخر: " الماء طهور لا ينجسه شيء "( رواه الترمذي كتاب :الطهارة عن النبي صلى الله عليه و سلم باب ما جاء إن الماء لا ينجسه رقم الحديث :66 و أبو داود كتاب الطهارة باب ما جاء في بئر بضاعة رقم الحديث : 66,67 و قال الشيخ الألباني: صحيح ) شيئا إلى غير ذلك من الأحاديث الواردة في طهارة المياه. فهذا هو الأصل، والقاعدة المستمرة في المياه .
, dan dalam hadist lainya belau bersabda : " air itu suci tidak menjadikan najis sesuatu apapun " ( HR tirmidhi dalam kitab : cara bersuci yang diajarkan rasulullah SAW bab: penjelasan bahwasanya air itu tidak ada yang membuatnya najis hadist no : 66 dan abu dawud dalam kitab at thaharah bab penjelasan tentang sumur umum hadist no : 66,67 dan berkata as syeikh albani : shohih pent.), dan selainya dari hadist yang banyak sekali yang menjelaskan tentang kesucian air , dan inilah hukum asal , dan kaidah ini terus dipakai dalam menghukumi air.
وكذلك الأرض، الأصل أنها طاهرة، حتى نعلم دليلا نحكم به على أن الأرض نجسة. فالأصل أنها طاهرة، حتى يأتي دليل يغيرها. ودليل طهارة الأرض عدد من النصوص الشرعية منها: قول النبي-صلى الله عليه وسلم-: " أعطيت خمسا لم يعطهن أحد قبلي " وذكر من ذلك: " وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا، فأيما مسلم أدركته الصلاة، فعنده مسجده وطهوره " ( رواه :البخاري في كتاب الصلاة باب قول النبي جعلت لي الأرض مسجد و طهورا حديث رقم :438 و مسلم في كتاب المساجد و مواضع الصلاة حديث رقم 521 )
Dan begitu juga hukum asal tanah ( bumi ) bahwasannya asalnya adalah suci , sampai kita tahu dalilnya yang menjelaskan tanah tersebut adalah najis, maka hukum asalnya adaalh suci sampai ada dalil yang menyatakan lain ( najis ), adapun dalil yang menyatakan bahwasanya tanah ( bumi ) adalah suci , beberapa nusus (nash ) syar'iyyah diantaranya : sabda rasulullah SAW : " allah memberikan keutamaan kepadaku ( dan umatku ) lima hal yag tidak diberikan kepada nabi sebelumku " diantaranya disebutkan " : dijadikan bagiku semua tanah ( bumi ) itu masjid ( tempat sholat ) dan suci, maka orang muslim siapapun yang telah mendapati waktu sholat maka baginya tempat sholat ( dimanapun ) dan tempat itu ( tanah ) suci ( HR bukhari dalam kitab : sholat bab sabda nabi : dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan suci hadist no : 438 , dan imam muslim dalam kitab masajid wa mawaadhu'us sholat hadist no:521pent.)
وفي الحديث الآخر قال النبي - صلى الله عليه وسلم - " الصعيد الطيب طهور المسلم إذا لم يجد الماء، ولو عشر سنين " كما في سنن أبي داود.
dan dalam hadist lain rasulullah bersabda: " sesungguhnya tanah ( debu ) itu adalah suci dan mensucikan seorang muslim jika tidak mendapati air untuk bersuci, bahkan walaupun sepuluh tahun dalam keaadan seperti itu ( tidak mendapati air ) sebagaimaan di raiwayatkan dalam sunan abu dawud.
وكذلك الثياب، الأصل فيها الطهارة، ولا يحكم بنجاستها إلا إذا قام دليل على أنها نجسة. ودليل ذلك: أن النبي - صلى الله عليه وسلم - وصحابته -رضوان الله عليهم- كانوا يلبسون الثياب التي يصنعها الكفار وينسجونها، ولا يغسلونها. فدل ذلك على أن الأصل فيها الطهارة. وأما الحجارة فهي نوع من أنواع الأرض، فتأخذ حكمها في ذلك. نعم .
Begitu juga hukum asal pakaian adalah suci , dan kita tidsk menhukuminya najis kecuali jika ada dalil yang menunjukkan kenajisannya, adapun dalil nya adalah , rasulullah SAW bersama para shohabatnya ( semoga allah meridhoi mereka semuanya) mereka memakai pakaian yang di buat dan di tenun oleh orang kafir dan mereka ( rasulullah SAW& para shohabat RA ) tidak mencucinya terlebih dahulu, maka dari dalil ini diketahui bahwasanya hukum asalnya pakaina adalah suci , adapun batu , maka ini adalah bagain dan salah satu jenis bumi ( tanah ) maka kita ambil hukumnya sesui keidah diatas.
Dalam kitab mulakhos qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin yang di ringas oleh as syeikh abu humaid abdullah al falasi dikatakan dalam kaidah ke tiga belas
القاعدة الثالثة عشرة: الأصل في الأشياء الحل.
Hukum asal dalam segala sesuatu adalah boleh dengan dalil :
﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً﴾ [البقرة:29]. وهذا عام في الأعيان والمنافع
Dialah yang telah menciptakan bagi kamu, semua apa yang ada di bumi ( al baqarah : 29 ) dan ini umum bagi segala sesuatu yang bermanfaat,
Dan dalam kitab risalah latifah fi usulul fiqh karangan as syeikh abdur rahman as sa'diy , para ulama mengatakan :

وقالوا ( الأصل الطهارة في كل شي والأصل الإباحة، إلا ما دل الدليل على نجاسته أو تحريمه )،
Hukum asal dalam segala sesuatu adalah suci dan halal ( boleh ) kecuali ada dalil yang menunjukkan hal itu najis atau haram,misalnya dalam QS :al baqarah :172-173:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (172) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
172. Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
173. Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[*]. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

___________________________
[*] Haram juga menurut ayat Ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah ( pent.) .
Dalam ayat ini allah memrintahkan kepada kita untuk memakan apa saja yang di anugerahkan kepada kita dari rizki yang baik kemudian menjelaskan sebagian apa saja yang diharamkan untuk dimakan sebagaiman disebutkan dalam ayat diatas

misal dalam jual beli
﴿وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا﴾ [البقرة:275]، فأحل المبايعة، فالأصل فيها الحل وكذلك بقية العقود
275. Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. [*]
dalam ayat ini allah menjelaskan kehalalan jual beli karena hukum asal jual beli adalah halal dan begitu juga selain jual beli dari segala kesepakatan antara kedua belah pihak ,namun allah juga menjelaskan apa yang di haramkan dari jual beli yaitu riba.
______________________
[*] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah (pent.)

No comments: